Terkesan teratur, bersih, mewah dan futuristik saat pertama menginjakkan kaki di bandara kualanamu medan. Luasnya kawasan bandara dan banyaknya pengguna memperlihatkan kehidupan yang dinamis dan multikultur.
Setelah beranjak meninggalkan bandara dengan taxi resmi bandara, berceritalah sopir taxi tentang temannya yang ditangkap polisi karena memimpin demo di bandara, demo karena banyaknya taxi gelap di bandara.
Mengapa sudah ada taxi gelap di kawasan bandara? Padahal di kawasan bandara ini sudah tersedia armada taxi yang banyak sekali dan sudah ada kereta menuju kota medan (airport railink services). Artinya, kebutuhan pengguna akan tetap terpenuhi.
Pasti jawaban logis, taxi gelap/tak berijin pasti lebih murah. Wajar, karena mereka tidak membayar mengurus perijinan, bahkan tidak bayar pajak badan usaha.
Sesampai di kawasan kota medan, sedikit sekali terlihat kawasan perkotaan yang bersih dan tertata rapi. Yang ada justru sepanjang jalan banyak mobil parkir dan beberapa jalan tidak terlihat trotoar untuk pejalan kaki.
Disiang hari di kawasan kota lama medan yang identik dengan kawasan pertokoan , keadaan lebih parah. Sepanjang jalan mobil2 berhenti dan parkir. Apalagi ditambah dengan banyaknya becak motor, menambah keadaan semakin tidak teratur.
Kesan pertama rapi, bersih dan teratur saat di bandara kualanamu, langsung hilang dalam waktu kurang 1 jam setelah sampai kota medan. Apakah taxi gelap cerita sopir taxi tadi juga cerminan kota medan? Terus, ikipiye?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar