Mengapa papua yang sudah sekian tahun mendapatkan dana otsus tapi pembangunam sepertinya jalan ditempat? Kenapa DKI dalam 4 tahun terakhir ini APBD nya naik 4 kali lipat?
APBD DKI yang makin besar tidak terlepas dari pendapatan DKI yang juga makin besar. Khususnya dari pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dan pph wpo pdn.
Contohnya, betapa banyak pejabat2 daerah yang karena tugas harus ke jakarta, baru turun dari pesawat sudah naik taxi, dan sebagian besar perusahaan taxi terdaftar di DKI, artinya mereka bayar pajaknya ke DKI. Sampai jakarta nginap di hotel (bayar pajak hotel), makan di restoran (bayar pajak restoran), sambil melaksanakan tugas mereka belanja di mall, glodok, tanah abang (ppn pajak pusat), mereka ke tempat hiburan (pajak hiburan), dan masih banyak lagi. Sehingga uang yang dibawa pejabat daerah tersebut akhirnya sebagian untuk bayar pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang akan masuk ke kas DKI.
Selain PDRD, TA 2014 DKI menikmati pph wpo pdn sebesar 11 trilliun, dan pemerintah pusat hanya menikmati 24 triliun. Pph wpo pdn itu bisa berasal dari orang yang memang kerja di DKI atau orang yang kerja di perusahaan yang memiliki kantor pusat di DKI. Bisa dibayangkan semakin banyak perusahaan multinasional terdaftar di DKI, maka akan semakin besar pajak pph wpo pdn yang diterima DKI.
Bagaimana dengan Papua, sangat kontraproduktif dengan DKI. Meskipun papua mendapat dana otsus yang besar, tapi perputaran uang itu sebagian justru diluar papua. Misalnya, perusahaan rekanan yg sebagian besar dr jakarta, sehingga perusahaan itu akan menggaji karywan yang dari jakarta. Gaji yang diterima oleh karyawan tersebut juga akan dikirim untuk keluarganya dijakarta, dan dibelanjakan di jakarta. Dan juga banyak nya orang papua yang belanja ke jakarta.
Artinya dana otsus yang diterima tidak memiliki dampak yang banyak bagi papua, karena dampak PDRD tidak banyak. Sehingga APBD papua juga tidak banyak berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar