Poltik telah mendominasi hampir semua sendi kehidupan bangsa ini, semakin mendekati pilpres 2019, semakin kuat dominasinya terhadap bidang lainnya.
Betapa harus berhati2nya sekarang ini untuk menjadi pembicara. Apalagi bidang keagamaan. Bukankah tokoh agama perlu menegaskan kebenaran disaat berceramah didalam kelompoknya, meski terkadang harus membandingkan dengan agama lain. Karena itu bagian dari dialektika, meski terbatas dalam kelompokknya. Apa jadinya, jika dialektika tersebut direkam, dan dilihat dalam konteks yang berbeda? Kalau momen awalnya terjadi dialektika dalam tempat ibadah, kemudian diputar ulang dalam suasana warung kopi. Apakah dialektika tersebut masih mempunyai makna yang sama?
Sama halnya saat kita selfie mesra dengan istri, dalam batasan penghilatan keluarga kita hal biasa, bahkan menjadi indah. Tapi belum tentu saat foto tersebut dilihat banyak orang. Pasti akan berbeda arti.
Tapi, ini berbeda dengan cerita kaos oblong. Karena yang memakai kaos oblong orangnya sendiri. Saat kita memakai kaos oblong di keluarga, dan lingkungan sendiri, itu menjadi hal biasa, tidak merendahkan hak orang lain, karena memang biasanya memang begitu. Tapi, jika kita memakai kaos oblong di tempat pesta kawan, pastilah akan dianggap tidak menghormati, bahkan merendahkan momen pesta teraebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah pesan itu awalnya untuk momen apa? Dan selanjutnya berubah untuk momen apa? Apakah teks masih memiliki arti yang sama ketika sudah berbeda konteks?
Dan itulah kejadian dalam dunia medsos sekarang ini. Tulisan, gambar telah berubah ke konteks politik praktis. Dimana sekarang ini, politik praktis cenderung kurang etik. Meninggikan bendera sendiri dengan menurunkan bendera orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar