Kamis, 29 Maret 2018

Perulangan sejarah

Devide et impera. Kata yang familiar saat sekolah dasar dan menengah. Belanda menguasai bumi nusantara dengan melakukan adu domba. Akhirnya primbumi berantem sendiri memperebutkan kekuasaan.

Contoh nyata, ditingkat elit pengiasa, belanda melakukan adu domba kesultanan banten era 1570an. Dengan mengadu domba putra kedua sultan banten,  dengan putra mahkota. Akhirnya, belanda mampu menguasai banten sepenuhnya, hingga kota dagang pindah ke batavia.

Ditingkat kelas menengah, belanda selalu memberi hadiah dan kemudahan kepada orang2 (seperti preman) yang selalu mampu menarik pajak, meskipun dengan paksa. Selanjutnya mereka diberi kedudukan sosial yang tinggi didepan belanda, tapi hina didepan pejuang.

Ditingkat kelas bawah, banyak pribumi tetap setia kepada belanda dengan menjadi pegawai rendahan langsung ato tidak langsung.

Bagaimana dengan era sekarang? Apakah bangsa asing tidak ingin menguasai negeri ini? Apakah paman sam, tiongkok, perancis dll rela indonesia maju?

Menguasai dari sisi politik? Tidak terasa, tapi sudah menjadi fakta, politisi didalam parpol dikendalikan invisible hand dalam membuat kebijakan undang2 dan turunannya. UU yang menuju liberalisasi politik, siapapun bisa menjadi pemimpin dinegeri ini.

Dari sisi ekonomi? Bangsa yang kaya ini sumber daya alam ini, selalu dibuat untuk tidak mampu mandiri memenuhi kebutuhan. Dininabobokan dengan kemudahan impor dan impor. UU menuju liberalisasi ekonomi, menguntungkan pemodal. Bukan hanya tanah dan air dan yang terkandung didalamnya, tapi juga langit medsos. FB, GOOGLE,dan langit platform perdagangan seperti go jek yang akhirnya dimiliki asing

Dari sisi sosial?  Bagaimana langit publik sudah dikuasai mereka. Langit frekuensi untuk televisi. Habis sudah di dominasi pemodal, sehingga acara tivi selalu untuk kepentingan mereka. Karena informasi kurang mutu, menjadi sampah berserakan dalam laut frekuensi tivi. Sumber penyakit bagi rakyat.

Dari sisi budaya? Bagaimana kebiasaan belanja, makan, pesta dan aktivitas dalam keseharian harus mengikuti budaya mereka. Makan sambil berjalan, kencing sambil berdiri, berpakaian ala mereka, dan bahasapun sebagian sudah seperti mereka.

Permasalahan mendasar dari bangsa ini, tidak bisa bersatu. Kenapa tidak bisa bersatu, karena sebagian besar ingin maju menjadi pemimpin, ingin menguasai ekonomi, ingin mendominasi.

Ketamakan telah merasuki jiwa2 sebagian besar pemimpin, politisi, dan juga rakyat indonesia. Musuh bangsa ini adalah keTAMAKan.

Jumat, 23 Maret 2018

Politisi "seperti" numpang kendaraan politik

Selesai sudah pengumuman partai2 yang dapat menjadi peserta pemilu.

Apakah keberadaan parta itu (di indonesia) linier dengan kemajuan demokrasi? Sebab, apakah dalam partai itu sendiri ada ruang demokratis?

Misalnya, masyarakat menginginkan sambel yang pedas, bagaimana menghasilkan sambel pedas jika cabenya tidak pedas, ato menggunakan cabe imitasi.

Apa tanda untuk membuktikan kelinieran tersebut?

Bagaimana masyarakat dapat aktif dalam menentukan arah kebijakan parpol?  Ikut menentukan siapa2 yang menjadi pengurus parpol? Ato ada mekanisme untuk melihat keuangan parpol?

Apakah mungkin, partai tanpa ideologi akan dapat dicerna kemana arah kebijakannya? Didokumen mana itu dapat menjadi janji perjuangan parpol? Bagaimana masyarakat dapat mengakses anggaran dasar parpol?

Siapa yang dapat menjadi pengurus parpol? Tergantung orang2 yang di DPP, khususnya pendiri sekaligus "pemilik" parpol. Betapa terasa pahitnya tokoh2 dan pemimpin parpol yang matang karena di"karbit" oleh orang tua mereka.  Disisi lain, banyak orang ingin berkarier menjadi politisi menjadi sulit berkembang, bahkan layu sebelum berbunga.

Yang paling menyedihkan adalah parpol dapat melakukan recall anggota DPR RI, DPRD, bahkan memecat pengurus parpol dengan mudah. Di era KKN seperti ini, maka akan sulit sekali mengharapkan keadilan dan kesetaraan sebagai warga negara, apalagi di struktur pemerintahan.

Yang terjadi sekarang ini, banyak politisi lompat pagar, atau pindah kendaraan politik. Politisi pindah parpol itu seakan2  seperti orang pindah naik kendaraan teman. Begitu mudah....padahal esensi identitas politisi adalah ideologi. Artinya, pindah parpol sekarang ini tidak ada urusannya dengan ideologi. Karena partai juga tidak peduli dengan ideologi politisi. Yang penting tercipata simbiosis mutualisme. Pragmatis.

Siapa dinegeri ini yang mengetahui keuangan parpol yang bersumber dari "iuran anggota" dan "sumbangan"? Sepertinya hanya tuhan dan pengurus parpol yang tahu, uang itu darimana, berapa besarnya dan untuk apa. Audit BPK itu hanya pada keuangan parpol yang bersumber dari bantuan pemerintah.

Dari itu semua, maka tidak heran, jika banyak orang berduit akhirnya mendirikan parpol.

Parpol punya kekuasaan besar, tapi minim akuntabilitas.

Akhirnya yang terjadi parpol semakin jauh dari masyarakat. Bahkan terpisah dari rakyatnya. Jadi jangan heran, ketika masyarakat tidak merasa menjadi bagian dari parpol, maka masyarakat akan menuntut/meminta kepartai. Meminta uang, fasilitas dll, bukan masyarakat yang berkorban untuk parpol.

Contoh sederhana, tahun 1995-1997 banyak berdiri posko2 partai  tertentu tanpa ada yang membiayai,  tapi bisa berdiri karena masyarakat merasa menjadi bagian dari partai tersebut. Tapi mengapa sekarang tidak ada lagi?

Bagaimana untuk mengubah, darimana mengubah?

Telur dulu ato ayam dulu? Ato sebaliknya, ayam dulu baru telur?

Kamis, 22 Maret 2018

Kemanusiaan

Sila kedua pancasila telah tegas menyatakan "kemanusiaan yang adil dan beradab".

Artinya apa? Kemanusiaan itu memanusiakan manusia, maksudnya apa? Agar manusia indonesia menuju dan menjadi adil dan beradab.

Disaat bangsa ini, dengan heroik membela petani tidak bertanah, atau kesulitan akses tanah (bukan sekedar sertifikat tanah), dalam waktu yang bersamaan beberapa perusahaan aseng menguasai sebagian besar (besaaaaar sekali) tanah dibumi pertiwi ini.

Ketika pemerintah mengeluarkan anggaran besar untuk akses air minum, tapi dalam waktu bersamaan, perusahaan asing sudah menguasai banyak sumber2 mata air di tanah air rakyat indonesia.

Ketika konstitusi mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20% APBN/APBD, sekolah2 asing tumbuh seperti jamur, apa makna 20% tadi? Artinya, lembaga pendidikan asing tetap diminati dibandingkan dengan sekolah2 negeri.

Ketika UU kesehatan mengamanatkan anggaran kesehatan minimal 10% APBN/APBD diluar tenaga medis, rumah sakit asing justru berdiri megah.

Mengapa terjadi kontradiktif?

Dan anehnya, sebagian ormas2 islam sibuk dengan membangun sarana fisik kelompoknya. Tidakkah tokoh2 agama itu juga mengerti bahwa ketidakadilan terhadap tanah, air, pendidikan dan kesehatan itu hanyalah buah dari kebijakan politik.

Dan bukankah, tokoh2 agama itu sebagian besar juga berteman dengan politisi? Bahkan banyak yang tampil dengan baju yang sama meski ucapan dan tindakannya sulit untuk dipisahkan. Kapan menjadi panutan masyarakat, kapan menjadi politisi.

Bisa jadi, sudah banyak juga tokoh agama yang sekaligus politisi sudah terlena dengan dengan kemewahan dunia, sehingga tidak mampu lagi merasakan ketidakadilan diumatnya.

Ato mereka tahu, tapi tidak mampu menahan kuatnya godaan nafsu, hingga yang keluar adalah dalil2 agama yang hanya untuk membenarkan pendapat dan perilakunya. Kecerdasannya berkurang karena tertutupi nafsu.

Keadilan itu hanya bisa diciptakan, bila para pengambil kebijakan itu mampu menahan nafsunya. Apalagi nafsu untuk memenuhi keinginannya, keluarga dan kelompoknya, apalagi memenuhi untuk jaminan hidup hingga 7 turunan.

Mengapa manusia indonesia harus "beradab"? Bukankah untuk dapat memanusiakan manusia itu harus memiliki adab yang bagus. Memilika etika dan moral yang baik.

Seandainya masyarakat dijelaskan tentang makna sila kedua pancasila ini, pasti masyarakat seketika akan merindukan para pendiri bangsa ini.

Merindukan bung karno yang selalu dekat dengan kaum marheins.

Merindukan kesederhanaan m.hatta.

Merindukan bung syahrir.

Apalagi baru2 ini telah terjadi, terasa sekali, pejabat tinggi yang harusnya sudah sangat bijak, memahami adab sebagai pejabat, dan selayaknya kuat berlaku adil, masih dengan ekspresifnya mengancam2 masyarakat yang mengkritik rejim pemerintahan.

Tidak akan ada kebahagiaan dan ketentraman dalam suatu negeri, jika penduduknya merasa terancam, apalagi oleh penguasanya sendiri.

Sabtu, 17 Maret 2018

Membaca foto sukarno dan hatta

Betapa sering kita melihat foto2 presiden sukarno, dan beberapa diantaranya sedang mesra dengan istrinya. Dan juga foto Mohamad Hatta dengan stelan jas berkacamata tampak berwibawa dan memancarkan kecerdasan.

Tapi, berapa banyak orang2 dapat menangkap kejadian dibalik foto2 twrsebut? bagaimana perjuangan sang proklamator untuk bisa meraih itu semua.

Bagaimana kesepiannya sukarno saat didalam sel penjara sukamiskin bandung. Bagaimana kesepiannya sukarno dijauhkan dari teman2nya oleh belanda dengan dibuang ke ende NTT, bangka dan ke bengkulu. Dan betapa di tempat pengasingannya sukarno merasa rindu dengan buku2 yang dulu menyirami hati hingga mampu menguatkan mimpi2nya.

Bagaiamana hatta dibuang ke boven digul, terbayangkah kita, boven digul yang di papua era itu seperti  apa? Sekarang aja papua masih seperti  ini.

Iya, foto tokoh2 besar lainnya juga tidak semua dapat menceritakan perjuangan, kesulitan dan setitik harapan diujung keputusasannya mereka.

Iya, masyarakat medsos lebih sering dan mudah mendapatkan gambar kesuksesan seseorang dibandingkan proses menuju kesuksesan itu sendiri. Dan itu akan berdampak pada meningkatnya pemahaman, sukses itu identik dengan menikmati banyak materialisme.

Maka, menanglah kapitalis, karena mendapat dukungan dari banyak masyarakat yang salah paham dengan materi dan masyarakat yang selalu ingin praktis dan instan.

Maka, tugas kita untuk mengubah paham yang salah pada masyarakat medsos...paham kapitalisme, paham materialisme dan pragmatisme.

Penglihatan yang dipermudah

Sekarang ini, begitu mudah untuk melihat kejadian disekitar kita, apalagi yang terjadi di belahan dunia sana.

Jika dahulu, baca surat kabar, yang menarik adalah berita2 kejadian disekitar, meski dengan intensitas yang jarang dan sering tidak mendalam pada media tersebut. Tapi, itulah menarik, mesk seringkali yang diberitakan informasi mengenai kecelakaan, perampokan, pencurian ato pembunuhan.

Jarang sekali mengenai kesuksesan orang lain, apalagi dengan penjelasan  bagaimana bisa sukses.

Dengan medsos, semua masyarakat medsos bisa menciptakan berita, dan sekaligus menyebarkan berita. Dan itu lebih cepat dibandingkan dengan berita2 dari media mainstream.

Masalahnya, dari sisi yang membuat tersebut lebih cenderung sebagai media untuk menambah popularitas dan transaksi semata. Dari sisi pembaca medsos juga sama, lebih mudah dan menyenangkan melihat gambar dari pada proses dibalik gambar tersebut.

Misal,  ketika pengguna medsos makan di resto brand paman sam, maka langsung foto, pasang di status medsos. Jadi dalam hitungan detik berita gambar itu sudah menyebar, teman2nya sudah tahu, dan akan terjadi penyebaran berita yang luar biasa cepat dan masif. Masalahnya adalah, pembaca akan melihat, peristiwa makan itu sesuatu yang enak, nikmat, dan menggoda, sehingga perlu dicoba. Dan berita itu tidak dapat, atau tidak ada yang menceritakan, bagaimana perjuangan orang tersebut dalam bekerja untuk mendapatkan uang, sehingga mampu makan di resto brand paman sam.

Maka, tidak heran, sekarang akan lebih mudah menangkap hasrat masyarakat yang menampakan keinginan ini itu. Dibandingkan dengan pesan2 perjuangan untuk mendapatkan apa yang sudah di raih.

Jumat, 02 Maret 2018

Bangsa Besar

Apakah benar, paman sam, negara2 eropa dan cina tahun 1940an  "rela" negara yang baru merdeka bisa sejahtera? Maju menjadi pesaing mereka? Apakah pemimpin dunia saat itu akan legowo kalau akan muncul bangsa besar menyangi mereka? Bahkan berpotensi mengalahkan mereka? PASTI TIDAK.

Maka pemimpin negara adikuasa, melakukan apapun untuk tetap menjaga kontrol dan kendali mereka.

Dibidang politik membentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, maka muncullah hak veto yg dimiliki oleh negara2 adikuasa. Dan hak veto itu memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan anggota biasa. Ketika mereka kuat, mereka akan bilang VETO untuk menjaga kestabilan.

Dibidang ekonomi tahun 1944 bertempat di Bretton Woods membentuk Bank Dunia, selanjut 1980 konsensus washinton, dan IMF, terakhir WTO. Mereka memaksakan kepada negara2 berkembang untuk menerapkan Structural Adjusment Program (SAP). Langkah SAP itu impor sebesar2nya, devaluasi, kebijakan moneter dan fiskal.

Dan pemerintah indonesia segera meliberalisasi bidang perbankan, sumber daya air, penanaman modal dll.
Membuka kran impor seluas2nya.

Bidang politik, dengan bantuan pendanaan yang luar biasa saat amandemen UUD 1945, terjadilah liberalisasi politik. Semua orang berKTP bisa menjadi presiden. Dan yang pasti, adanya kemudahan mendirikan parpol, dan diberikannya kekuasaan parpol dan politisibyang luar biasa. Maka, tidak heran, setelah reformasi ini, kapitalis merangkap politisi. Dan puncak permasalahan politik itu adalah semakin jauhnya politil dari masyarakat. Tidak ada mekanisme pertanggungjawaban politik oleh politisi, parpol kepada masyarakat. Sehingga tidak heran jika masyarakat semakin apatis terhadap politik. Dan itu ternyata semakin menguntungkan kapitalis  yang berpolitik.

Dan bidang sosial, bantuan asing kepada LSM dan donor di kementerian/lembaga begitu besar. Dan yang hatus dikritisi adalah bantuan2 itu seperti lenyap tanpa akuntabilitas kepada masyarakat luas.

Sebagai bangsa yang berbudaya, ternyata juga harys berhati2, bagaimana tidak, kebiasaan relasi antar manusia dan manusia dengan alam telah terjadi pergeseran yang signifikan, munculnya relasi transaksi.

Bagaimana menjadi bangsa yang besar, kalau kita tidak bisa mengukur kemampuan bangsa kita, apalagi pejabat paling senior dan paling berpengaruh di rejim ini sudah mengatakan rakyat tidak mampu menangani proyek2 besar, sehingga proyek2 itu diberikan kekuli2 asing aseng.  Ah, sudahlah....