Jumat, 04 November 2016

Parpol, kepala daerah dan perseroan terbatas (3)

Pak bejo dan mas nur selanjutnya bercerita tentang gus dur, bagaimana kegigihan putra jombang itu memperjuangan kemanusiaan. Kemanusiaan yang tidak mengenal perbedaan SARA.

Mereka juga bercerita bagaimana manusia besar lainnya yang juga berjuang seperti gus dur dan mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan, seperti gus miek, kiai ahmad dahlan, mahatma gandhi, bunda theresia dan ulama NU lainnya.

Sampai tiba2 pak bejo menyatakan dan sekaligus mempertanyakan "kalau kongloromerat itu membantu keuangan parpol, apa membantu parpol itu juga membantu kemanusiaan? Kalau iya, apa mereka tanpa pamrih bantu untuk kemanusiaan?".

Dengan bercanda mas nur menjawab "parpol itu milik masyarakat, konglomerat itu juga masyarkat, dua2nya bantu parpol juga tidak ada yang tahu ikhlas atau gak. Tapi yang pasti, apabila suatu organisasi, apalagi parpol, kemudian yang membantu telah di dominasi hanya oleh konglomerat, dan itu2 saja, pasti parpol tersebut tidak akan bisa independen. Paling tidak, jika ada rencana kebijakan yang makruh dan subhat, tapi menguntungkan konglomerat, akhirnya cenderung untuk di halalkan".

Pak bejo langsung menyela "kalau itu yakin saya pasti sulit mengawasinya, yang benar2 haram menjadi halal saja susah, apalagi yang remang2, apa masyarakat tidak kwatir masa depan negara dan bangsa ini kedepan?".

Dengan santai mas nur menjawab "kebijakan itu sesuatu yang tidak tampak dan lembut, dan impilkasinya juga bukan hanya jangka pendek, tapi jangka panjang. Jadi kebanyakan masyarakat tidak tahu, jika tahupun sudah tidak bisa berbuat banyak".

Selanjutnya mas nur menambahkan "solusinya, parpol harus benar2 menjadi milik masyarakat. Kebijakan pengaturan pengurus dan keuangan parpol harus didesain menuju kesana. Dan itu tidak bisa cepat. Karena pasti akan ada resistensi dari pengurus parpol yang sekarang, khususnya elit keluarga yang menjadi pengurus parpol".

Pak bejo langsung menyela "langkah praktisnya gimana?"

Mas nur menarik napas sambil melihat langit "banyak yang harus ikut berubah, dari sisi pengurus parpol, masyarakat dan pemerintah. Dan itu harus sejalan. Maksudnya begini, dari sisi keuangan parpol, jika sementara ini iuran anggota parpol kecil, bantuan pemerintah juga kecil, maka kebutuhan parpol banyak dari sumbangan, sumbangan yang sebagian besar tidak transparan dan akuntabel. Maka harus ada pendidikan politik hingga masyarakat mau membantu parpol, dan parpol sendiri juga harus berubah untuk lebih transparan dan akuntabel, dan pemerintah juga harus menyusun formula kembali pemberian bantuan ke parpol. Sehingga keuangan parpol menjadi mandiri".

Mas nur melanjutkan lagi "meski siang berganti malam, musim berganti musim, tp perubahan parpol ke arah  kemandirian itu seperti melihat fatamorgana di aspal panas, sebab sekarang ini modal sosial yang bersumber dari kepercayaan masyarakat terhadap parpol sangat lemah, dan sebaliknya sepertinya pengurus elit parpol juga menikmati keadaan ini, dan juga jika mengharap bantuan keuangan dari pemerintah nampak sulit, karena pemerintah juga akan didesak oleh masyarakat untuk tidak memberikan bantuan ke parpol."

Pak Bejo dengan malas berkata "jadi, kedepan parpol itu sepertinya akan di kelola layaknya perusahaan terbatas ya?".

Mas Nur menjawab seperti judulnya KLA Project "semoga".

Parpol, kepala daerah dan perseroan terbatas (2)

Pak bejo membetulkan caranya duduk, berusaha mencari posisi yang nyaman, lanjutnya:: kalau di PT itu dengan memiliki saham, maka artinya ikut menyertakan modal. Dan modal itulah yang digunakan PT untuk beroperasi mencapai tujuannya. Yang masih membingungkan, darimana sumber keuangan parpol untuk membiayai operasionalnya?

