Kamis, 30 Juni 2016

Mudik dan kembali menemukan kemanusiaan

Mudik, tradisi pulang kampung saat hari raya idul fitri, merupakan budaya khas bangsa indonesia. Tidak banyak di negara2 lain yang memiliki budaya kumpul keluarga dalam hari2 besar tertentu. Kalau di paman man mungkin hampir sama dengan thanks giving. Di malaysia, meski penduduknya juga banyak yang muslim, tetapi tidak semeriah idul fitri di indonesia. Bahkan di arab saudi yang tempat islam itu lahir, kebiasaan idul fitri tidak seperti di indonesia, kebiasaan berkumpul dan bersilaturahmi dengan  saudara, kerabat dan teman.

Banyak hal kebiasaan sehari2 yang berubah total ketika ada mudik.

Jakarta yang biasanya rame, jalanan padat, tiba2 tampak sepi. Perilaku pengendarapun ikut berubah, aparat dalam menjaga lalu lintas juga berubah, bahkan cara membaca rambu2 lalu lintaspun ikut berubah.

Di jakarta di dalam jalan kecil dan gang atau di samping gedung2 tinggi biasanya akan padat warung kecil yang berhimpitan, tiba2 sepi,  bahkan tidak ada aktivitas sama sekali.

Dan anehnya, selalu diikuti berita kebakaran rumah warga di kawasan kampung2 kumuh jakarta. Dan biasanya aliran listrik serta kompor meledak yang selalu jadi kambing hitamnya. Paling mudah dijadikan alasan karena memang tidak akan ada yang protes.

Media televisi yang biasanya kurang memberi perhatian kepada jalanan dan tol, gerbang tol luar kota, stasiun, bandara, terminal dan pelabuhan, tiba2 menjadi tempat liputan live yang paling sering. Meski tetap kalah update dan kuantitasnya dengan berita bola.

Di kampung, yang biasanya sepi, tiba2 menjadi rame. Rumah2 warga akan tampak mobil parkir dengan plat B (betawi). Setiap warga ketemu akan tampak saling bersalam2an.

Meski lebaran di kampung tidak lama, tapi tetap diusahakan untuk bisa ketemu dengan saudara dan kerabat dan teman. Sehingga disela2 waktu yang sempit, capek, biasanya mereka masih tetap semangat bersilaturahmi.

Saat mereka bertemu saudara, kerabat dan teman2 lama...mereka seakan telah menanggalkan egoisme diri yang selama ini melekat di keseharian saat di jakarta. Sifat loe2, gue2 yang identik dengan individualisme warga jakarta.

Kemanusiaan mereka menyala kembali saat kampung halamannya menunjukkan sifat kekeluargaan, keramahan dan kepedulian yang selama ini terkikis di kerasnya kehidupan jakarta.

Kampung halaman dengan segala budaya kemanusiaan yang memanusiakan telah mampu melakukan cas/isi ulang benih2 kemanusiaan yang hampir padam. Disadari atau tidak, kemanusiaan itu akan mampengaruhi keseharian selanjutnya saat kembali ke hutan rimba beton, kampungnya si pitung, jakarta.

Mudik, obat tumbuh kembang kemanusiaan dari budaya leluhur.

Selamat bermudik....selamat menemukan kembali kemanusian....selamat merayakan idul fitri. Barakallohu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar