Sabtu, 27 Februari 2016

Seandainya soetta tanpa air dan tanpa listrik

Selama ini seringkali disampaikan betapa pentingnya air. Dari teori kebutuhan air untuk tubuh, untuk kebutuhan rumah tangga dan untuk lingkungan.

Bahkan begitu pentingnya air, ada aturan di konstitusi. Bahkan pengelolaan air diprioritaskan kepada BUMN/D, dan swasta diberi ijin pengelolaan tapi dengan syarat yang sangat. Hal ini bisa dilihat dalam putusan MK tahun 2014 terkait pembatalan UU 7/2004 ttg sumber daya air.

Sudah banyak program pemerintah untuk pengelolaan air bagi masyarakat. Bahkan pernah ada program air siap minum dikawasan bandara soetta dengan menempatkan kran air siap minum di beberapa tempat di kawasan bandara. Tapi sepertinya program itu tidak begitu sukses. Jelas tidak akan jalan, mereka lupa, orang2 yang berkunjung ke bandara hampir semua orang2 mampu.

Tapi, betulkah  security penyediaan air bersih secara keseluruhan dibandara sudah menjadi perhatian khusus oleh pengelola bandara? Apa jadinya jika suplai air bersih dari PDAM kota tangerang ke bandara soetta berhenti 24 jam?

Sekarang ada program baru di kawasan bandara soetta, yaitu penyediaan listrik untuk ces HP. Sepertinya program tersebut sukses, hal ini bisa terlihat dari banyaknya pengguna, dan bergerombol untuk itu.

Bahkan dibeberapa tempat, bagi yang ingin ces HP sambil tetap menggunakan HP nya, mereka rela duduk dilantai. Bahkan ada yang duduk dekat bak sampah. Suatu keadaan yang menggambarkan, betapa masyarakat kota, khususnya yang di bandara sangat membutuhkan listrik.

Yang membutuhkan listrik tentu saja bukan hanya pengguna bandara, tapi juga pengelola bandara. Apa jadinya, jika tiba2 listrik utama dan cadangan di bandara soetta off 24 jam? Pasti semua penerbangan tertunda. Tapi betulkah security energy listrik sudah menjadi bagian yang penting bagi pengelola bandara?

Seharusnya semua sudah terlaksana, bukan hanya telah dipikirkan. Semoga....

Jakarta menunggu ARS

Meski untuk menuju stasiun kereta api di kota medan harus berjibaku dengan kemacetan, langsung terbayar begitu masuk stasiun, semua langsung berubah. Udara bersih dan sejuk, apalagi penjelasan petugas stasiun yang ramah, menambah rasa nyaman di stasiun.

Setelah mendekati loket untuk membeli tiket airport railink services (ARS), petugas yang cantik langsung menyapa dengan pelayanan yang ramah dan informasi yang cukup jelas, menjadi kesan, bahwa pengelolaan stasiun ini begitu berbeda dengan penjualan tiket2 lainnya.

Jika kebanyakan stasiun dan penjualan loket selalu menutup dengan kaca, dengan lubang kecil untuk berkomunikasi, tapi tidak di stasiun kota medan ini. Pandangan mata yang luas karena tidak adanya (kaca)  pemisah dengan petugas loket, membuat komunikasi dengan petugas terasa nyaman dan dekat.

Begitu masuk ARS , terkesan bersih dan mewah, apalagi banyak nya kursi yang kosong. Menambah kenyamanan ARS ini. Meski harus membeli tiket 100 ribu untuk 35 menit perjalanan, cukup wajar dan terasa tidak rugi.

Memang baru pertama di indonesia, kereta yang menghubungkan bandara debgan kota. ARS di kota medan menghubungkan  bandara dengan stasiun dikota medan. Sekarang ini, sedang dalam proses pelaksanaan pembangunan  kereta api yang menghubungkan bandara soetta dengan jakarta.

Dan semoga, dapat mengurangi kemacetan dari dan ke bandara soetta, dan tentu saja memberikan kenyamanan bagi pengguna kereta nantiny. Semoga....

Kualanamu bukan cermin kota Medan

Terkesan teratur, bersih, mewah dan futuristik saat pertama menginjakkan kaki di bandara kualanamu medan. Luasnya kawasan bandara dan banyaknya pengguna memperlihatkan kehidupan yang dinamis dan multikultur.

Setelah beranjak meninggalkan bandara dengan taxi resmi bandara, berceritalah sopir taxi tentang temannya yang ditangkap polisi karena memimpin demo di bandara, demo karena banyaknya taxi gelap di bandara.

Mengapa sudah ada taxi gelap di kawasan bandara? Padahal di kawasan bandara ini sudah tersedia armada taxi yang banyak sekali dan sudah ada kereta menuju kota medan (airport railink services). Artinya, kebutuhan pengguna akan tetap terpenuhi.

Pasti jawaban logis, taxi gelap/tak berijin pasti lebih murah. Wajar, karena mereka tidak membayar mengurus perijinan, bahkan tidak bayar pajak badan usaha.

Sesampai di kawasan kota medan, sedikit sekali terlihat kawasan perkotaan yang bersih dan tertata rapi. Yang ada justru sepanjang jalan banyak mobil parkir dan beberapa jalan tidak terlihat trotoar untuk pejalan kaki.

Disiang hari di kawasan kota lama medan yang identik dengan kawasan pertokoan , keadaan lebih parah. Sepanjang jalan mobil2 berhenti dan parkir. Apalagi ditambah dengan banyaknya becak motor, menambah keadaan semakin tidak teratur.

Kesan pertama rapi, bersih dan teratur saat di bandara kualanamu, langsung hilang dalam waktu kurang 1 jam setelah sampai kota medan. Apakah taxi gelap cerita sopir taxi tadi juga cerminan kota medan? Terus, ikipiye?

Sabtu, 20 Februari 2016

Tivi, medsos dan modal sosial

Jika dahulu sekali, untuk menghancurkan suatu negara, yang dominan harus dengan kekuatan fisik, perang, meskipun sekarang juga masih seperti begitu (irak, libya dan beberapa negara yang digempur paman sam n pren).

Tetapi, saat ini, perang dengan budaya juga tidak kalah pentingnya, dengan mengubah kebiasaan2 di masyarakat. Tidak bisa dipungkiri, teknologi informasi dan komunikasi (ICT) berkembang pesat dari paman sam dan eropa. Maka tidak heran jika acara tivi banyak yang import dari sana, apalagi film. Bagi paman sam sendiri, ekspor terbesar yaitu dari royalti film, kedua dari jualan senjata.

Nusantara ini memang kaya sekali akan berbagai makanan, hal ini bisa dilihat banyaknya resep2 makanan dan berbagai rempah sebagai bahan masakan. Sehingga wisata kuliner itu menjadi trend sekali, dan bahkan sekarang menjadi komoditas dan kebanggaan unggulan bagi daerah.

Bisa dilihat hampir diseluruh kota besar Indonesia, selalu ada McD, suatu hal yang tampak,  bahawa makan di McD telah menjadi gaya hidup. Ketika mulai masuk McD, tanpa disadari,  kebiasaan dan perilaku pelanggan langsung berubah. Berubah mengikuti aturan dan kebiasan di McD. Hal ini bisa dilihat bagaimana cara markir mobil, menuju pintu masuk, memesan dan membayar makanan, mengambil saos dan cuci tangan hingga membuang sampah. Dan tidak bisa dipungkiri hebatnya McD, pelanggan mau melaksanakan tanpa disuruh. Tanpa ada paksaan,  kekuatan McD mampu mengubah budaya makan masyarakat nusantara ini.

Dan apa hanya McD yang telah mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia? Masih banyak lainnya. Dari kebiasaan pesta, cara makan dipesta,  berpakaian, bahkan terakhir dengan semaraknya LGBT.

Perubahan budaya ini tentu saja tidak lepas pengaruh tivi dan medsos. Bagaimana pemilik modal besar dengan belanja iklan yang luar biasa besar, telah mempengaruhi masyarakat tentang cara hidup dan gaya hidup.

Bangsa kita sekarang memang terlalu sibuk dengan pembangunan infrastruktur, tapi untungnya masih ada program revolusi mental. Dengan gerakan perubahan revolusi mental, agar bisa mempertahankan  budaya luhur nenek moyang bangsa ini.

Nusantara ini memang kaya sekali akan berbagai makanan, hal ini bisa dilihat banyaknya resep2 makanan dan berbagai rempah sebagai bahan masakan. Sehingga wisata kuliner itu menjadi trend sekali, dan bahkan sekarang menjadi komoditas dan kebanggaan unggulan bagi daerah.

Bukankah masih banyak kearifan lokal yang masih tetap mampu bertahan, meski mendapat tekanan sosial ekonomi.

Dan sebelum terlambat, negara harus hadir membantu mempertahankan, bahkan mengembang kekuatan budaya sebagai modal bangsa.

KEWAJIBAN asasi manusia.

Sudah sebulan ini, bangsa yang terkenal toleran disibukan dengan hak asasi manusia (HAM). Kalau dulu sekali,  TNI dan POLRI selalu disudutkan dengan HAM di timor timur, aceh, papua, dan beberapa kejadian lainnya.

Tapi sekarang ini, bangsa yang sudah terbiasa berbhinneka, sedang sibuk atau lebih tepatnya disibukan dengan LGBT. Banyak yang beragumen bahwa LGBT itu adalah HAM karena bawaan genetis, bukan penyakit.

Dari sekian ratus/ribuan diskusi HAM, atau mereka yang beragumentasi dengan HAM, mengapa mereka tidak pernah menjelaskan KEWAJIBAN asasi manusia?

Kalau ada HAK maka akan timbul KEWAJIBAN.  Jangan hanya nuntut  HAK tanpa tahu dan tidak mau tahu KEWAJIBANnya.

Kalau sudah begini, iki piye?

*tulisan ini terinspirasi oleh tulisan cak nun dlm buku markesot bertutur lagi, mizan, 2013, hal. 106 & 111

Pelangi itu telah diambil paksa

Seperti ada rasa malu ketika mau menjelaskan pelangi ke anak2. Jika dahulu setiap menggambar gunung, biasanya akan menjadi lebih indah jika diberi pelangi. Dan sekarang dalam lukisan itu menjadi ada kesan bersalah, bahkan berdosa, mengapa menggambar pelangi?

Jika niat awal dahulu ikut mengabadikan keindahan pelangi yang merupakan ciptaan tuhan, sekarang sudah tidak bisa. Sudah ada kelompok yang mencuri gambar pelangi itu. Kenapa seolah2 pelangi itu menjadi milik mereka (LGBT)? Dan menggambar pelangi itu seolah2 terkesan ikut mendukung mereka?

Bukankah pelangi itu ciptaan tuhan? Milik kita bersama, mengapa mereka mengambil. 

Kalau sudah begini, bagaimana kita menjelaskan kepada anak2 kita yang dengan bahagia dan bangga bisa menggambar pelangi.

Terus iki piye?

Kalijodo, seperti air mengalir

Keberhasilan penggusuran tempat prostitusi kalijodo (nantinya),  yang sekarang lagi genjar2nya di bicarakan media masa, bahkan menjadi topik utama di medsos jangan menjadi masalah bagi kabupaten/kota disekitar jakarta. Jangan sampai PSK yang tadinya tinggal di kalijodo akhirnya hanya pindah tempat.

Seperti air mengalir, jika ada kebutuhan, keinginan dan akhirnya terjadi hukum permintaan penawaran, maka ruang gerak prostitusi (PSK & geng) hanya akan bergerak mengalir mencari tempat yang sesuai.

Dan siapkah kabupaten kota di sekitar jakarta mengantisipasi ini? Jika biasanya bogor dan depok mengirim masalah air banjir ke jakarta, sangat mungkin sebentar lagi jakarta akan mengirim masalah lainnya.

Meskipun dengan alasan normatif penggusuran di kalijodo adalah pelarangan tinggal di daerah hijau, tetapi permasalahan mendasar terkait  prostitusi di kalijodo harus tetap diselesaikan. Janganlah mengatasi masalah dengan memindahkan masalah.

Kalau sudah begitu, iki piye?

Minggu, 14 Februari 2016

Air minum dan air mata

Pak tua lagi mikir, Orang2 kaya di menteng membeli air pdam berapa ya harganya? Dan berapa teman2 dikawasan padat penduduk, misalnya penjaringan jakarta utara, gunung kidul? Karena ternyata mereka membeli air minum dengan menggunakan truk tangki bahkan dengan diregen.

Mengapa orang kaya menteng dan orang kaya di kawasan elit kota2 besar lainnya bisa membeli air dari pdam lebih murah? Bahkan bisa dilihat, air pdam digunakan untuk mencuci mobil dan menyirami taman.

Yang pasti karena kebijakan publiknya, atau kebijakan politiknya telah memutuskan untuk membangun saluran perpipaan air pdam lebih cenderung di perkotaan, khususnya diawal pembentukan kota. Dan itu berlangsung dari waktu ke waktu. Apalagi tarif pdam tidak begitu jauh harganya bagi yang tinggal di kawasan elit dengan yang di kawasan padat penduduk.

Ketika sekarang ini sebagian besar masyarakat tingkat bawah harus membeli air dengan air mata,  dimana kehadiran negara?  Bukankah bumi dan air sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat?

Jumat, 12 Februari 2016

Taksi solo

Saat pak tua di solo, mau kebandara naik taksi. Bertanyalah pak tua ke sopir taksi "sepertinya di solo gak ada taksi blue bird ya Pak?". Dengan panjang lebar dan semangat driver taksi menjelaskan mengapa taksi blue bird tidak diberi ijin operasi di solo dan tentang taksi yang ada disolo.

Sekarang ini ada 6 operator taksi di solo dengan jumlah taksi sekitar 800 armada. Dan memang di solo bisa dengan mudah menemukan taksi yang stand by di jalan, di mall atau di hotel.

Soal keberadaan kendaraan/armada taksi oleh operator (perusahaan), ada berbagai macam cara, 1. modelnya koperasi, berbadan hukum koperasi, kendaraan di miliki oleh badan hukum koperasi tersebut; 2. PT tapi mirip koperasi,  berbadan hukum PT, tapi kendaraan milik perorangan, dengan sistem kerjasama, atau 3.  benar2 berbentuk PT, badan hukum PT, dan kendaaraan dimiliki oleh PT, seperti blue bird.

Soal model kepemilikan kendaraan sudah biasa di jakarta. Misal kosti, express dan blue bird.

Yang menarik, jika taksi blue bird masuk solo apa yang akan terjadi? Apakah akan mengalahkan operator taksi yang ada di solo? Apakah justru tidak akan menguntungkan konsumen karena adanya persaingan?

Dalam ketiga bentuk penyediaan armada oleh taksi, pengguna/konsumen sebenarnya tidak begitu peduli. Yang terpenting mendapatkan pelayanan yang baik, nyaman dan aman. Misalnya terkait dengan::
1. kebersihan. untuk membiasakan mobil selalu bersih, hal ini membutuhkan kebiasan  dan diaplin yang keras.
2. sikap driver. sopan santun dan kerapian berpakaian, juga membutuhkan pelatihan. Apalagi kalau dikaitkan dengan kemampuan berbahasa inggris.
3. kenyaman. Saat dijalanan pastilah bnyak hal yang dikuar kendali dan kontrol driver, ini membutuhkan kematangan emosi dalam bersikap.
4. keamanan. Tidak bisa dipungkiri, kejahatan yang terjadi di taksi karena adanya driver yang tidak bermoral, dan ini lebih sering karena adanya sopir tembak (sopir ganti tidak resmi).
5. dll.

Tapi jika dikaitkan dengan pengembangan usaha yang sehat, regulator/pemerintah harus bersikap adil dan bijak. Jangan sampai karena berusaha melindungi pengusaha asli daerah tapi tidak tercipta kebutuhan konsumen dan dari sisi internal perusahaan tidak adanya efesiensi dan efektifitas bagi perusahaan asli daerah tersebut. Sehingga justru merugikan masyarakan.

Memang perusahaan taksi blue bird bukan lawan tanding pengusaha taksi daerah, tapi bukan berarti tidak ada upaya persiapan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dengan selalu meningkatkan mutu layanan. Sehingga pada masanya siapapun pengusaha taksi boleh masuk.

Seandainya taksi yang berasal dari sekitar solo mampu memberikan kebutuhan konsumen dibandingkan taksi solo, maka akan sulit juga dibendung untuk tetap memonopoli. Sama seperti taksi tangerang, bekasi, depok yang beroperasi di jakarta. Butuh kerjasama antar daerah.

Kalau sudah dimulai dari pemikiran kedaerahan, terus bagaimana bisa menyediakan pelayanan publik di daerah perbatasan dan yang memang harus membutuhkan kerjasama dalam membangun daerah.

Dulu Belanda dan VOC bisa menguasai nusantara ini karena orang2 pribumi sendiri yang belum bisa bersatu. Masih mau menang sendiri. Apakah ini akan terulang kembali? Terus iki piye to?

Kamis, 11 Februari 2016

Kami memang bayar murah

Sekali lagi ini cerita tentang bandara soetta terminal 3, yang masih termasuk baru. Setelah sekian kalinya harus menunggu di ruang  keberangkatan domestik lantai 2 yang bersebelahan dengan keberangkatan internasional, terasa sekali penuhnya ruang tunggu ini. Ini terjadi biasanya ada penerbangan yang delay.

Memang, bisa jadi kalau tidak delay, tidak akan terjadi penumpukan penumpang. Tapi bukankah hal sejelek apapun harus diantisipasi, seperti halnya pengamanan bandara telah melakukan antisipasi terhadap teroris.

Saat terjadi kepadatan dan ketidaknyaman diruang tunggu, akhirnya terpikirkan, benarkah ruang tunggu di terminal 3 ini sudah tidak mampu menampung penumpang? Coba diamati, lantai dasar terminal ini sebagian besar ruangnya untuk apa? Apakah untuk ruang tunggu penumpang?

Begitu juga saat ke lantai 2, apakah benar keseluruhan ruangnya digunakan  untuk ruang tunggu keberangkatan? Dengan kasat mata, akan terlihat dengan mudah toko2, lumayan banyak dan luas. Coba bandingkan luasnya dengan ruang tunggunya. Apalagi jika dibandingkan secara keseluruhan lantai dasar dan lantai dua antara yang digunakan untuk ruang tunggu, kantor dan toko.

Tidak bisa dipungkiri, pemilik toko telah bayar mahal, jd sepertinya dianggap wajar saat mereka bisa mendapatkan fasilitas tersebut.  Bandingkan dengan penumpang yang bayarnya cuma puluhan ribu.

Yang perlu diingat, jumlah penumpang  banyak meski bayarnya sedikit, dan karena alasan adanya penumpang tersebut, bandara ini dibuka.

Jadi, akankah fasilitas, sarana dan prasarana penumpang dianggap kurang prioritas untuk dipenuhi?

Akankah terminal 3 ultimate yang sedang dibangun, yang rencananya Mei nanti dioperasionalkan akan dipenuhi dengan toko2?

Senin, 08 Februari 2016

Penguatan Struktur, kultur atau keduanya

Banyak cara membangun bangsa, dan setiap pergantian pemerintahan memiliki pilihannya masing2.

Dalam seminggu ini banjir terjadi di beberapa daerah, kota pangkal pinang, medan, dan beberapa kota lainnya. Di purworejo sudah ada tanah longsor.

Dan sebulan terakhir ini Polri dan BNN telah melakukan operasi narkoba secara besar2an di kampung2 narkoba di jakarta. Hingga terdapat anggota polri yang meninggal dalam operasi tersebut.

Bahkan kemaring di yogyakarta sekitar 20an warga yang sebagian besar mahasiswa meninggal setelah minum2an keras.

Dan masih banyak lagi kejadian disekitar kita, yang seharusnya tidak perlu terjadi
...
Setelah pemerintahan orde baru berkuasa,  pembangunan melalui penguatan struktur terus menjadi2....dan disisi lain melemahkan kultur yang telah sekian lama dimiliki masyarakat.

Penguatan struktur disini diartikan penguatan peran birokrasi dan aparat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Seperti penguatan polri dan satpol PP dalam menjaga ketertiban masyarakat, penguatan birokrasi dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dll.
Dan tanpa terasa, terjadi pelemaham kultur2 yang ada di masyarakat, beberapa sudah mulai menghilang....bahkan justru menjadi asing ketika akan dilaksanakan lagi. Contoh kultur disini seperti gotong royong dalam menjaga ketertiban lingkungan, penghijauan, bahkan dari ketidakamanan.

Seandainya kesadaran masyarakat di daerah purworejo yang telah terjadi longsor tersebut masih tinggi tentang kepedulian lingkungan, gotong royong dalam penghijauan, kebersamaan menjaga lingkungan, akankah terjadi tanah longsor?

Seandainya kebiasaan dan kultur masyarakat untuk mengamankan lingkungan bersama masih ada, apakah akan terbentuk kampung2 narkoba yang kemarin dirazia polisi?  Sebab masyarakat pasti  akan melarang terbentuk kampung2 narkoba sejak dini. Atau karena kultur dimasyarakat yang tidak mampu menahan dorongan struktur yang mendukung terbentuknya kampung narkoba?

Hal sama dengan di yogya tersebut. Seandainya masyarakat yang baik (kultur baik) mau bertindak, akankah ada korban sampai begitu banyaknya? Atau karena orang2 baik tersebut tidak mau ambil tindakan, mencari mudahnya saja, karena berpikirnya sudah urusan masinh2, atau menghindar karena akan berhadapan dengan struktur yang akan melindungi para peminum tersebut?

Pernah ada penelitian, kebanyakan orang baik yang hanya diam dan tidak bertindak ketika melihat kejahatan dan kedzoliman yang dilakukan oleh sedikit orang, maka dampaknya sudah luar biasa. Maka kejahatan dan kedzoliman akan semakin besar.

Kalau begitu, seandainya struktur negara ini dikuatkan, tapi dengan pelemahan budaya baik pada masyarakat, akankah struktur negara ini mampu mengurus masyarakat?

Misalnya, jika kepolisian diperkuat, tapi tidak didukung budaya baik masyarakat, apakah  polisi bisa menghilangkan bandar narkoba? Bukankah bandar narkoba itu sendiri telah menyatu, bahkan dilindungi masyarakat? Hal yang sama juga dengan pembuat dan penjual minuman keras di yogya tersebut. Seandainya masyarakat yang memiliki budaya baik mau dan berani bertindak, maka tidak perlu ada satpol PP dan  polisi,  pasti masyarakat sudah melarang dari awal.

Begitu juga dengan kejahatan  dan kedzoliman lainnya, sepertinya masyarakat sudah kurang peduli lagi. Bahkan terkesan menyerahkan urusan tersebut kepada struktur pemerintahan, entah itu birokrasi, satpol PP, polisi atau struktur pemerintahan lainnya.

Kalau sudah begitu, akankah bangsa ini akan terus membangun melalui struktur saja? Dan meninggalkan pembangunan kultur/budaya masyarakat? Atau seharusnya tetap menjaga kesimbangan diantara kedua cara pembangunan tersebut. Keseimbangan pembangunan melalui penguatan struktur dan kultur.

Bukankah pembangunan itu oleh dan untuk masyarakat?

Sabtu, 06 Februari 2016

Kerjasama atau tidak kerjasama

Wajar, bahkan "harus" suatu bangsa untuk melakukan kerjasama dengan bangsa lain. Adakah suatu bangsa yang tidak melakukan kerjasama dengan bangsa lain? Tidak ada. Korea Utara pun tetap menjalin kerjasama dengan rusia dan cina.

Presiden soekarno saat itu pernah membina hubungan kerjasama dengan amerika dan eropa, bahkan dengan uni soviet. Meskipun akhirnya membentuk kerjasama negara2 non blok. Dan hingga sekarangpun, pemerintahan tetap melakukan kerjasama, meski dengan kadar kedekatan yang berbeda-beda.

Masalahnya adalah apakah yang akan diperoleh oleh bangsa dan rakyat indonesia
dalam kerjasama?

Saat presiden jokowi melakukan kerjasama dengan cina untuk membangun kereta cepat jakarta bandung, banyak pro kontra. Wajar saja, karena proyek yang besar itu terkesan buru2, kurang koordinasi dengan K/L lainnya dan kurang terbuka.

Apa yang diperoleh bangsa indonesia dan rakyat indonesia dari kerjasama dengan jepang? Apa yang diperoleh dengan kerjasama dengan amerika? Inggris, atau belanda, atau negara2 lainnya?

Alasan pokok mengapa harus kerjasama dengan bangsa lain adalah adanya transfer pengetahuan dan  teknologi. Sumberdaya alam dan pangsa pasar dalam negeri hanyalah alat untuk menguatkan posisi tawar dalam kerjasama itu.

Transfer pengetahuan dan teknologi apa yang sudah diperoleh dari jepang? Amerika? Inggris? Atau negara lainnya? Pengetahuan dan teknologi mana yang terbanyak dan terbesar yang kita peroleh dari mereka?

Toyota yang sudah lama di indonesia, dalam puncak kejayaannya ternyata lebih mengutamakan modalnya untuk membangun perusahaan pembiayaan. Padahal bagi rakyat indonesia, lebih tepat kalau untuk membangun pengolahan bahan2 industri otomotif dalam negeri dengan mengembangan UMKM sebagai mitra dalam transfer pengetahuan dan teknologi. Tapi nyatanya hal tersebut tidak banyak terjadi.

Bagaimana freeport sudah puluhan tahun mengambil isi diperut bumi papua indonesia, tapi pengetahuan dan teknologi apa yang diperoleh bangsa ini?

Dahulu menristek habibie pernah kerjasama dengan spanyol untuk membuat pesawat CN 235, dan sudah mulai ada hasilnya. Transfer pengetahun dan teknologi serta memperoleh manfaat ijin sertifikasi melalui spanyol. Hal yang perlu dipelajari dan dicontoh.

Harusnya kita bisa meniru cina, bagaimana mereka dari tahun 1987, atau 30 tahun sudah mampu membangun industri otomotif,  elektronik, baja dan pertahanan. Prinsip pokok yang diterapkan cina adalah, semua yang masuk ke cina harus melakukan transfer pengetahuan dan teknologi, atau tidak perlu investasi ke cina. Dan pilihan itu dengan tegas diterapkan.

Maka sekarang bisa dilihat bagaimana produk2 cina dari semua hal membanjiri dunia, termasuk ke amerika. Bahkan belakangan ini produk2 elektronik jepang sudah mulai kalah bersaing dengan produk2 cina. Yang lebih luar biasa adalah, saat ini begitu banyak perusahaan besar dunia sudah dibeli oleh cina, diantaranya yaitu motorola dan lenovo.

Kembali ke judul diatas, bangsa indonesia harus selalu kerjasama dan harus mendapatkan transfer pengetahuan dan teknologi, atau tidak usah kerjasama jika tidak mendapatkan hal tersebut. Masih banyak bangsa2 didunia ini yang mau berbagi dan maju bersama2.

Jika tidak, maka siap2 menjadi kuli di negeri sendiri, dan kuli juga di negara lain.




Gaji DPRD CEKAK

Cak imin, menyatakan gaji DPRD cekak. (Merdeka.com, jumat, 5 Pebruari 2016) Suatu pernyataan yang menarik dan patut dicermati. Apa betul hal tersebut?

Tidak ada yang lebih menarik dan membingungkan selain bicara gaji dan penghasilan di Indonesia, khususnya bagi pejabat negara, pejabat daerah,  pegawai negeri dan organ di BUMN/D serta karyawan di BUMN/D.

Pertanyaan mendasar adalah, Mengapa pejabat negara dan pejabat daerah gajinya justru lebih kecil dibandingkan dengan direktur BUMN/D? Mengapa pegawai K/L tertentu diberi remunerasi besar? Yang lainnya tidak. Kenapa direktur di BUMN/D tertentu diberi gaji besar? 

Apa karena resiko nyawa? Apa karena kelangkaan profesi? Apa karena uang yang bisa diperoleh/dikumpulkan oleh lembaganya? Atau apa karena jumlah uang yang dikelola?

Di pegawai negeri, bisa dilihat bagaimana pejabat dan pegawai ditjen pajak gajinya sangat besar jika dibandingkan dengan TNI dan POLRI. Dan di ditjen pajak masih mengenal semacam bonus jika kinerja untuk mengumpulkan uang pajak (bersifat kuantitatif) tersebut terpenuhi.

Bagaimana jika TNI dan POLRI berhasil melaksanakan tugasnya? Apa mendapatkan bonus? Bagaimana menghitung seandainya POLRI telah melaksanakan tugasnya dalam menjaga ketertiban dengan baik sekali sehingga bisa diberikan bonus. Apa karena tidak bisa menghitung kinerja POLRI tersebut kemudian tidak diberikan bonus?

Dirut BPJS menurut berita gajinya lebih dari 500 jt perbulan. Suatu hal yang fantastis bagi masyarakat tingkat bawah. Sebab mereka bekerja seumur hidupnya juga belum tentu bisa memperolah apalagi mengumpulkan uang sebanyak itu. Apa alasanya sehingga dirut BPJS sebesar itu? Apa karena jumlah uang yang dikelola? Atau uang yang dihasilkan BPJS? Apalagi gaji mereka tidak 12 bulan, rata2 BUMN/D gajinya 15 bulan, bahkan bisa 17 bulan.

Jika semua dasar pemberian gaji dan penghasilan karena selalu dikaitkan dengan uang yang di kelola dan uang yang diperoleh oleh suatu organisasi, maka kasihan sekali pejabat dan oegawai  K/L, organisasi tertentu yang memang tupoksinya bukan mengelola uang dan mencari uang. Seperti TNI dan POLRI yang tugasnya menjaga kemanan dan ketertiban
Dan juga K/L yang tugasnya hanya memberikan layanan publik.

Apakah kebijakan pejabat di kepolisian  dianggap tidak penting dibandingkan kebijakan di ditjen pajak? Apakah kebijakan  dirut BPJS lebih penting dibandingkan dengan panglima TNI?

Bangsa ini sepertinya lupa mengkaitkan pemberian gaji dan pejabat yang paling startegis dalam mencapai tujuan negara tersebut. Bahwa tujuan negara adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum serta ikut menjaga ketertiban dunia. Semestinya, pejabat yang kaitannya dengan tujuan tersebut menjadi prioritas.

Bagaimana dengan DPRD? apakah DPRD bukan lembaga yang strategis? Sangat strategis sekali, hal ini bisa dilihat bagaimana seperti DKI yang memiliki APBD 70 T,  yang paling dominan menentukan arah kebijakan penggunaan dana tersebut adalah kepala daerah dan DPRD. Tetapi mengapa gaji mereka lebih kecil dibandingkan dengan eselon 3 di ditjen pajak? Padahal dampak kebijakan DPRD provinsi dan kab/kota juga sangat signifikan terhadap keberhasilan pembangunan daerah.

Penyair berkebangsaan  jerman Bertolt Brecht mengatakan "buta terburuk adalah buta politik. Orang yang buta politik tak sadar bahwa biaya hidup, harga makanan, harga rumah, harga obat, semuanya tergantung keputusan politik.......".

Jadi bagaimana dengan pernyataan cak imin? Sangat mungkin betul. Tetapi sebelum memberi kenaikan gaji DPRD,  sebaiknya harus dipersiapkan infrastrukturnya baik yang hard dan soft, khususnya menyangkut penggunaan,  kinerja dan pertanggungjawaban atas gaji DPRD tersebut.

Dan yang lebih penting adalah eksternalitas DPRD, yaitu pertama kemandirian keuangan parpol segera terwujud, sehingga sumbangan DPRD ke parpol menjadi berkurang bahkan tidak oerlu lagi; kedua pendidikan politik masyarakat, agar masyarakat merasa memiliki dan mau menghidupi/mendanai parpol, bukan sebaliknya, masyarakat berharap uang dari parpol dan anggota DPRD. Sebab, jika kedua hal tersebut belum terwujud, maka seberapa besar gaji dan penghasilan DPRD maka akan berkurang sehingga menjadi tidak mencukupi karena harus menyumbang ke parpol dan masyarakat.

Jumat, 05 Februari 2016

LPDP, uang itu imam atau makmum

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) baru saja menyelenggarakan LPDP EDU FAIR 2016 dengan tema world class education di gedung dhanapala komplek perkantaron kemenkeu.

Tidak ada yang perlu dipertanyakan dan di ragukan terkait dengan tujuan LPDP tersebut. Pasti baik untuk anak bangsa ini. Yang menarik adalah, mengapa LPDP dibawah kemenkeu? Mengapa tidak dibawah kemenpan-BR yang notabene ngurusi sumber daya manusia, khususnya ASN. Atau, mengapa tidak dibawah kementerian ristek yang sekarang ngurusin perguruan tinggi?

Ketika terkait anak bangsa yang bisa mendapatkan beasiswa, itu urusan pengembangan SDM? atau urusan dana untuk membiayainya? Kalau memang terkait dananya, maka apa bedanya kemenkeu dengan manajemen tukang sate dorong. Belanja daging,  potong daging, tusuk daging, jualan, bakarnya, menyajikan dan menerima pembayaran semua dikerjakan sendiri.

Ketika terkait urusan pengembangan SDM, diantaranya dengan memberikan beasiswa kepada anak bangsa, yang dominan itu terkait uangnya? Atau bidang urusannya? Bukankah uang sebagai pendanaan itu bersifat "makmum", mengikuti kegiatan dalam melaksanakan urusan.

Tapi mengapa, menjadi terbalik, menjadi terasa uang itu yang menjadi nomor satu atau imam, penggunaannya makmum? Apa  karena Kemenkeu bertugas ngurusin uang,  maka terkait penggunaan uang untuk urusan dana pendidikan/ beasiswa, maka wajar dibawah kemenkeu juga. Mengapa tidak sekalian penerimaan  dan manajemen ASN?, bukankah kemenkeu yang mengurusin uang untuk test CPNS dan gaji ASN nantinya? Apalagi gaji juga dikaitkan dengan kinerja ASN? 

Dan sepertinya,  analogi untuk urusan lain2nya juga sama.

Dalam pengelolaan uang, negara mengikuti konsep dan filosofi apa? Uang mengikuti fungsi? Atau fungsi mengikuti uang?

Teknis pengelolaan LPDP berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) pada Kemenkeu. Mengapa berbentuk BLU? mengapa tidak dibawah komponen yang bersifat satker biasa? Fleksibilitas apa sehingga harus berbentuk BLU?

Kebingunan ini sama saja dengan ketika menteri menpan-BR akhir tahun 2014 menyatakan bahwa ASN tidak boleh rapat di hotel. Ketika rapat di hotel, yang menjadi pokok urusan itu apa? Belanja/uang pemerintah tidak boleh dipakai untuk rapat di hotel? Atau ASN yang tidak boleh rapat di hotel? Sejauh ini, pengaturan ASN rapat hotel terkait dengan penyediaan anggaran yang di atur kemenkeu dalam bentuk standar biaya umum.

Kalau sudah begini, terus bagaimana? Yek opo rek.......

Kamis, 04 Februari 2016

Modern dengan budaya

Pembangunan terminal baru di soetta jika dilihat dari gambar2 didinding akan tampak megah sekali. Yang pasti, sudah terlihat saat ini adalah luasnya yang luar biasa. Luas dan tampak khas seperti bangunan bandara2 Indonesia saat ini. Di bangun dengan atap yang melengkung, yang disokong dengan pipa2 bundar dan di dominasi dinding kaca warna biru laut.

Terkadang timbul pertanyaan, apa karena pemiliknya sama? Angkasa pura yang merupakan  BUMN Indonesia, atau karena konsultan perencana atau arsitek nya sama? Atau memang model seperti itu yang lagi trend saat ini. Entahlah... gak pernah baca penjelasan itu.

Justru menjadi menarik saat ke bandara ngurah rai, dimana budaya bali dalam bangunan bandara tersebut?  budaya bangunan bali sedikit terlihat dalam ornamen2 kecil disela2 modernnya bangunan bandaran tersebut. Sehingga budaya bangunan balipun masih tampak kalah dominan dengan  modernnya bangunan bandara.

Itu bandara yang terletak di bali yang terkenal memiliki budaya yang tinggi, bagaimana dengan bandara2 di kota lain?  Sepertinya tidak nampak tercermin dari model bangunan bandara tersebut....lalu dikemanakan budaya kita? Apakah penggunaan warisan  budaya model bangunan dalam pembangunan bandara nantinya akan terlihat tidak maju bangsa ini?

Bukankah sama dengan kain batik, kain tradisional tersebut tetap tampak modern dan mewah ketika dibuat baju, meskipun dipakai dalam acara resmi kenegaraan. Artinya apa, kekayaan budaya Indonesia, jika diolah dan digunakan dengan tepat, tetap akan tampak modern dan mewah.

Negara harus hadir untuk melindungi kekayaan budaya bangsa....jangan sampai bangsa asing, apalagi kapitalis yang menentukan arah budaya anak2 bangsa ini.

Rabu, 03 Februari 2016

Menunggu di Soetta

Siang ini (4 pebruari 2016) ruang tunggu keberangakatan domestik bandara soetta terminal 3 luar biasa padatnya. Sekedar untuk jalan saja sulit sekali.

Yang menjadi masalah, tidak banyak layar monitor yang menampilkan status penerbangan. Lebih sering terdengar pengumuman yang lebih didominasi gemuruh dibandingkan dengan pesan yang akan disampaikan.

Banyak diantara penumpang yang saling tanya, bagaimana keadaan penerbangannya. Memang sebagian kecil para penumpang berdiri diruangan itu, dan yang pasti lebih banyak yang duduk dikursi, tapi yang duduk dilantai ternyata tidak sedikit juga.

Terbukti sebenarnya masyarakat Indonesia itu masyarakat yang sabar, nrimo dan tidak banyak menuntut. Tapi apa justru keadaan seperti ini yang akhirnya dimanfaatkan oleh para pengelola pemberi jasa publik? Terkesan membiarkan, sepertinya mereka tidak begitu memahami keadaan yang sebenarnya.

Tidak dapat dipungkiri, sekarang ini pengelolaan parkir bandara soetta sudah jauh lebih bagus. Tapi perlu kiranya....diberi form bagi pengguna untuk mengisi kepuasan selama menunggu di ruang tunggu bandara soetta.