Pak bejo tiba2 tertawa, menertawakan dirinya sendiri, heran, senang, bangga bercampur aduk, mengapa sekarang bisa berteman dengan orang2 besar....
Saat sekolah dasar hingga kuliah tidak pernah merasa juara kelas, apalagi juara tingkat nasional. Tapi itulah hidup, tidak selalu linier.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, putri2nya sudah mulai menginjak remaja, tanpa disadari, ternyata waktu maghrib telah berlalu tanpa kenangan, terasa hampa dibandingkan dengan masa kecilnya.
Masih dapat diingat dengan jelas bagaimana saat kecil tahun 1980an, betapa waktu yang ditunggu2 untuk dapat berkumpul dengan teman2 sebaya di kampung, sesaat menjelang maghrib, berangkat bersama ke mushola sambil membawa oncor (penerang dari bambu dengan minyak tanah). Pulang sambil bercerita dengan nyala oncor di tangan, sesekali berpayung daun pisang karena gerimis. Tidak ada wajah kesedihan, yang ada kegembiraan dan keceriaan.
Dan sekarang, anak2nya ternyata menghabiskan maghrib tanpa bermain, tanpa ke mushola, tanpa ngaji bersama teman2. Hingga kesadarannya muncul, ternyata tivi dan genged telah mengambil masa kecil putri2nya.
Tivi kotak ajaib itu bukan hanya sebagai hiburan, tapi telah menjadi candu bagi otak, hingga menumpulkan imajinasi, memperlambat reflek berpikir dan yang pasti menjadi teman dalam bermalas2an.
Hingga akhirnya, 5 tahun terakhir smartphone telah menjadi kotak super ajaib, bukan hanya sebagai alat kerja, alat belajar, dan mainan, tapi sebaliknya telah menguasai emosi, akal dan raga manusia, tak terkecuali putri2nya.
Bagaimana tidak, dalam keadaan senang susahpun, smartphone tetap menjadi pegangan, mengerti atau tidak mengerti akan suatu hal tetap di pegangan tangan, bahkan sehat dan sakitpun, smartphone tidak lepas dari pegangan tangan.
Jika dahulu orang tua takut anaknya berlaku syirik karena jin, tuyul atau mahkluk lainnya, tapi sekarang selaku orang tua, perlu takutlah kita akan dampak negatif dari kotak2 ajaib itu. Kotak ajaib ini tanpa terasa seringkali menjadi alternatif soulsi yang pertama, dibandingkan Tuhan penguasa dan pemilik alam ini.
Apalagi saat berpuasa, seringkali menghabiskan waktu dengan nonton tivi dan bermain smartphone, dengan maksud untuk menghindari dan melupakan rasa lapar, padahal puasa itu untuk dapat merasakan lapar, dengan harapan muncul rasa empati terhadap orang2 yang kesulitan dalam makan dan minum.
Besar harapan kita semua, agar para pendidik, ulama dan tokoh agama harus mulai memberikan pandangan dan penjelasan terhadap penggunaan dan hukum tivi dan smartphone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar