Minggu, 05 April 2015

Pekerja di Jakarta Hebat

Pekerja di jakarta ini hebat, apalagi yang tinggal di sekitar jakarta. Bagaimana tidak, setiap hari jam 5.30 kendaraan di tol tangerang jakarta sudah mulai padat. Bahkan dengan kepadatan yang sama hal tersebut terjadi di senin pagi jam 5.15. Artinya setiap senin, aktivitas warga tangerang ke jakarta lebih awal dari hari2 lainnya.

Bagaimana dengan yang berangkat jam 6-8 pagi? Masih tetap ada, bahkan kendaraan di tol semakin padat dan cenderung macet. Bisa jadi alasan berangkat jam 5.15 karena menghindari macet jika berangkat jam 6-8, atau memang terpaksa karena jam kantornya harus masuk pagi.

Bagaimana dengan jam pulangnya? Sama saja padatnya lalu lintas dijalanan. Dan waktu tempuh bisa lebih tidak terduga. Apalagi kalau sore hujan.

Artinya, orang yang kerja di jakarta dan tinggal di sekitar jakarta, akan menghabiskan waktu 2-5 jam perhari dikendaraan. Kalikan saja dengan jumlah hari kerja dalam sebulan. Berapa waktu yang hilang.

Jika dikaitkan dengan waktu istirahat, berapa waktu rata2 orang tersebut beristirahat. Bukankah mereka tetap harus melakukan aktivitas di rumah. Maka tidak heran jika banyak pekerja di jakarta yang berangkat dan pulang kebanyakan tidur di kendaraan saat perjalanan.

Belum pekerja yang tinggal di daerah cikupa dan balaraja. Yang pasti sesuatu banget sehingga mereka mampu bertahan tinggal dipinggiran jakarta. Disisi lain, saudara2 di kampung mengira kehidupan di jakarta begitu menyenangkan. Apalagi saat musim liburan tiba.....

Penjual koran, smartphone dan paket internet

Sangat mungkin, penjual koran, khususnya penjual koran yang ada diperempatan jalan, belum berpikir bahwa lesunya dagangan koran mereka karena semakin banyaknya smartphone yang semakin murah dan paket internet yang juga murah.

Disaat pagi hari, di perempatan tomang menuju jakarta masih ada bbrp penjual koran. Tapi sudah tidak sebanyak 5 tahun lalu, dan juga koran yang dijajakannya juga semakin sedikit.

Seiring meningkatnya kepemilikan masyarakat akan smartphone dan biaya internet yang murah, pasti sudah banyak yang beralih ke media informasi .net/digital, apalagi banyak yang gratis. Misalnya, kompas.com, detik.com, merdeka.com, bahkan majalah detik digital juga bisa di download dengan gratis.

Apakah dengan adanya trend paperless, buku2 yang dari kertas akan hilang? Ternyata tidak. Bagi sebagian masyarakat tertentu memang masih merasa nyaman membaca buku dengan bentuk buku kertas daripada ebook/ buju digital, hal yang sama juga terjadi pada koran kertas.

Sekarang ini, operator telekomunikasi dengan berbagai cara dan model promosi paket internet,  telah membuat masyarakat tergantung dengan internet. Sehingga dengan sendirinya, masyarakat akan dengan mudah mengakses informasi dari media .net/digital.

Dan akhirnya, tanpa disadari, telah terjadi pergeseran belanja sebagian masyarakat dari koran kertas ke koran digital. Meskipun koran digital bisa jadi bukanlah tujuan utama saat terkoneksi dengan dunia digital. Tetapi internet yang sudah teradia semakin memudahkan dan untuk menggunakan koran digital.  Sehingga berdampak pada penghasilan para penjual koran kertas, khususnya yang terdapat di perempatan jalan.

Hidup harus memilih, tidak memilih itupun suatu pilihan.

Sabtu, 04 April 2015

Jalan TOL, perumahan dan kemacetan

Dalam 10 thn terakhir ini perkembangan kepadatan kendaraan di jln tol jakarta merak sungguh luar biasa, apalagi jakarta tangerang.

Bagaimana tidak, kalau dahulu tahun 2004 dari gerbang masuk tol karawaci tangerang jam 6.15 bs smp perkantoran di jkrt pusat (monas dan sekitarnya) jam 7-7.15. Sekarang ini untuk bisa dengan tujuan yang sama dan waktu yang sama dari gerbang masuk tol karawaci harus jam 5.45. Artinya sudah maju sekitar 30 menit.

Mengapa demikian? Yang pasti karena banyaknya jumlah kendaraan yang melewati jln tol. Kemudian, ada tambahan pintu masuk/keluar sepanjang karawaci-meruya.

Dalam bbrp tahun sdh ada pintu keluar/masuk tol ke/dari alam sutera, JLB, sekarang yang lagi dibangun terletak di karang tengah 1 km sebelum gerbang tol pembayaran tol jika dr arah tangerang.

Setiap pagi, sejak ada pintu masuk tol dr alam sutera, bisa dipastikan disekitar pintu masuk tol arah jakarta tersebut dipadati kendaran, krn kebanyakan kendaraan akan melambat karena adanya kendaraan yang berpindah ke lajur cepat.

Begitu juga dengan adanya kendaraan dr JLB arah jakarta. Bagaimana jika gerbang tol baru (mungkin karang tengah namanya) tersebut selesai dibangun? Apakah tidak akan menambah kemacetan? Apalagi jika diperhatikan "sekilas" pintu masuk dan keluarnya seperti memaksa banget dibandingkan dengan model pintu2 lainnya.

Artinya, dengan jarak, lebar dan tikungan desain jalan, akan sangat mungkin terjadi kelambatan kecepatan kendaraan. Yang berimplikasi pada kepadatan dan kemacetan dan kendaraan dibelakangnya.

Akhirnya tujuan jalan tol sebagai jalan bebas hambatan akan hilang, karena banyaknya pintu tol yang dibangun. Apalagi dengan desain yang memaksa.

Mengapa pengembang alam sutera membangun gerbang tol? Karena itu akan meningkatkan harga jual tanah diperumahan tersebut. Sekarang ini tanah termahal di sekitar tangerang ada di alam sutera. Dimana  sejak dibukanya pintu tol tersebut harga tanah di alam sutera sudah naik 10 kali lipat. Luar biasa.

Jadi, tercipta simbiosis mutualisme antara pengembang dan pengelola jalan tol.

Isunya adalah pembukaan pintu2 tol tersebut karena memang memang saling membutuhkan atau karena ada faktor lainnya? Apalagi jika ada desain pintu tol yang terkesan dipaksakan. Jangan2 pengelola tol tidak berpikir soal kepadatan yang ada di jalan tol, yang penting adalah jumlah kendaraan yang lewat dan mereka bayar di jalan tol.

Isu berikutnya adalah, apakah pembangunan pintu tol tersebut justru tidak menghilangkan esensi jalan tol? yaitu jalan bebas hambatan.

Bakauweni, penjual kopi dan toko modern

Minggu, 5 April 2015

Sesaat sebelum memasuki pelabuhan Bakauweni jam 3.33 pagi dini hari, 2 orang intel polisi narkoba memberi tanda untuk memberhentikan kendaraan, dengan sopan dan alat senter yang dipegang sambil menunjukkan kalau tangannya kosong meminta ijin untuk memeriksa kendaraan. Sesaat tampak sibuk memeriksa semua bagian kendaraan termasuk sampah2 yg ada. Pemeriksaan yang cukup teliti. Mantab, semoga narkoba hilang dari bumi nusantara ini.

Begitu memasuki kawasan pelabuhan untuk antri naik kapal terdapat aktivitas yang menarik, banyak ibu2 yang jualan kopi. Dengan semangat mereka menawarkan kopi, disaat pagi yang dingin pastilah kopi tersebut akan terasa lebih mantab. Jadi ingat Iwan Fals dengan iklan kopinya.

Jadi teringat hal yang sama 2-3 tahunan yang lalu, dimana dikawasan stasiun senin dan gambir juga banyak penjual kopi. Namun sekarang sudah tidak ada, sepertinya mereka sudah dilarang berjualan.

Sekarang ini, di stasiun tersebut bagi yang membutuhkan makanan atau bagi penikmat kopi atau kopi  untuk sekedar menghabiskan waktu, bisa membeli di toko modern alfatmart, seven 7 dan indomart serta dunkin.

Pengguna jasa akan merasakan suasana stasiun yang rapi dan bersih. Dan makanan yang disediakan toko modern tersebut juga terasa lebih bersih dan banyak pilihan. Yang tentu saja beda jenis dan harganya dibanding makanan dr orang2 yang jualan di kawasan  stasiun.

Bagi pengguna jasa stasiun, keberadaan toko modern itu pasti sangat membantu, terutama bagi yang beruang. Tinggal pilih, bayar, selesai.

Tapi bagaimana dengan masyarakat yang biasanya jualan di kawasan stasiun? Kemana mereka? Seandainya mereka tidak memiliki pekerjaan pengganti, akankah mereka tetap akan menjadi orang baik2?

Bagaimana dengan para pengunjung dari kalangan masyarakat bawah yang ingin menikmati kopi? Para sopir yang sedang menjemput,  yang biasanya menghabiskan waktu dengan menikmati kopi sachetan tersebut?

Misalnya lg di kawasan Bandara soetta, memang masih banyak restoran dan outlet yang merek Indonesia, tapi tidak bisa ditutupi juga ternyata sudah banyak yang merk asing. Dan dikawasan parkir terminal 2 baru 1 tahun terakhir ada warung2 kecil yang sesuai dengan driver dan penjemput kelas bawah disekitar parkiran.

Kembali ke pelabuhan bakauweni, apa jadinya seandainya ibu2 penjual kopi dan makanan yang dikawasan dipelabuhan dilarang dan diganti toko2 modern?

Akankah masyarakat akan merasa memiliki pelabuhan? Akankah masyarakat bisa lebih sejahtera? Atau ada program pengelola pelabuhan agar masyarakat penjual diberi bantuan?

Apakah tidak bisa membangun dan mengelola pelabuhan dengan tetap melibatkan masyarakat sekitar, tanpa meninggalkan mereka?

Bukankah arah pengelolaan bandara sudah menuju privatisasi? Dan pelabuhan juga begitu? Akankah masyarakat kecil akan menjadi penonton? Menjadi tenaga kasar? Atau nantinya menjual makanan dan minuman sembunyi2 dari security?

Yang perlu diingat kembali adalah, apakah tujuan keberadaan BUMN/D apakah hanya akan mengejar laba? Bukankah tetap harus ada misi sosial.

Kalau seandainya stasiun, pelabuhan, bandara yg masih di kelola oleh BUMN, tidak lagi melibatkan masyarakat kecil dan sekitar, apalagi kalau nantinya sudah di jual ke asing. Terus, siapa yang membela masyarakat kecil? Bukankah konstitusi mengamanatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.