Mas Nur:: di UU 2/11 tentang parpol, terdapat 3 sumber keuangan parpol. Pertama, bantuan pemerintah, ini dihitung berdasarkan jumlah suara yang diperoleh saat pemilu. Dan sudah sejak tahun 2004 belum naik juga. Yang pasti sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan operasional parpol. Penggunaan dan peruntukkan uang ini  sudah jelas, yaitu sebagian besar untuk pendidikan politik masyarakat dan pertanggunjawabannya di audit Badan Pemeriksa Keuangan.

Kedua, iuran anggota. Layaknya sebuah organisasi, maka anggota harus ikut membantu. Pengaturan lebih lanjutnya ada di AD parpol. Praktek selama ini, iuran anggota sebagian besar adalah anggota yang menjadi kepala daerah, anggota DPR RI/ DPRD, atau yang memiliki jabatan lainnya. Dan untuk iuran anggota, yang berasal dari keanggotan biasa sangat sedikit sekali. Dan untuk peruntukkan tidak diatur, bahkan pertanggungjawabannya juga tidak di atur dalam UU parpol.

Ketiga, sumbangan/bantuan. Selama ini sumbangan/ bantuan tidak pernah di audit, bahkan di declare/di umumkan oleh parpol, sehingga tidak ada yang tahu persis berapa jumlahnya. Bisa jadi pengurus parpol sendiri juga tidak tahu persis. Tapi, jika selama ini kebutuhan operasional parpol begitu besar, tapi bantuan pemerintah kecil, iuran anggita juga kecil nilainya, maka bisa dipastikan kalau sumbangan itu besar. Sebab jika sumbangan itu kecil pasti parpol kesulitan menjalankan tugas2 parpol. Di UU parpol di atur berapa jumlah maksimum sumbangannya untuk Badan Hukum maupun untuk perseorangan.

Pak Bejo:: kalau ada masyarakat nyumbang besar, apa yang diperoleh ? Sebab akan beda apabila badan usaha yang nyumbang?  Kata teman kita yang kuliah di sospol "tidak ada makan siang yang gratis".

Mas Nur:: dalama UU parpol tidak ada yang diperoleh oleh semua itu. Tapi seperti pemeo makan siang itu....maka orang atau badan udaha yang sudah membantu, pastinya akan dibantu oleh pengurus parpol yang memiliki kekuasaan. Apalagi kalau memang saling menguntungkan. Masalah besar bagi negara ini adalah  bantuan oleh badan usaha/orang kaya/konglomerat pada parpol kurang akuntabel dan transparan.

Maksudnya begini, seperti kata gus dur dahulu meski dalam konteks yang berbeda, maju tak gentar membela yang bayar. Artinya karena parpol memang membutuhkan sumbangan, maka parpol akan tetap mempertahankan hubungan selama saling menguntungkan. Dalam keadaan tertentu, kepentingan badan usaha/orang kaya/konglomerat seringkali berbeda dengan kepentingan masyarakat banyak. Kalau ini terjadi, biasanya parpol akan memilih mengedepankan keinginan badan usaha/orang kaya/konglomerat. Inilah jawaban pertanyaan mendasar diawal, parpol itu memperjuangkan siapa? Milik siapa?

Pak Bejo:: mungkin tidak, badan usaha/orang kaya/konglomerat  tadi nyumbang, tapi ikut menentukan kebijakan parpol siapa yang harus menjadi calon presiden, calon kepala daerah, calon anggota BPK, KPK, MA dan calon pejabat pada jabatan strategis lainnya?

Mas Nur:: sangat2 mungkin, kembali ke tujuan relasi, selama saling menguntungkan, kenapa tidak. Dan itu semua tergantung dari pengurus parpol, apalagi jika dalam mencalonkan seseorang tadi tidak harus berjamaah dengan parpol lain.

Pak Bejo:: kalau begitu beruntunglah badan usaha/orang kaya/konglomerat yang telah dikarunia harta banyak dan bisa ikut menentukan calon pejabat untuk memakmurkan negeri ini, dan semoga bangsa Indonesia diberi keberkahan dan ampunan oleh Allah. Amiin

Mas Nur:: Amiiin.

Mereka berdua tiba2 terdiam, mencoba memahami apakah berkah dan ampunan Allah sudah turun berlimpah pada bangsa ini.