Empat hari terakhir ini baca media darling terasa membosankan, bahkan petandingan jerman dengam itali masih kalah ngetrend dengan berita kemacetan mudik.
Mengapa macet sebagian besar hanya terjadi dari jakarta menuju keluar jakarta, arah ke sumatera kemacetan di merak, arah bandung dan arah ke jateng, yogya dan jatim kemacetan di cipali dan cirebon.
Mengapa efek mudik terbesar ada di jakarta? Mengapa tidak terjadi di bandung, surabaya, semarang, yogya. Atau diluar jawa sekalipun makasar, palembang, pekanbaru, medan, banjarmasin dan kota lainnya. Yang menarik adalah bali, saat lebaran ternyata pelabuhan gilimanuk terjadi kemacetan yang luar biasa (minggu, 4 juli 2016) sempat mencapai 6 km.
Mengapa kemacetan bersumber dari jakarta? Dan juga berasal dari denpasar?
Perlu dilakukan kajian dari sisi ekonomi, politik, sosial, budaya, mengapa hal itu bisa terjadi.
Dari sisi ekonomi, jakarta tetap sentral pertumbuhan ekonomi, tetap menjadi pusat barometer ekonomi. Dan itu harus diakui, betapa uang APBD terbesar ada di DKI sebesar 72 T. Bandingkan dengan provinsi atau kabupaten/kota yang masih dibawah 10 T. Bisa jadi jika dihimpun APBD 3 provinsi terbesar lainnya, tetap lebih besar APBD DKI.
Belum lagi jika dilihat dari himpunan anggarannya kementerian/lembaga (k/l) yang sebagian besar di jakarta. Hanya beberapa k/l yang memiliki semacam kantor cabang di daerah. Diantaranya kemenkeu, kemendag, MA, TNI, Polri, kejaksaan dll. Artinya, belanja mereka sebagian ada di daerah, tidak hanya di kantor pusat (jakarta).
Artinya apa? Dengan belanja APBD yang besar, belanja k/l yang sebagian besar di jakarta, maka tidak heran jika banyak orang akan datang ke jakarta. Ada gula ada semut, begitu kata peribahasa. Jadi tidak heran jika banyak uang beredar di jakarta, maka masyarakat akan berbondong2 menuju jakarta.
Bagaimana dengan denpasar? Di denpasar memang banyak pendatang, apalagi yang berasal dari jawa timur.
Dari sisi politik, lebih sentralistik, bahwa semua parpol berpusat di jakarta, dan keputusan politik berpusat di jakarta. Maka dampak dari ini, akan banyak orang pergi ke jakarta untuk meniti karir sebagai politisi.
Bisa di lihat sukses story pak jokowi dari walikota surakarta, menjadi gubernur DKI, akhirnya menjadi presiden. Begitu juga dengan ahok, dari bupati belitung timur, selajutnya berusaha untuk menjadi gubernur bangka belitung, sumatera utara, sampai akhirnya terpilih menjadi DPR RI. Selanjutnya loncat menjadi wakil gubernur DKI, hingga menjadi gubernur DKI. Dan hampir semua politisi akhirnya berhijrah ke jakarta seiring meningkatnya karir politiknya.
Dilihat dari sisi ekonomi politik saja sudah terasa, bagaimana jakarta akan menjadi tujuan yang menarik. Belum lagi untuk bidang sosial budaya.
Jadi tidak heran, selama jakarta masih menjadi pusat perhatian semua orang, maka tradisi mudik dengan segala kemacetan akan selalu terjadi, kemacetan yang akan selalu menjadi pekerjaan rutin tahunan pemerintah, akan selalu menjadi berita headlines media.....kalau begitu, terus piye?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar