Apalah arti suatu nama? Begitu kata shakespere. Tapi, apakah hal itu juga sama, apalah arti menjadi juara kelas? Masih begitu pentingkah menjadi juara kelas?
Atau sebaliknya, apakah begitu memalukan ketika tidak juara kelas?
Generasi sekarang yang kira2 berumur 25 s.d 60 tahun merupakan produk dari metode pendidikan yang menerapkan rangking di kelas. Suatu masa generasi yang menganggap rangking adalah yang utama, rangking adalah kebanggaan diri dan keluarga, rangking adalah pintu masuk ke sekolah yang lebih elit, yang akhirnya seakan2 akan menjadi kunci kesuksesan didunia kerja.
Tapi benarkah proses dalam mencapai rangking itu juga menjadi pertimbangan dan perhatian, melebihi dari rangking itu sendiri?
Proses yang mengedepankan kejujuran, kebersamaan, negosiasi dan sikap mengakui kesalahan dan kebenaran diri dan/atau orang lain.
Pasti tidak semua, sehingga tidak heran jika generasi bangsa sekarang ini, sebagian besar lebih pragmatis, pokoknya bagaimana mendapat rangking. Anak didik juga tidak bisa di salahkan, karena lingkungan keluarga, sekolah dan sebagian dunia kerja juga menuntut hal itu.
Keluarga bangga dengan rangking anaknya, sekolah bangga dengan nilai tertinggi siswanya sekabupaten/provinsi, dunia kerja sebagian juga begitu. Bahkan sekolah2 ikatan dinas pemerintah yang gratis, juga lembaga pemberi beasiswa juga mengedepankan hanya yang dapat rangking.
Akhirnya, sebagian besar mereka tidak mau tahu repotnya, bahwa ada suatu proses yang rumit, lama, dan penuh perjuangan untuk mencapai keberhasilan yang ideal, tapi tampaknya sebagian besar anak didik dan orang tua, bahkan guru2nya juga lebih senang melihat endingnya saja, nilai bagus, dapat rangking.
Generasi yang bermodal rangking, atau modal tanpa rangking, akhirnya mereka sampai juga ke dunia nyata kehidupan, bukan sekedar dunia kerja.
Betapa dikehidupan nyata terdapat perbedaan nilai2 yang di perlukan di bandingkan dengan nilai2 rangking juara kelas. Gap dari nilai ini akhirnya menjadi masalah berikutnya dari output setiap pekerjaan.
Apakah sebagian masyarakat yang minder dengan bangsa lain dan sikap pragmatis tadi adalah suatu produk dari model pendidikan yang mengedepankan rangking??
Semoga generasi selanjutnya, dididik dengan mengedepankan sisi kebersamaan, kerjasama dan gotong royong, kejujuran dan tanggungjawab. Semoga.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar