Ada perubahan mendasar dalam perhitungan dana transfer dari pusat ke daerah t.a 2018, sebab kedepan dana transfer bersifat fleksibel, bagi pusat fleksibel, iya, tapi bagi pemda lebih tepatnya fluktuatif.
Maksud fleksibel itu besaran pagunya bisa berubah2 sesuai keadaan di pusat, tak terkecuali dana DAU yang selama ini sudah fix dari awal dengan formula tertentu.
Bagaimana keadaan APBD sekarang?
Sekarang ini, bagi daerah, belum tentu dapat informasi besaran final berapa dana transfer yang diterima saat menjelang penetapan APBD diminggu ke 4 bulan Desember.
Kepastian besaran nilai dana transfer seperti DAU, DAK, DBH yang diterima dari pemerintah pusat ditetapkan dalam perpres atau PMK, jadi jika perpres dan PMK terlambat, sangat mungkin akan ada beda pagu di APBD dengan nilai yang tercantum di perpres atau PMK.
Perbedaan biasanya memang terjadi, selain karena keterlambatan penetapan perpres dan PMK, juga sangat mungkin akan ada perubahan penetapan dalam perpres dan PMK. Perubahan itu bisa karena kebijakan, atau kondisi tertentu seperti dalam transfer DBH di akhir TA selalu ada lebih atau kurang salur.
Dan perbedaan besaran itu akan di sesuaikan dalam perubahan APBD.
Bagamana jika ada lebih dan kurang salur? Kapan kepastian PMK lebih salur dan kurang salur di sampaikan ke pemda?
Bagaimana jika kurang salur diberikan setelah P.APBD? Seperti kabupaten di kaltim, pernah menerima kurang salur DBH 1.7 T setelah perubahan APBD? Maka akan menjadi SILPA, setelah silpa pemda besar, pemda akan dibilang oleh pejabat pusat tidak bisa mengelola APBD.
Dalam transfer DBH yang bersifat fluktuatif saja pemda sudah bingung membuat perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan APBD, bagaimana jika DAU dan DAK nya juga fluktuatif?
Misal, jika dana DAK sudah di perencanaan, sudah di APBD, bahkan sudah di lelang, sudah ada kontrak dengan pihak ketiga, tiba2 pagu DAK nya berkurang, lebih tepatnya dipotong (biasanya disebut optimalisasi), apa yang harus dilakukan pejabat pemda? Bagaimana menjelaskan ke pihak ketiga? Apakah ademdum pekerjaan itu mudah?
Artinya, pemda tidak punya uang untuk membayar pihak ketiga.
Sebenarnya turunnya besaran pagu DAK dan DBH diluar perkiraan pemda t.a 2015, 2016 sudah membuat banyak pejabat pemda pusing. Apakah kejadian tersebut belum menjadi pelajaran bagi pejabat di pemerintah pusat yang tusinya mentransfer dana daerah.
Bagaimana jika DAU yang notabene persentasinya terbesar bagi pendapatan pemda, kedepan juga tidak ada kepastian pagu atau fluktuatif?
Bisa dibayangkan, betapa rumitnya mengelola APBD jika sumber2 pendapatan sangat fluktuatif. Artinya, semakin tidak ada kepastian besaran pendapatan, maka akan semakin sulit menentukan belanja. Dan pendapatan terbesar pemda hingga saat ini masih dari transfer pemerintah pusat, dan juga didesain memang pendapatan daerah itu terbesar dari transfer pusat.
Terus kalau rumit begitu, ikipiye?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar