Dapatkah suatu kata, kalimat, bahkan suatu buku untuk bisa menceritakan suatu benda? Apakah penjelasan itu bukanlah merupakan tafsir penulis itu sendiri? Artinya, penulis yang lain akan memiliki tafsir yang berbeda pula.
Misalnya, adakah ada yang bisa menceritakan mangga itu seperti apa?
1. Mau di bilang manis, banyak buah juga manis, bahkan antar mangga manisnya juga beda.
2. Mau di bilang dagingnya berwarna kuming, apa semua kuning? Bukankah ada yang merah, bahkan yang masih muda warnanya putih kehijau2an.
3. Mau di bilang bentuknya seperti mangga "indramayu", ternyata ada juga mangga yang bentuknya sangat berbeda, yang cenderu bulat.
4. ....
Kalau untuk menjelaskan mangga saja sudah begitu rumit, bagaimana kita bisa mengatur dan menjelaskan banyak hal dengan kata? Artinya, apakah penjelasan tersebut tidak akan multi tafsir?
Hal seperti ini sebenarnya sering terjadi, maka dalam beberapa kasus hukum, seringkali di didatangkan ahli bahasa, untuk menjelaskan maksud teks2 tersebut dari sisi semantik.
Hal ini tentu saja akan menjadi jauh lebih sulit ketika APH membaca peraturan cenderung ke teks, bukan konteks.
Konteks itu dapat diartikan sebagai keadaan saat berlaku. Misalnya,
Ada nasi goreng (nasgor) yang di buat oleh bu fathia (muslimah), yang mengolah dengan cara dan bahan yang halal.
apakah nasi tersebut halal atau haram? Tergantung uang nya darimana, apakah uang halal atau tidak untuk membeli bahannya, anggap saja halal.
Apakah yang makan nasgor itu bayi atau orang dewasa? Kalau anak kecil maka haram, karena memang belum boleh makan nasgor, kalau dewasa berarti halal.
Selanjutnya, apakah yang makan sedang puasa atau tidak? Anggap saja tidak sedang puasa, artinya halal untuk makan.
Artinya untuk memastikan bahwa nasgor itu halal atau tidak ternyata perlu melihat keadaan yang banyak sekali. Tidak hanya fisik zat nya nasgor semata. Artinya untuk bisa menyatakan hukum suatu zat, maka hukumnya "tak tentu". Tak tentu tersebut tergantung dari konteks nya saat itu.
Dan disinilah dibutuhkan pemahaman dan kebijakan APH untuk melihat kejadian di pemerintah dan daerah, yang seringkali apabila dilihat secara sederhana tidak sesuai peraturan. Padahal situasi dan kondisi sangat berbeda dengan ketika peraturan itu saat dibuat.
Maka, dalam membaca peraturan, seharusnya untuk berusaha melihat dan memahami apa maksud penulis peraturan itu. Meski tentu saja sulit...
(Solo, bandara adi soemarmo, 14 agustus 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar