Sabtu, 28 Februari 2015

Ahok, dewan dan APBD DKI

Seminggu ini masyarakat sibuk dan capek mendengar pembahasan APBD DKI. Banyak yang belum jelas apa yang dipermasalahkan.

Mungkin, yang dipermasalahkan ada 2 hal. Pertama, terkait dengan keabsahan dokumen pembahasan dan persetujuan ranperda  APBD DKI. Kedua, terkait kewenangan mengubah atau menambah program kegiatan ketika pembahasan APBD, hal ini kaitannya  dengan menjaga konsistensi dengan dokumen RKPD, bahkan bisa jadi mengubah setelah persetujuan bersama antara AHOK dan dewan.

Permasalahan yang pertama, bisa saja terjadi, sebab selama ini pembahasan APBD dibanyak daerah hanya melalui softcopy, dan kalaupun ada hardcopy itu adalah versi yang akan dibahas. Untuk versi final atau hasil pembahasan biasanya masih dalam bentuk softcopy, yang selanjutnya baru akan dicetak dalam bentuk hardcopy. Dan hardcopy nya akan ditandatangani dilembar depan dan lembar tertentu saja. Permasalahannya adalah, ada jeda waktu saat pembahasan/persetujuan dengan waktu cetak. Kira2 dokumen tersebut "masuk angin" gak??

Untuk memudahkan diskusi contohnya kita bandingkan dengan yang lain. Jika ada para pihak akan melakukan kesepakatan atau persetujuan dalam perjanjian, maka mereka biasanya akan membubuhkan tanda tangan, bahkan paraf tiap lembar, bila perlu dengan kertas khusus yang berseri atau pakai hologram.

Bandingkan dengan pembahasan dan persetujuan ranperda tersebut. Jadi, apa tidak mungkin pembahasan dan persetujuan ranperda APBD mengikuti seperti perjanjian tersebut. Sangat mungkin saja. Masalahnya adalah, kalau akan dilakukan paraf perlembar, apa iya para pejabat DKI dan Dewan mau paraf koordinasi yg kira2 sebanyak belasan ribu lembar (mungkin). Sbb APBD DKI sekitar 72T. Selanjutnya apa tidak bisa dicetak dengan kertas khusus berseri berhologram? bisa saja, yang pasti akan tambah biaya dan waktu.      

Yang menarik dari permasalahan pertama ini adalah siapa kira2 yang bisa mengubah secara   "teknis" dokumen hasil pembahasan tersebut?? Siapa yang menyiapkan dokumen hasil pembahasan tersebut? Eksekutif atau dewan? Apa kaitannya dengan aplikasi e budgeting yang diramaikan itu?? Yang perlu dingat adalah aplikasi itu hanya alat, tergantung yang mengoperasionalkan. Artinya tergantung dari pembuatan sistemnya dan adminnya.

Jadi, jika ditanyakan apa mungkin dewan mengubah hasil pembahasan?? Mungkin saja kalau koordinasi dengan admin yang memegang sistem e budgetting tersebut atau melalui hacker. Apa eksekutif mungkin yang mengubah?? Lebih sangat mungkin, karena mereka yang mengoperasionalkan aplikasi tersebut. Apalagi bagian anggaran.

Bila yang dipermasalahkan adalah keabsahan hasil pembahasan dan persetujuan ranperda APBD DKI, maka dengan sistem dan teknologi apapun akan sangat mungkin diubah.

Itu semua hanya kemungkinan aja. Masalahnya adalah tidak mengetahui apa masalahnya, sehingga jawabnya ya hanya kira2.

Sebenarnya yang terpenting adalah komitmen bersama untuk menjaga akuntabilitas. Sehingga pembahasan itu menjadi lebih cepat, mudah dan tercipta saling percaya.

Atau teman2 bisa memberi masukan, bagaimana solusi dari permasalahan pertama ini??

Bagaimana untuk permasalahan kedua?? Jika memungkinkan akan dilanjutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar