Jumat, 23 Maret 2018

Politisi "seperti" numpang kendaraan politik

Selesai sudah pengumuman partai2 yang dapat menjadi peserta pemilu.

Apakah keberadaan parta itu (di indonesia) linier dengan kemajuan demokrasi? Sebab, apakah dalam partai itu sendiri ada ruang demokratis?

Misalnya, masyarakat menginginkan sambel yang pedas, bagaimana menghasilkan sambel pedas jika cabenya tidak pedas, ato menggunakan cabe imitasi.

Apa tanda untuk membuktikan kelinieran tersebut?

Bagaimana masyarakat dapat aktif dalam menentukan arah kebijakan parpol?  Ikut menentukan siapa2 yang menjadi pengurus parpol? Ato ada mekanisme untuk melihat keuangan parpol?

Apakah mungkin, partai tanpa ideologi akan dapat dicerna kemana arah kebijakannya? Didokumen mana itu dapat menjadi janji perjuangan parpol? Bagaimana masyarakat dapat mengakses anggaran dasar parpol?

Siapa yang dapat menjadi pengurus parpol? Tergantung orang2 yang di DPP, khususnya pendiri sekaligus "pemilik" parpol. Betapa terasa pahitnya tokoh2 dan pemimpin parpol yang matang karena di"karbit" oleh orang tua mereka.  Disisi lain, banyak orang ingin berkarier menjadi politisi menjadi sulit berkembang, bahkan layu sebelum berbunga.

Yang paling menyedihkan adalah parpol dapat melakukan recall anggota DPR RI, DPRD, bahkan memecat pengurus parpol dengan mudah. Di era KKN seperti ini, maka akan sulit sekali mengharapkan keadilan dan kesetaraan sebagai warga negara, apalagi di struktur pemerintahan.

Yang terjadi sekarang ini, banyak politisi lompat pagar, atau pindah kendaraan politik. Politisi pindah parpol itu seakan2  seperti orang pindah naik kendaraan teman. Begitu mudah....padahal esensi identitas politisi adalah ideologi. Artinya, pindah parpol sekarang ini tidak ada urusannya dengan ideologi. Karena partai juga tidak peduli dengan ideologi politisi. Yang penting tercipata simbiosis mutualisme. Pragmatis.

Siapa dinegeri ini yang mengetahui keuangan parpol yang bersumber dari "iuran anggota" dan "sumbangan"? Sepertinya hanya tuhan dan pengurus parpol yang tahu, uang itu darimana, berapa besarnya dan untuk apa. Audit BPK itu hanya pada keuangan parpol yang bersumber dari bantuan pemerintah.

Dari itu semua, maka tidak heran, jika banyak orang berduit akhirnya mendirikan parpol.

Parpol punya kekuasaan besar, tapi minim akuntabilitas.

Akhirnya yang terjadi parpol semakin jauh dari masyarakat. Bahkan terpisah dari rakyatnya. Jadi jangan heran, ketika masyarakat tidak merasa menjadi bagian dari parpol, maka masyarakat akan menuntut/meminta kepartai. Meminta uang, fasilitas dll, bukan masyarakat yang berkorban untuk parpol.

Contoh sederhana, tahun 1995-1997 banyak berdiri posko2 partai  tertentu tanpa ada yang membiayai,  tapi bisa berdiri karena masyarakat merasa menjadi bagian dari partai tersebut. Tapi mengapa sekarang tidak ada lagi?

Bagaimana untuk mengubah, darimana mengubah?

Telur dulu ato ayam dulu? Ato sebaliknya, ayam dulu baru telur?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar