Seandainya para TKI itu membaca perpres 37/2015 terkait remunerasi PNS ditjen pajak, pastilah mereka berpikir ulang untuk bicara menunjukkan penghasilannya. Ternyata tidak harus dibelahan bumi yang jauh dari tempat tinggal mereka, banyak pegawai dengan penghasilan yang luar biasa besarnya.
http://nasional.kompas.com/read/2015/03/21/22240161/Jokowi.Terbitkan.Perpres.Dirjen.Pajak.Dapat.Tunjangan.Kinerja.Rp.117.Juta
Entah alasan apa sehingga presiden jokowi pilihan rakyat ini mau meneken perpres tersebut. Padahal kalau dilihat dari lamanya menjadi walikota dan gubernur sudah sewajarnya beliau paham bahwa gaji PNS sudah jauh dibawah gaji PNS kemenkeu, apalagi dibandingkan PNS ditjen pajak.
Seolah2 besaran gaji di perpres tersebut mau mengatakan bahwa pegawai negeri yang paling penting, paling top, paling hebat, paling pinter adalah pegawai dari ditjen pajak kemenkeu. Tapi apa betul pegawai ditjen pajak itu paling penting bagi negara ini? Sepertinya tidak, mengapa?
Pertama, Bangsa Indonesia ini merdeka bukan karena orang2 ditjen pajak, tapi karena TNI dan masyarakat.
Kedua, insentif pajak itu bermula karena penjajah Belanda kesulitan menarik pajak dari pribumi, sehingga mereka menggunakan insentif (upah pungut) bagi yang bisa menarik pajak yang besar dari masyarakat.
Ketiga, tugas pegawai ditjen pajak menarik pajak, jadi wajar segala gaji dan fasilitas disamakan dengan pegawai negeri lainnya sesuai kebutuhannya. Menarik pajak itu memang tupoksinya. Kalau berhasil terus mau minta bonus? Coba hitungan kinerja itu kita bandingkan dengan polri. Kalau negeri ini tentram, tertib apa polri bisa minta tambahan bonus atau insentif seperti pegawai ditjen pajak? Apa kalau TNI berhasil menjaga keamanan negeri ini juga minta tambahan bonus dan insentif? Apa kalau dewan2 yang terhormat tersebut mampu berpolitik dengan santun, menjadi motor penggerak bangsa juga akan minta bonus? Apalagi guru2 dan tenaga medis.
Artinya apa? Kalau suatu lembaga berhasil melakukan tugasnya dengan baik, itu biasa dan wajar. Karena memang itu tugasnya.
Keempat, ini hanya mau cari mudahnya saja dalam menghitung kinerja. Berapa x rupiah target pajak, jika melampaui target dapat bonus. Mudah sekali hitung2nya. Selesih lebih atau kurang x rupiah. Bagaimana menghitung kinerja keamanan bagi TNI? bagaimana menghitung kinerja ketentraman dan ketertiban oleh polisi? Bagaimana cara menghitung keberhasilan kenaikan tingkat pendidikan bagi kemendiknas? Sulit memang. Tapi apa kalau sulit terus tidak dikasih insentif?
Kelima, uang itu bukanlah nomor satu. Asumsinya kalau digaji kecil, sedangkan tugasnya ngurusin wajib pajak yang miliaran rupiah harus digaji besar agar tidak disuap? Agar uang masuk ke kas negara tidak hilang? Kalau begitu, apakah kita akan menganggap remeh lepasnya pulau sipadan dan ligitan? Jangan dikira pulau itu bisa balik lagi ke pangkuan ibu pertiwi. Kalau bangsa ini mau mengasumsikan perbatasan itu penting, mengapa mereka tidak diberi remunerasi yang besar. Seperti pegawai ditjen pajak.
Keenam, kalau hanya alasan banyak pegawai pajak keluar karena digaji kecil, coba lihat berapa orang dari kemenristek, penerbang dari TNI AU yang juga diiming2i untuk keluar.
Ketujuh, apakah harus menunggu bangsa ini terjadi ketidakamanan dan ketidaktertiban, sehingga akan sadar bahwa TNI dan POLRI itu penting. Sama halnya saat bangsa ini sadar bahwa mutu pendidikan telah rendah, akhirnya undang2 memerintahkan anggaran pendidikan 20%, gaji guru naik. Apa begitu terus? Seperti datangnya mobil damkar saat terjadi kebakaran?
Kalau begitu, sekarang ini, rumangsamu ueeenak menjadi PNS ditjen pajak? Yooo memang ueenak.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus