30 tahun lalu sebagian orang masih merasakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) hanya sebatas otomatisasi administrasi perkantoran. Dapat dilihat berjamurlah sistem informasi manejemen (SIM), seperti SIM kepegawaian, keuangan, pergudangan dan SIM lain2nya.
Tapi, sejak 15 tahun terakhir ini, banyak hal baru muncul karena penggunaan TIK dalam berbagai bidang bisnis, selain untuk administrasi perkantoran.
Awal tahun 2000, mulai berkembang perusahaan e-commerce. Tiba2 ada konglomerasi baru yang awalnya hanya jualan buku, terus berkembang dan berkembang jualan apa saja, yaitu amazon.com. Puluhan ribu pelaku bisnis di dunia meniru model bisnis amazon,com. Dari sisi pemerintah, tentu saja sangat berkepentingan dengan pajak badan usaha. Pajak badan usaha e-commerce ini belum selesai di atur oleh pemerintah, muncul model bisnis baru yang berbasis TIK.
Bagaimana mungkin dibalik mesin pencari google dengan tampilan yang sederhana, ternyata ada potensi bisnis iklan yang luar biasa besarnya. Sekali lagi, pemerintah masih tergagap2 untuk menarik pajak dari google.
Disusul oleh kehadiran facebook yang terinstall disebagian besar smartphone masyarakat indonesia, berarti adanya potensi pajak iklan yang besar disana.
Belum selesai juga masalah pajak terhadap google dan perusahaan TIK lainnya, telah muncul model bisnis baru, yaitu layanan sewa motor dan mobil berbasis aplikasi. Gojek telah menjadi buah bibir untuk start up bisnis indonesia, selain gojek juga ada uber, grab dll. Terlihat nyata sekali bagaimana menhub jonan (saat itu) kesulitan untuk menangani bisnis sewa kendaraan berbasis aplikasi. Bahkan sampai sekarang bisnis tersebut masih nenyisakan permasalahan, khususnya saat beroperasi di bandara. Masalah tersebut karena regulasi yang ada belum mampu mengakomodir pengaturan atas dampak dari TIK.
Apakah TIK hanya mengubah relasi perusahaan dengan pemerintah? Bagaimana relasi perusahaan dan pegawai?
Ternyata relasi antara perusahaan dan pegawai berubah total, karena ternyata sebagian dari status pegawai berubah menjadi mitra, jadi mereka bukan pegawai tapi mitra. Apa artinya? Tidak berlaku hukum tenaga kerja, tapi berlaku hukum perjanjian kerjasama.
Sejauh ini apakah relasi tersebut sejajar dan saling menguntungkan? Bisa jadi ya, tapi untuk kedepan pemerintah perlu mengatur perjanjian relasi mereka.
Saat ini, jika perusahaan mengubah aturan secara sepihak, apabila mitra merasa di rugikan, silahkan mitra untuk memutus kerjasama. Karena memang mitra juga bisa membuat relasi lebih dari satu perusahaan dalam waktu bersamaan.
Artinya relasi tersebut benar2 tidak ada yang saling memaksakan, terbentuknya relasi karena tidak ada paksaan, jadi wajar pula kalau putusnya relasi tersebut juga tanpa ada paksaan.
Isu kedepan terkait relasi tersebut adalah dimana peran negara? Apakah perlu diatur? Sangat perlu, karena dalam relasi, harus memiliki kekuatan yang sama didepan hukum, jika tidak sebanding maka negara perlu hadir, hadir untuk melindungi silemah, agar tidak ada yang tertindas. Sama halnya dengan kepemilikan minoritas yang dilindungi dalam UU 40/07 tentang perseroan terbatas.
Pemerintah harus dapat mengantisipasi dengan kemajuan TIK dalam berbagai kehidupan masyarakat. Dari sisi politik, ekonomi, sosial dan budaya (poleksosbud).
Jika pemerintah terlambat hadir atau tidak hadir, terus ikipiye??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar