Jumat, 12 Februari 2016

Taksi solo

Saat pak tua di solo, mau kebandara naik taksi. Bertanyalah pak tua ke sopir taksi "sepertinya di solo gak ada taksi blue bird ya Pak?". Dengan panjang lebar dan semangat driver taksi menjelaskan mengapa taksi blue bird tidak diberi ijin operasi di solo dan tentang taksi yang ada disolo.

Sekarang ini ada 6 operator taksi di solo dengan jumlah taksi sekitar 800 armada. Dan memang di solo bisa dengan mudah menemukan taksi yang stand by di jalan, di mall atau di hotel.

Soal keberadaan kendaraan/armada taksi oleh operator (perusahaan), ada berbagai macam cara, 1. modelnya koperasi, berbadan hukum koperasi, kendaraan di miliki oleh badan hukum koperasi tersebut; 2. PT tapi mirip koperasi,  berbadan hukum PT, tapi kendaraan milik perorangan, dengan sistem kerjasama, atau 3.  benar2 berbentuk PT, badan hukum PT, dan kendaaraan dimiliki oleh PT, seperti blue bird.

Soal model kepemilikan kendaraan sudah biasa di jakarta. Misal kosti, express dan blue bird.

Yang menarik, jika taksi blue bird masuk solo apa yang akan terjadi? Apakah akan mengalahkan operator taksi yang ada di solo? Apakah justru tidak akan menguntungkan konsumen karena adanya persaingan?

Dalam ketiga bentuk penyediaan armada oleh taksi, pengguna/konsumen sebenarnya tidak begitu peduli. Yang terpenting mendapatkan pelayanan yang baik, nyaman dan aman. Misalnya terkait dengan::
1. kebersihan. untuk membiasakan mobil selalu bersih, hal ini membutuhkan kebiasan  dan diaplin yang keras.
2. sikap driver. sopan santun dan kerapian berpakaian, juga membutuhkan pelatihan. Apalagi kalau dikaitkan dengan kemampuan berbahasa inggris.
3. kenyaman. Saat dijalanan pastilah bnyak hal yang dikuar kendali dan kontrol driver, ini membutuhkan kematangan emosi dalam bersikap.
4. keamanan. Tidak bisa dipungkiri, kejahatan yang terjadi di taksi karena adanya driver yang tidak bermoral, dan ini lebih sering karena adanya sopir tembak (sopir ganti tidak resmi).
5. dll.

Tapi jika dikaitkan dengan pengembangan usaha yang sehat, regulator/pemerintah harus bersikap adil dan bijak. Jangan sampai karena berusaha melindungi pengusaha asli daerah tapi tidak tercipta kebutuhan konsumen dan dari sisi internal perusahaan tidak adanya efesiensi dan efektifitas bagi perusahaan asli daerah tersebut. Sehingga justru merugikan masyarakan.

Memang perusahaan taksi blue bird bukan lawan tanding pengusaha taksi daerah, tapi bukan berarti tidak ada upaya persiapan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dengan selalu meningkatkan mutu layanan. Sehingga pada masanya siapapun pengusaha taksi boleh masuk.

Seandainya taksi yang berasal dari sekitar solo mampu memberikan kebutuhan konsumen dibandingkan taksi solo, maka akan sulit juga dibendung untuk tetap memonopoli. Sama seperti taksi tangerang, bekasi, depok yang beroperasi di jakarta. Butuh kerjasama antar daerah.

Kalau sudah dimulai dari pemikiran kedaerahan, terus bagaimana bisa menyediakan pelayanan publik di daerah perbatasan dan yang memang harus membutuhkan kerjasama dalam membangun daerah.

Dulu Belanda dan VOC bisa menguasai nusantara ini karena orang2 pribumi sendiri yang belum bisa bersatu. Masih mau menang sendiri. Apakah ini akan terulang kembali? Terus iki piye to?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar