Kamis, 06 Oktober 2016

Kelas sosial itu memang pasti ada

Dalam beberapa hari ini pak bejo terusik hatinya, setelah seminggu jalan2 ke jakarta.  Berangkat dan pulang dengan pesawat, sampai jakarta tentu jalan2,  terkadang naik taxi, bus transjakarta, bahkan ojek.

Dapat tiket pesawat promo, murah, pastilah menyenangkan, bisa berhemat.  Dengan riang gembira akhirnya jadi juga pergi ke jakarta naik pesawat, sekaligus pulangnya.

Sejak keberangkatan di bandara,  sudah mulai tidak nyaman, karena harus diminta melepas jaket, ikat pinggang, bahkan melepas jam tangan, batinnya orang2 berseragam biru angkasa ini sepertinya tidak percaya sekali, di kiranya penyelundup narkoba atau teroris kali. Tapi akhirnya merasa lega karena ternyata semua penumpang di berlakukan sama.

Saat mau check in ternyata harus antri, dan dengan agak heran melihat perempuan cantik dimeja sebelah yang juga tempat check in juga, tapi sepi gak ada antrian, setelah lihat diatasnya ada tulisan "business class". Sepertinya enak ya kalau menjadi orang kaya atau pejabat yang punya tiket kelas bisnis, diistimewakan, gak pake antri, inginnya.

Setelah selesai check in pak bejo menuju ruang tunggu, meski harus melewati pemeriksaan lebih ketat oleh petugas berseragam biru angkasa, tapi sudah bisa untuk memaafkan dirinya.  Sesampai di ruang tunggu, kursi penuh, karena beberapa orang menempatkan tasnya dikursi, bahkan ada yang tiduran dikursi panjang. Dengan tetap mencari2 kursi kosong, sambil menggerutu "dasar orang2 egois", batinnya. Akhirnya dapat juga kursi kosong meski dekat bak sampah.

Begitu ada panggilan untuk masuk pesawat, ternyata dengan tiket ekonomi itu harus antri lagi, dilihatnya beberapa orang bisa langsung masuk melalui jalur khusus yang telah disediakan. Harus sabar, bisiknya dalam hati.

Akhirnya duduklah dikursi pesawat, tentu saja dengan pandangan yang terbatas oleh sandaran kursi didepannya yang sangat dekat. Saat sicantik lewat bagi makanan, pak bejo merasa senang sekali.

Begitu sampai soetta jakarta, mengambil barang harus sabar lagi, antri lagi, dilihatnya di sebelah, kelas bussines gak perlu antri lama2 dan menunggu di ruang yang nyaman.

Dengan tas yang berat, pak bejo berusaha mencari taxi, dilihatnya harus antri pula, sambil melihat2 kanan kiri, dicermatinya ada taxi warna hitam, dan gak ada antrian oanjang, ternyata taxi itu dengan mobil mewah. Pantas, gumannya.

Karena pengin tahu jakarta, di cobanya naik transjakarta, katanya murah bisa putar2 jakarta, memang benar, tapi capek juga berdiri dengan berdesak2an.

Tak mau penasaran nantinya jika sudah di kampung, di coba nya taxi grab, gojek, serta bajaj yang memiliki suara yang khas.

Puas menikmati jantungnya indonesia, tiba saatnya utk pulang kampung. Bersama2 tetangga minum kopi sambil merokok dengan angkat kaki sebelah. Berceritalah pak bejo, intinya di jakarta itu warga negara ada beberapa jenis, yang kaya itu warga kelas satu, karena akan ada pelayanan istimewa bagi yang kaya. Yang kelas satu itu yang kaya.

Selebihnya, warga yang kurang memiliki uang....biasanya harus antri, lama, berdesak2an, dan panas udaranya.

Dan di akhir cerita, pak bejo mengatakan "tetap enak menjadi kaya". Apalagi di negara yang praktek ekonominya sudah menerapkan kapitalis.

Akhir cerita, pak bejo mempertanyakan apakah hanya di swasta yang paling banyak membuat perbedaan kelas sosial seperti itu?...bukankah di birokrasi juga begitu? Bukankah mereka manusia? Terus iki piye?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar