Minggu, 30 Oktober 2016

Kuli di negari sendiri (1)

Pak bejo kedatangan teman sebangku saat SMA, pak karyo. Meski pembicaraan awal pertemuan dengan ceria, tiba2 pak karyo pelan namun pasti bercerita dengan sendu tentang anaknya kartono yang sedang mencari kerja.

Pak karyo::  selesai dari kuliah dari perguruan tinggi bergengsi, kartono langsung dapat kerja, gajinya besar, tentu saja kami sekeluarga bangga. Ternyata itu perusahaan asing,  yang ada di indonesia hanya kantor cabangnya saja. Perusahaan itu mengambil kekayaan alam bumi pertiwi, merasa seperti milik mereka sendiri. Akhirnya, kartono aku minta keluar. Alhamdulillah dia nurut sama orang tuanya.

Pak bejo:: terus, sekarang nganggur?

Pak karyo:: sebentar saja nganggur, setelah itu kerja lagi di perbankan, kantornya di jakarta, ternyata itu perusahaan sekarang dimiliki asing, meski nama dan  kantor pusatnya di indonesia. Bank itu memiliki cabang dan beroperasi hampir di seluruh pelosok kabupaten dan kota. Dan laba yang diperoleh ternyata luar biasa, trilliunan tiap tahunnya. Aku tanya ke anakku, laba besar itu dari mana? Sebagian besar dari bunga kredit dan denda atau bunganya bunga. Tidak lama setelah itu, benar2 aku minta keluar dari bank itu. Dan ternyata dia gak nolak.

Pak bejo:: sewaktu SMA sampeyan sudah kelihatan,  kalau hidup itu harus pegang prinsip. Dan sekarangpun tetap memiliki prinsip, meski sebagai orang tua sekilas akan tampak aneh. Anak sudah kerja, di tempat yang prestis, malah di minta keluar. Terus sekarang kartono kerja dimana?

Pak karyo:: sekarang dia sudah bekerja di perusahaan kecil, gajinya memang kecil, tapi katanya lebih menentramkan, karena perusahaan itu punya orang indonesia,  usahanya dibidang pendidikan. Membantu mendidik anak2 bangsa ini agar cerdas dan berkepribadian.

Pak bejo:: sebenarnya apa yang sampeyan harapkan dari tempat kerja kartono?

Pak karyo:: aku hanya anakku berguna bagi negara ini, dan tidak harus menjadi TNI, POLRI atau PNS. Paling tidak dia bekerja di perusahaan yang tidak mengeruk dan merusak kekayaan alam indonesia, dan juga jangan sampai perusahaannya menyulitkan orang2 miskin, apalagi itu semua perusahaan milik asing. Hati kecilku tidak terima jika kartono kerja keras, tapi justru tidak memberi manfaat bagi negara dan masyarakat miskin.

Pak bejo:: terus, apa menjadi pendidik sekarang itu bisa banyak membantu? Dan kenapa kamu sedih?

Pak karyo::  menjadi pendidik dengan gaji kecil gak masalah, apalagi kartono juga merasa passionnya disana, tapi aku sedih saat kartono harus melamar pekerjaan untuk memenuhi keinginan itu ternyata sulit sekali. Perusahaan2 besar di indonesia ini ternyata milik asing, bahkan perusahaan2 yang dulu miliki konglomerat indonesia, akibat krisis 97 kemarin sudah di beli asing, artinya begini, ternyata kartono kesulitan mencari perusahaan milik pribumi. Kalau bekerja pada perusahaan asing, meski itu dibidang pendidikan, sama artinya kita ini menjadi kuli2 asing, bahkan di negeri sendiri.

Ternyata banyak teman2 kartono yang bekerja di perusahaan asing. Mereka lebih mudah mendapatkan pekerjaan disana karena senior2 mereka juga sudah disana. Bahkan sampai akhir karirnya dihabiskan disana.

Aku baru sadar, kenapa banyak anak bangsa ini memilih bekerja di perusahaan asing, apalagi yang cerdas dan terdidik mereka malah bangga karena dianggap prestis. Dan yang kurang terdidik atau yang biasa disebut TKI tetap saja mereka bekerja di perusahaan asing. Menurut kamu kenapa Jo?

Pak bejo tetap diam meski tangan kanannya yang memegang rokok bergerak ke arah bibir, dihisapnya rokok yang bercukai mahal itu dalam2. Sambil berkata:: entahlah kawanku....aku juga baru paham soal itu.

Sabtu, 29 Oktober 2016

Negara, kehadiran dan kemajuan TIK

30 tahun lalu sebagian orang masih merasakan perkembangan teknologi  informasi dan komunikasi (TIK) hanya sebatas otomatisasi administrasi  perkantoran. Dapat dilihat berjamurlah sistem informasi manejemen (SIM), seperti SIM kepegawaian, keuangan, pergudangan dan SIM lain2nya.

Tapi, sejak 15 tahun terakhir ini, banyak hal baru muncul karena penggunaan TIK dalam berbagai bidang bisnis, selain untuk administrasi perkantoran.

Awal tahun 2000, mulai berkembang perusahaan e-commerce. Tiba2 ada konglomerasi baru yang awalnya hanya jualan buku, terus berkembang dan berkembang jualan apa saja, yaitu amazon.com. Puluhan ribu pelaku bisnis di dunia meniru model bisnis amazon,com. Dari sisi pemerintah, tentu saja sangat berkepentingan dengan pajak badan usaha. Pajak badan usaha e-commerce ini belum selesai di atur oleh pemerintah, muncul model bisnis baru yang berbasis TIK.

Bagaimana mungkin dibalik mesin pencari google dengan tampilan yang sederhana, ternyata ada potensi bisnis iklan yang luar biasa besarnya. Sekali lagi, pemerintah masih tergagap2 untuk menarik pajak dari google.

Disusul oleh kehadiran facebook yang terinstall disebagian besar smartphone masyarakat indonesia, berarti adanya potensi pajak iklan yang besar disana.

Belum selesai juga masalah pajak terhadap google dan perusahaan TIK lainnya, telah muncul model bisnis baru, yaitu layanan sewa motor dan mobil berbasis aplikasi. Gojek telah menjadi buah bibir untuk start up bisnis indonesia, selain gojek juga ada uber, grab dll. Terlihat nyata sekali bagaimana menhub jonan (saat itu) kesulitan untuk menangani bisnis sewa kendaraan berbasis aplikasi. Bahkan sampai sekarang bisnis tersebut masih nenyisakan permasalahan, khususnya  saat beroperasi di bandara. Masalah tersebut karena regulasi yang ada belum mampu mengakomodir pengaturan atas dampak dari TIK.

Apakah TIK hanya mengubah relasi perusahaan dengan pemerintah? Bagaimana relasi perusahaan dan pegawai?

Ternyata relasi antara perusahaan dan pegawai berubah total, karena ternyata sebagian dari status pegawai berubah menjadi mitra, jadi mereka bukan pegawai tapi mitra.  Apa artinya? Tidak berlaku hukum tenaga kerja, tapi berlaku hukum perjanjian kerjasama.

Sejauh ini apakah relasi tersebut sejajar dan saling menguntungkan? Bisa jadi ya, tapi untuk kedepan pemerintah perlu mengatur perjanjian relasi mereka.

Saat ini, jika perusahaan mengubah aturan secara sepihak, apabila mitra merasa di rugikan, silahkan mitra untuk memutus kerjasama. Karena memang mitra juga bisa membuat relasi lebih dari satu perusahaan dalam waktu bersamaan.

Artinya relasi tersebut benar2 tidak ada yang saling memaksakan, terbentuknya relasi karena tidak ada paksaan, jadi wajar pula kalau putusnya relasi tersebut juga tanpa ada paksaan.

Isu kedepan terkait relasi tersebut adalah dimana peran negara? Apakah perlu diatur? Sangat perlu, karena dalam relasi, harus memiliki kekuatan yang sama didepan hukum, jika tidak sebanding maka negara perlu hadir, hadir untuk melindungi silemah, agar tidak ada yang tertindas. Sama halnya dengan kepemilikan minoritas yang dilindungi dalam UU 40/07 tentang perseroan terbatas.

Pemerintah harus dapat mengantisipasi dengan kemajuan TIK dalam berbagai kehidupan masyarakat.  Dari sisi politik, ekonomi, sosial dan budaya (poleksosbud).

Jika pemerintah terlambat hadir atau tidak  hadir, terus ikipiye??

Jumat, 28 Oktober 2016

Ingus dan ingusan

Hidup tidak selalu indah seperti yang diinginkan manusia. Begitu pula yang dipahami pak bejo, dengan pemahaman dan keyakinan kaweruh bejo nya, bisa menjadikan hidup lebih hidup.

Semasa kecil,  saat ingusan, pak bejo juga sering flu. Dan tanpa obat bermerk dijalaninya keseharian saat flu itu dengan ingus (lendir/cairan yang keluar dari hidung saat flu) yang terkadang hampir2 keluar sendiri.

Saat masih ingusan, saat ingus mau keluar, maka buru2 dibuangnya. Di tekannya satu lubang hidung untuk memberikan tekanan angin yang lebih kuat untuk hidung sebelahnya. Terus bergantian. Dipaksanya bila memungkinkan biar bisa keluar semua itu ingus dan lendir.

Dahulu, itu dilakukan dengan penuh harapan biar tidak ada lagi yang menyumbat di hidung dan tampak bersih. Dan itu bisa berlangsung selama seminggu, hingga flu itu benar2 sembuh.

Saat masih ingusan, tidak ada rasa yang timbul saat buang ingus itu. Hanya puas karena kotoran di hidung sudah keluar, dan pasti tidak mengganggu aktivitas.

Beranjak usia, bertambahnya pemahaman rasa cinta kepada penguasa alam semesta, semua kebiasaan buang ingus itu akhirnya bener2 bisa di nikmati, ternyata buang ingus itupun juga mengandung pelajaran yang luar biasa. Apalagi ketika tidak ada kata yang cukup mudah untuk menjelaskannya.

Saat pak bejo bertemu dengan budi teman sekampungnya di bandara soetta tanpa sengaja, setelah mereka basa basi bergantilah tema pembicaraan seputar ingus dan flu yang sekarang  dirasakan budi.

Bejo: apa yang kamu rasakan saat buang ingus itu?

Budi: gak ada, hanya ingin bersih dan tidak menganggu napas aja.

Persis seperti yang aku rasakan saat aku masih ingusan, batin pak bejo.
Bejo: pernahkan menjalankan ibadah dan merasakan ikhlas? Misalnya begini, saat sedekah kemudian merasakan ikhlas? Apa tanda nya telah ikhlas?

Budi: yang pasti niat sedekah itu karena Allah.

Bejo: ok, betul itu, tapi apa tandanya telah ikhlas?

Budi: gak tahu jo.

Bejo: beberapa hari terakhir ini buang ingus terus kan? Pernahkan merasakan menyesal telah buang ingus itu? Apalagi ingin sekali kembali itu ingus? Gak kan? Dan apa rasanya saat ingus itu keluar? Pasti terasa senang dan  tenang. Pernahkah saat mengeluarkan sedekah, bisa merasakan seperti saat mengeluarkan ingus? Jika bisa, dengan kadar tertentu, seperti itulah ihklas .  Dan itulah salah satu  pelajaran bagi kita saat flu...salah satu...masih banyak lainnya yang belum kita pahami.

Budi: bener juga jo, mudah di mengerti, jadi ngerti ikhlas aku.

Bagi Pak bejo, berbagi pengalaman hidup... berbagi ilmu kehidupan merupakan kebiasaan yang terus dijaga. Karena memang berbagi itulah dasar kebahagiaan.

Rabu, 12 Oktober 2016

Seandainya banyak orang menjadi menteri (Dahlan)

Apa jadinya jika banyak orang memiliki jabatan menteri dan juga punya keberanian seperti pak dahlan iskan, kemudian marah ke petugas tol di karang tengah. Pasti tiap hari akan ada petugas tol di marahin,  sehingga media masa dan medsos akan bosan memuat berita.

Apa tidak ada pengkajian dari lembaga konsumen, berapa lama yang dibutuhkan mobil untuk lolos dari mesin penghisap waktu gerbang pembayaran tol karang tengah tangerang yang di kelola oleh pt. Jasa marga.

Kemacetan yang sudah parah dan dalam kurun waktu yang lama akhirnya menjadi pembenaran terhadap manejemen pt. Jasa marga. Apakah tidak adanya perbaikan dan  perubahan yang signifikan terhadap model gerbang tol pembayaran karena pt. Jasa marga hanya mau berhemat? Agar untungnya besar? Sehingga tantiemnya juga besar? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.

Apakah perbaikan ini harus menunggu adanya pejabat jasa marga dan pengelola tol lainnya dalam keadaan sakit dan harus antri macet di gerbang pembayaran tol. Agar hatinya yang sudah mati itu bisa hidup lagi, bisa tumbuh empati.

Atau harus menunggu kejadian lain agar manejemnya pt. Jasa marga tahu rasanya menghabiakan waktu tiap hari, tiap bulan digerbang tol karang tengah. Khususnya dari arah jakarta ke tangerang.

(Ditulis sambil membunuh kebosanan di depan gerbang tol karang tengah, 12 oktbr, 2016, 17:19)

Sabtu, 08 Oktober 2016

Stop menjadi bangsa minder

Bung Karno dalam pledoi di pengadilan suka miskin bandung, yang berjudul, indonesia menggugat, beliau mengatakan kita telah lama di cekoki oleh belanda sehingga kita menjadi bangsa yang minder, rendah diri dan tanpa rasa percaya diri. Sepertinya apa yang beliau sampaikan hingga kini masih sangat relevan.

Meski sekarang ini sudah banyak putra putri indonesia yang mampu membuktikan diri sebagai manusia yang berbobot diantara rekan2 mereka saat kuliah di luar negeri, saat bekerja di perusahaan asing, tapi itu sebagian harus di lalui dan ditempuh dengan mengembalikan kesadaran bahwa kita ini memiliki DNA sebagai bangsa yang besar.

Beberapa hal berikut membuktikan bahwa nenek moyang kita merupakan bangsa yang besar, yaitu::

Dibidang pakaian. Bisa dicermati pakaian adat dan tradisional yang ada di daerah2,  dari sisi motif,  bahan, warnanya, apalagi dari kerumitannya, betapa hal itu menunjukkan kecerdasan nenek moyang bangsa indonesia. Kain ulos dari sumatera utara, songket dari palembang, kain batik dari yogya, solo dan sekitarnya, kain sasirangan kalimantqn dan juga kain tenun NTB, NTT semua itu bukti nyata majunya kebudayaan berbusana dijamannya.

Dibidang makanan. Tidak perlu diragukan lagi, dengan ribuan bahan dasar tumbuhan dan rempah2, menjadikan generasi terdahulu sangat mahir mengolah makanan. Jika di yogya ada nasi gudeg (kering) yang bisa disimpan berhari2 tanpa pengawet, sambal tempoyak yang mampu berminggu2, terasi sebagai perasa yang bisa bertahan berbulan2. Dari sisi bahan dasar makanan, bagaimana ikan di olah menjadi empek2 sehingga tidak ada sisa ikan yang tidak dapat di manfaatkan. Itu semua membuktikan kemajuan kebudayaan tata boga.

Dibidang papan. Di jawa, ciri khas rumah adalah adanya joglo yang besar, dengan maksud untuk menghormati tamu serta sentong (kamar) yang biasanya ada 3 sejajar, dan masing2 memiliki maksud dan tujuan. Biasanya didalam ada kendi berisi air minum, maksudnya jika ada yang haus bisa langsung minum. Di minang dan toraja memiliki ciri khas atap yang  unik, dan tentu saja itu membuktikan kebutuhan keahlian dalam membuat. Dan juga di bali, bagaimana konsep rumah dan lingkungan sudah tertata rapi.

Dibidang kesehatan dan kecantikan. Tumbuh2an dan obat2an apa yang tidak bisa dijadikan obat oleh orang2 tua kita? Kunyit sudah terbiasa digunakan untuk obat sakit perut, daun sirih sebagai obat anti septik, sehingga biasa nenek moyangvitu nyirih dengan adonan daun sirih, maka tidak mengherankan jika gigi orang tua terbukti sehat dan bersih. Bukankah di kraton sudah mengenal mandi lulur dengan perpaduan buah, rempah2 dan wewangian. Dan masih banyak lagi obat2an dan resep yang belum terwariskan, bahkan akhirnya telah dipatenkan oleh perusahaan2 multinasional.

Dibidang bahasa. Ratusan  bahasa dan tulisan adan di seluruh bangsa ini. Meski sekarang ini sebagian sudah mulai jarang digunakan, tetapi bukti2 itu masih bisa dirasakan. Lihatlah tulisan di prasasti2, atau di candi borobudur dan prambanan.

Dibidang karya sastra. Tidak banyak bangsa yang memiliki karya sastra yang luar biasa, bagaimana raja kediri memiliki tulisan jangka jayabaya, pararaton yang ditulis era majapahit, ronggo warsito dengan primbonnya.

Dibidang pemerintahan. Ketika tokoh bangsa pernah mewacanakan bentuk pemerintahan "serikat", seolah hal itu mencontek paman sam yang berbentuk  serikat. Kita lupa akan sejarah, bukankah majapahit saa itu juga berbentuk negara serikat?  Sama dengan paman sam sekarang, jadi kita mau contek paman sam atau paman sam mencontek majapahit?

Dibidang seni suara. Tidak banyak bangsa yang memiliki nada lagu sendiri, jika selama ini anak2 bangsa ini selalu dididik do re mi fa so la si do ......,  maka alat musik jawa ato gamelan sudah menggunakan pelok dan slendro.

Dibidang teknik mesin dan industri. Jika kuliah di teknik mesin, maka akan ada pelajaran ilmu bahan atau metalorgi, maka akan di jelaskan terdapat ratusan jenia baja. Jika jerman sekarang dikenal dengan teknologi bajanya, maka  para empu jaman dahulu sudah membuat keris dan senjata lainnya dengan kualitas baja yang luar biasa.
Siapa yang tidak mengenal sejarah ekspedisi cina, pelayaran columbus, maka leluhur yang tinggal di pesisir, mereka sudah mampu menjelajah sampai ke hawai, buktinya ada kemiripan cara berhitung di hawai dan bahasa jawa.

Masih banyak lagi data dan informasi dalam bidang2 lainnya yang bisa di cari  untuk menjadi bukti kecerdasan dan kehebatan nenek moyang bangsa indonesia. Dan itu biarlah menjadi kajian doktoral generasi sekarang dan nanti.

Jadi, STOP MENJADI BANGSA MINDER. JIKA KITA ANAK BURUNG GARUDA, JADILAH BURUNG GARUDA, BUKAN MENJADI BURUNG EMPRIT.

Mereka (ronggo warsito) hidup di jamannya

Jika ulama dan ahli2 sekarang ini, era tahun 2000an menulis karya mereka dengan bahasa indonesia wajar, karena sebagian umatnya paham berbahasanya juga bahasa indonesia.

Misal mantan rektor IAIN/UIN pak quraish shihab dengan buku lentera hati, tafsir al misbah, pak komarudin hidayat dalam karyanya Memahami Bahasa Agama (1996)
Masa Depan Agama (1995), Tragedi Raja Midas (1998), Tuhan Begitu Dekat (2000), Wahyu di Langit, Wahyu di Bumi (2002), Menafsirkan Kehendak Tuhan (2003), Psikologi Kematian (2005) kebanyakan dalam bahasa indonesia, meski beliau2 pasti mampu menulis dalam bajasa arab yang baik sekali.

Keseharian mereka bisa dilihat dari cara berdoa yang terkadang masih 100%  berbahasa indonesia, dan terkadang juga masih campur bahsa indonesia dan bahasa arab. Bahkan saat khatib membacakan ceramah jumatpun masih menggunakan bahasa indonesia, dapat dijumpai di beberapa daerah masih menggunakan bahasa daerah masing2.

Artinya, dalam keseharian beragama, masyarakat indonesia saat ini tidak semua menggunakan bahasa arab. Apalagi untuk bahasa keseharian.

Seandainya 300 tahun nanti, karena ada kejadian luar biasa, sehingga bahasa nasional dan bahasa keseharian masyarakat kita bukan bahasa indonesia, dan kita hidup di masa itu, apakah kita akan mengatakan islam masyarakat yang hidup tahun 2000an itu islam indonesia? Karena banyak doa, dan aktivitas keagamaan menggunakan bahasa indonesia?

Begitu pula pandangan orang sekarang, yang hidup di tahun 2000an setelah bahasa indonesia menjadi bahasa nasional dan keseharian. Ketika kita memandang ronggo warsito yang hidup di tahun 1800an, dengan karya2nya (tulisan) dalam bahasa jawa, kemudian dengan mudahnya banyak orang mengatakan ronggo warsito itu "kejawen".

Seperti diketahui, ronggo warsito atau dikenal sebagai Raden Ngabehi Rangga Warsita lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa. Sewaktu muda ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Artinya apa? Beliau juga sangat mengenal islam.

Apalagi namanya sangat jawa sekali "ronggo warsito", seandainya ronggo warsito mengubah namanya dalam bahasa arab, dan karyanya dalam bahasa arab, akankah banyak orang sekarang masih mengatakan ronggo warsito itu kejawen?

Janganlah menggunakan ukuran diri kita untuk orang lain. Apalagi sudah beda masanya, sudah beda jamannya, dan tentu saja sudah beda sosial budaya nya.

Dan lebih menyedihkan lagi, ketika apapun berbahasa arab, kebiasaan arab, selalu disamakan dengan islam.

Kamis, 06 Oktober 2016

Kelas sosial itu memang pasti ada

Dalam beberapa hari ini pak bejo terusik hatinya, setelah seminggu jalan2 ke jakarta.  Berangkat dan pulang dengan pesawat, sampai jakarta tentu jalan2,  terkadang naik taxi, bus transjakarta, bahkan ojek.

Dapat tiket pesawat promo, murah, pastilah menyenangkan, bisa berhemat.  Dengan riang gembira akhirnya jadi juga pergi ke jakarta naik pesawat, sekaligus pulangnya.

Sejak keberangkatan di bandara,  sudah mulai tidak nyaman, karena harus diminta melepas jaket, ikat pinggang, bahkan melepas jam tangan, batinnya orang2 berseragam biru angkasa ini sepertinya tidak percaya sekali, di kiranya penyelundup narkoba atau teroris kali. Tapi akhirnya merasa lega karena ternyata semua penumpang di berlakukan sama.

Saat mau check in ternyata harus antri, dan dengan agak heran melihat perempuan cantik dimeja sebelah yang juga tempat check in juga, tapi sepi gak ada antrian, setelah lihat diatasnya ada tulisan "business class". Sepertinya enak ya kalau menjadi orang kaya atau pejabat yang punya tiket kelas bisnis, diistimewakan, gak pake antri, inginnya.

Setelah selesai check in pak bejo menuju ruang tunggu, meski harus melewati pemeriksaan lebih ketat oleh petugas berseragam biru angkasa, tapi sudah bisa untuk memaafkan dirinya.  Sesampai di ruang tunggu, kursi penuh, karena beberapa orang menempatkan tasnya dikursi, bahkan ada yang tiduran dikursi panjang. Dengan tetap mencari2 kursi kosong, sambil menggerutu "dasar orang2 egois", batinnya. Akhirnya dapat juga kursi kosong meski dekat bak sampah.

Begitu ada panggilan untuk masuk pesawat, ternyata dengan tiket ekonomi itu harus antri lagi, dilihatnya beberapa orang bisa langsung masuk melalui jalur khusus yang telah disediakan. Harus sabar, bisiknya dalam hati.

Akhirnya duduklah dikursi pesawat, tentu saja dengan pandangan yang terbatas oleh sandaran kursi didepannya yang sangat dekat. Saat sicantik lewat bagi makanan, pak bejo merasa senang sekali.

Begitu sampai soetta jakarta, mengambil barang harus sabar lagi, antri lagi, dilihatnya di sebelah, kelas bussines gak perlu antri lama2 dan menunggu di ruang yang nyaman.

Dengan tas yang berat, pak bejo berusaha mencari taxi, dilihatnya harus antri pula, sambil melihat2 kanan kiri, dicermatinya ada taxi warna hitam, dan gak ada antrian oanjang, ternyata taxi itu dengan mobil mewah. Pantas, gumannya.

Karena pengin tahu jakarta, di cobanya naik transjakarta, katanya murah bisa putar2 jakarta, memang benar, tapi capek juga berdiri dengan berdesak2an.

Tak mau penasaran nantinya jika sudah di kampung, di coba nya taxi grab, gojek, serta bajaj yang memiliki suara yang khas.

Puas menikmati jantungnya indonesia, tiba saatnya utk pulang kampung. Bersama2 tetangga minum kopi sambil merokok dengan angkat kaki sebelah. Berceritalah pak bejo, intinya di jakarta itu warga negara ada beberapa jenis, yang kaya itu warga kelas satu, karena akan ada pelayanan istimewa bagi yang kaya. Yang kelas satu itu yang kaya.

Selebihnya, warga yang kurang memiliki uang....biasanya harus antri, lama, berdesak2an, dan panas udaranya.

Dan di akhir cerita, pak bejo mengatakan "tetap enak menjadi kaya". Apalagi di negara yang praktek ekonominya sudah menerapkan kapitalis.

Akhir cerita, pak bejo mempertanyakan apakah hanya di swasta yang paling banyak membuat perbedaan kelas sosial seperti itu?...bukankah di birokrasi juga begitu? Bukankah mereka manusia? Terus iki piye?

Senin, 03 Oktober 2016

Maaf, orang miskin tidak boleh di jakarta

Pak Bejo:: mas nur, apa sih tugas negara itu? Kenapa juga harus dibentuk pemerintah daerah?

Mas Nur:: negara dibentuk itu untuk melindungi warganya, melindungi dari ancaman negara lain dan menjaga harkat martabat warganya. Tugas daerah itu untuk melaksanakan sebagian tugas pemerintah pusat. Sebagian itu maksudnya karena harus berbagi dengan pemerintah pusat, dan di daerahpun juga seringkali berbagi antar provinsi dan dengan kabupaten kota.

Pak Bejo:: terus masyarakat itu siapa? Apa hanya orang kota dan orang kaya?

Mas Nur:: tentu saja tidak. Semua penduduk negara itu adalah warga, dan mereka memiliki kedudukan hukum yang sama. Jadi tidak akan dibedakan antara orang kota dan orang miskin.

Pak Bejo:: kalau begitu, boleh dong orang miskin seperti saya ke kota? Apalagi ke jakarta? Sebab orang2 seperti saya ini seringkali diusir dari jakarta. Dengan alasan kami2 ini menjadi sampah kota, maksudnya karena kami kebanyakan jualan di trotoar atau jualan naik sepeda.

Mas Nur:: memang setiap wilayah kota ada aturannya. Baik larangan atau peruntukkan. Misalnya ada perda larangan daerah merokok. Tentu saja larangan ini tujuannya baik. Begitu juga dengan larangan berjualan di trotoar....sebagian pejabat berpendapat bahwa berjualan di trotoar akan menjadikan kota tidak rapi, kotor dan menimbulkan kejahatan, yqng pasti mengurangi hak pejalan kaki yang menggunakan trotoar. Tapi itu semua pilihan bagi pengambil kebijakan. Contohnya di jalanan malioboro yogya justru lain. Trotoar di pakai jualan, pejalan kakinya justru menikmati hal tersebut.

Pak Bejo:: maksudnya gimana?

Mas Nur: di jalanan malioboro yogya, pedagang kaki lima, penjual makanan kaki lima tidak di larang. Tapi justru itu semua menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke yogya. Pedagang2 itu, bahkan becak dan andongpun menjadi daya tarik wisatawan dan bukan dianggap pengganggu kenyamanan kota.

Pak Bejo:: mengapa jakarta tidak bisa seperti diyogya? Biar orang2 miskin seperti kami2 bisa berjualan juga?

Mas Nur:: itu semua kembali ke pilihan kebijakan penguasanya. Kalau di yogya itu bisa karena dahulu HB IX berprinsip tahta itu untuk rakyat. Beda dengan jakarta, selalu ingin tampil bersih, teratur, megah dan glamour meski warganya bisa jadi mengalami kesulitan dan tidak nyaman bagi orang miskin.

Pak Bejo:: kenapa tidak meniru yogya?

Mas Nur:: tidak semudah itu...karena dari awal sudah di sadari bahwa jakarta sebagai ibu kota negara harus tampil seperti kota2 lainnya yang ada didunia. Maksudnya, indikator kemajuan kota berdasarkan standar internasional. Dan itu diperkuat dengan konsultan pembangunan jakarta yang di dominasi oleh teknokrasi dibandingkan dengan budayawan. Lihat pembatas jalur busway, seperti tanggul selokan ditengah jalan raya.

Pak Bejo:: kamikan jualan di trotoar, pinggir jalan, terus ada yang beli, dan itu rame. Artinyakan ada pembeli dari segmen bawah yang selama ini tidak di perhatikan pemerintah DKI. Silahkan datang ke jln veteran di jam 6-8, banyak pegawai pemerintah yang membutuhkan sarapan, dan kebanyakan kami2 yang menyediakan. Terus kami dilarang, apa pejabat DKI itu juga sudah sarapan di rumah? Yang gak sempat sarapan di rumah bagaimana? 

M. Nur:: Tepat yang disampaikan Bapak, desain gedung perkantoran itu tidak semua dirancang ada kantinnya, apalagi kantin kelas bawah.

Pak Bejo:: terus solusinya gmn?

M. Nur:: pertama, desain gedung harus menyediakan kantin untuk semua tingkatan segmen; kedua, diijinkan jualan di trotoar pada jam tertentu, misal jam 5-9, setelah itu harus dibersihkan; ketiga, orang2 miskin jangan masuk jakarta semua. Orang miskin yang bekerja di gedung2 perkantaron dan juga penjualnya. Dan kebijakan yang terakhir itulah yang dipilih, itupun hanya untuk penjual.  Terus siapa yang menyediakan makanan murah bagi pekerja di gedung2 itu? Padahal penghasilannya standar UMR, bahkan di bawah UMR. Jadi ketika ada permintaan, maka akan berlaku penawaran.

Pak Bejo:: jadi, orang seperti kami2 ini bagaimana? Diusir dari jakarta? Solusi kongkritnya bagaimana?

M. Nur:: pilihlah pemimpin yang mengerti orang miskin, dan dekat dengan orang miskin. Jika tidak, maaf, orang miskin dilarang datang ke jakarta. Bisa jadi akan ada tulisan seperti di mall,  parkir VIP atau vale parking, check ini untuk kelas bisnis saat akan naik pesawat, kelas executive di bus atau kereta dan tempat2 lainnya. Sehingga, sangat mungkin jika salah pilih pemimpin, suatu saat akan ada tulisan "Maaf, jakarta hanya menerima orang kaya dan kaya sekali".

Pak Bejo:: semoga masih ada pemimpin yang dekat dengan rakyat miskin, dan mencintai rakyat miskin, karena keberadaan rakyat miskin itu suatu "kebenaran" adanya.