Kamis, 01 Desember 2016

Waktu maghrib telah berbeda

Pak bejo tiba2 tertawa, menertawakan dirinya sendiri, heran, senang, bangga bercampur aduk, mengapa sekarang bisa berteman dengan orang2 besar....
Saat sekolah dasar hingga kuliah tidak pernah merasa juara kelas, apalagi juara tingkat nasional. Tapi itulah hidup, tidak selalu linier.

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, putri2nya sudah mulai menginjak remaja, tanpa disadari, ternyata waktu maghrib telah berlalu tanpa kenangan, terasa hampa dibandingkan dengan masa kecilnya.

Masih dapat diingat dengan jelas bagaimana saat kecil tahun 1980an, betapa waktu yang ditunggu2 untuk dapat berkumpul dengan teman2 sebaya di kampung, sesaat menjelang maghrib, berangkat bersama ke mushola sambil membawa oncor (penerang dari bambu dengan minyak tanah). Pulang sambil bercerita dengan nyala oncor di tangan, sesekali berpayung daun pisang karena gerimis. Tidak ada wajah kesedihan, yang ada kegembiraan dan keceriaan.

Dan sekarang, anak2nya ternyata menghabiskan maghrib tanpa bermain, tanpa ke mushola, tanpa ngaji bersama teman2. Hingga kesadarannya muncul, ternyata tivi dan genged telah mengambil masa kecil putri2nya.

Tivi kotak ajaib itu bukan hanya sebagai hiburan, tapi telah menjadi  candu bagi otak, hingga menumpulkan imajinasi, memperlambat reflek berpikir dan yang pasti menjadi  teman dalam bermalas2an.

Hingga akhirnya, 5 tahun terakhir smartphone telah menjadi kotak super ajaib, bukan hanya sebagai alat kerja, alat belajar, dan mainan, tapi sebaliknya telah menguasai emosi, akal dan raga manusia, tak terkecuali putri2nya.

Bagaimana tidak, dalam keadaan senang susahpun, smartphone tetap menjadi pegangan, mengerti atau tidak mengerti akan suatu hal tetap di pegangan tangan, bahkan sehat dan sakitpun, smartphone tidak lepas dari pegangan tangan.

Jika dahulu orang tua takut anaknya berlaku syirik karena jin, tuyul atau mahkluk lainnya, tapi sekarang selaku  orang tua, perlu takutlah kita akan dampak negatif dari kotak2 ajaib itu. Kotak ajaib ini tanpa terasa seringkali menjadi alternatif soulsi yang pertama, dibandingkan Tuhan penguasa dan  pemilik alam ini.

Apalagi saat berpuasa, seringkali menghabiskan waktu dengan nonton tivi dan bermain smartphone, dengan maksud untuk menghindari dan melupakan rasa lapar, padahal puasa itu untuk dapat merasakan lapar, dengan harapan muncul rasa empati terhadap orang2 yang kesulitan dalam makan dan minum.

Besar harapan kita semua, agar para pendidik, ulama dan tokoh agama harus mulai memberikan pandangan dan penjelasan terhadap penggunaan dan hukum tivi dan smartphone.

Jumat, 04 November 2016

Parpol, kepala daerah dan perseroan terbatas (3)

Pak bejo dan mas nur selanjutnya bercerita tentang gus dur, bagaimana kegigihan putra jombang itu memperjuangan kemanusiaan. Kemanusiaan yang tidak mengenal perbedaan SARA.

Mereka juga bercerita bagaimana manusia besar lainnya yang juga berjuang seperti gus dur dan mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan, seperti gus miek, kiai ahmad dahlan, mahatma gandhi, bunda theresia dan ulama NU lainnya.

Sampai tiba2 pak bejo menyatakan dan sekaligus mempertanyakan "kalau kongloromerat itu membantu keuangan parpol, apa membantu parpol itu juga membantu kemanusiaan? Kalau iya, apa mereka tanpa pamrih bantu untuk kemanusiaan?".

Dengan bercanda mas nur menjawab "parpol itu milik masyarakat, konglomerat itu juga masyarkat, dua2nya bantu parpol juga tidak ada yang tahu ikhlas atau gak. Tapi yang pasti, apabila suatu organisasi, apalagi parpol, kemudian yang membantu telah di dominasi hanya oleh konglomerat, dan itu2 saja, pasti parpol tersebut tidak akan bisa independen. Paling tidak, jika ada rencana kebijakan yang makruh dan subhat, tapi menguntungkan konglomerat, akhirnya cenderung untuk di halalkan".

Pak bejo langsung menyela "kalau itu yakin saya pasti sulit mengawasinya, yang benar2 haram menjadi halal saja susah, apalagi yang remang2, apa masyarakat tidak kwatir masa depan negara dan bangsa ini kedepan?".

Dengan santai mas nur menjawab "kebijakan itu sesuatu yang tidak tampak dan lembut, dan impilkasinya juga bukan hanya jangka pendek, tapi jangka panjang. Jadi kebanyakan masyarakat tidak tahu, jika tahupun sudah tidak bisa berbuat banyak".

Selanjutnya mas nur menambahkan "solusinya, parpol harus benar2 menjadi milik masyarakat. Kebijakan pengaturan pengurus dan keuangan parpol harus didesain menuju kesana. Dan itu tidak bisa cepat. Karena pasti akan ada resistensi dari pengurus parpol yang sekarang, khususnya elit keluarga yang menjadi pengurus parpol".

Pak bejo langsung menyela "langkah praktisnya gimana?"

Mas nur menarik napas sambil melihat langit "banyak yang harus ikut berubah, dari sisi pengurus parpol, masyarakat dan pemerintah. Dan itu harus sejalan. Maksudnya begini, dari sisi keuangan parpol, jika sementara ini iuran anggota parpol kecil, bantuan pemerintah juga kecil, maka kebutuhan parpol banyak dari sumbangan, sumbangan yang sebagian besar tidak transparan dan akuntabel. Maka harus ada pendidikan politik hingga masyarakat mau membantu parpol, dan parpol sendiri juga harus berubah untuk lebih transparan dan akuntabel, dan pemerintah juga harus menyusun formula kembali pemberian bantuan ke parpol. Sehingga keuangan parpol menjadi mandiri".

Mas nur melanjutkan lagi "meski siang berganti malam, musim berganti musim, tp perubahan parpol ke arah  kemandirian itu seperti melihat fatamorgana di aspal panas, sebab sekarang ini modal sosial yang bersumber dari kepercayaan masyarakat terhadap parpol sangat lemah, dan sebaliknya sepertinya pengurus elit parpol juga menikmati keadaan ini, dan juga jika mengharap bantuan keuangan dari pemerintah nampak sulit, karena pemerintah juga akan didesak oleh masyarakat untuk tidak memberikan bantuan ke parpol."

Pak Bejo dengan malas berkata "jadi, kedepan parpol itu sepertinya akan di kelola layaknya perusahaan terbatas ya?".

Mas Nur menjawab seperti judulnya KLA Project "semoga".

Parpol, kepala daerah dan perseroan terbatas (2)

Pak bejo membetulkan caranya duduk, berusaha mencari posisi yang nyaman, lanjutnya:: kalau di PT itu dengan memiliki saham, maka artinya ikut menyertakan modal. Dan modal itulah yang digunakan PT untuk beroperasi mencapai tujuannya. Yang masih membingungkan, darimana sumber keuangan parpol untuk membiayai operasionalnya?

Mas Nur:: di UU 2/11 tentang parpol, terdapat 3 sumber keuangan parpol. Pertama, bantuan pemerintah, ini dihitung berdasarkan jumlah suara yang diperoleh saat pemilu. Dan sudah sejak tahun 2004 belum naik juga. Yang pasti sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan operasional parpol. Penggunaan dan peruntukkan uang ini  sudah jelas, yaitu sebagian besar untuk pendidikan politik masyarakat dan pertanggunjawabannya di audit Badan Pemeriksa Keuangan.

Kedua, iuran anggota. Layaknya sebuah organisasi, maka anggota harus ikut membantu. Pengaturan lebih lanjutnya ada di AD parpol. Praktek selama ini, iuran anggota sebagian besar adalah anggota yang menjadi kepala daerah, anggota DPR RI/ DPRD, atau yang memiliki jabatan lainnya. Dan untuk iuran anggota, yang berasal dari keanggotan biasa sangat sedikit sekali. Dan untuk peruntukkan tidak diatur, bahkan pertanggungjawabannya juga tidak di atur dalam UU parpol.

Ketiga, sumbangan/bantuan. Selama ini sumbangan/ bantuan tidak pernah di audit, bahkan di declare/di umumkan oleh parpol, sehingga tidak ada yang tahu persis berapa jumlahnya. Bisa jadi pengurus parpol sendiri juga tidak tahu persis. Tapi, jika selama ini kebutuhan operasional parpol begitu besar, tapi bantuan pemerintah kecil, iuran anggita juga kecil nilainya, maka bisa dipastikan kalau sumbangan itu besar. Sebab jika sumbangan itu kecil pasti parpol kesulitan menjalankan tugas2 parpol. Di UU parpol di atur berapa jumlah maksimum sumbangannya untuk Badan Hukum maupun untuk perseorangan.

Pak Bejo:: kalau ada masyarakat nyumbang besar, apa yang diperoleh ? Sebab akan beda apabila badan usaha yang nyumbang?  Kata teman kita yang kuliah di sospol "tidak ada makan siang yang gratis".

Mas Nur:: dalama UU parpol tidak ada yang diperoleh oleh semua itu. Tapi seperti pemeo makan siang itu....maka orang atau badan udaha yang sudah membantu, pastinya akan dibantu oleh pengurus parpol yang memiliki kekuasaan. Apalagi kalau memang saling menguntungkan. Masalah besar bagi negara ini adalah  bantuan oleh badan usaha/orang kaya/konglomerat pada parpol kurang akuntabel dan transparan.

Maksudnya begini, seperti kata gus dur dahulu meski dalam konteks yang berbeda, maju tak gentar membela yang bayar. Artinya karena parpol memang membutuhkan sumbangan, maka parpol akan tetap mempertahankan hubungan selama saling menguntungkan. Dalam keadaan tertentu, kepentingan badan usaha/orang kaya/konglomerat seringkali berbeda dengan kepentingan masyarakat banyak. Kalau ini terjadi, biasanya parpol akan memilih mengedepankan keinginan badan usaha/orang kaya/konglomerat. Inilah jawaban pertanyaan mendasar diawal, parpol itu memperjuangkan siapa? Milik siapa?

Pak Bejo:: mungkin tidak, badan usaha/orang kaya/konglomerat  tadi nyumbang, tapi ikut menentukan kebijakan parpol siapa yang harus menjadi calon presiden, calon kepala daerah, calon anggota BPK, KPK, MA dan calon pejabat pada jabatan strategis lainnya?

Mas Nur:: sangat2 mungkin, kembali ke tujuan relasi, selama saling menguntungkan, kenapa tidak. Dan itu semua tergantung dari pengurus parpol, apalagi jika dalam mencalonkan seseorang tadi tidak harus berjamaah dengan parpol lain.

Pak Bejo:: kalau begitu beruntunglah badan usaha/orang kaya/konglomerat yang telah dikarunia harta banyak dan bisa ikut menentukan calon pejabat untuk memakmurkan negeri ini, dan semoga bangsa Indonesia diberi keberkahan dan ampunan oleh Allah. Amiin

Mas Nur:: Amiiin.

Mereka berdua tiba2 terdiam, mencoba memahami apakah berkah dan ampunan Allah sudah turun berlimpah pada bangsa ini.

Minggu, 30 Oktober 2016

Kuli di negari sendiri (1)

Pak bejo kedatangan teman sebangku saat SMA, pak karyo. Meski pembicaraan awal pertemuan dengan ceria, tiba2 pak karyo pelan namun pasti bercerita dengan sendu tentang anaknya kartono yang sedang mencari kerja.

Pak karyo::  selesai dari kuliah dari perguruan tinggi bergengsi, kartono langsung dapat kerja, gajinya besar, tentu saja kami sekeluarga bangga. Ternyata itu perusahaan asing,  yang ada di indonesia hanya kantor cabangnya saja. Perusahaan itu mengambil kekayaan alam bumi pertiwi, merasa seperti milik mereka sendiri. Akhirnya, kartono aku minta keluar. Alhamdulillah dia nurut sama orang tuanya.

Pak bejo:: terus, sekarang nganggur?

Pak karyo:: sebentar saja nganggur, setelah itu kerja lagi di perbankan, kantornya di jakarta, ternyata itu perusahaan sekarang dimiliki asing, meski nama dan  kantor pusatnya di indonesia. Bank itu memiliki cabang dan beroperasi hampir di seluruh pelosok kabupaten dan kota. Dan laba yang diperoleh ternyata luar biasa, trilliunan tiap tahunnya. Aku tanya ke anakku, laba besar itu dari mana? Sebagian besar dari bunga kredit dan denda atau bunganya bunga. Tidak lama setelah itu, benar2 aku minta keluar dari bank itu. Dan ternyata dia gak nolak.

Pak bejo:: sewaktu SMA sampeyan sudah kelihatan,  kalau hidup itu harus pegang prinsip. Dan sekarangpun tetap memiliki prinsip, meski sebagai orang tua sekilas akan tampak aneh. Anak sudah kerja, di tempat yang prestis, malah di minta keluar. Terus sekarang kartono kerja dimana?

Pak karyo:: sekarang dia sudah bekerja di perusahaan kecil, gajinya memang kecil, tapi katanya lebih menentramkan, karena perusahaan itu punya orang indonesia,  usahanya dibidang pendidikan. Membantu mendidik anak2 bangsa ini agar cerdas dan berkepribadian.

Pak bejo:: sebenarnya apa yang sampeyan harapkan dari tempat kerja kartono?

Pak karyo:: aku hanya anakku berguna bagi negara ini, dan tidak harus menjadi TNI, POLRI atau PNS. Paling tidak dia bekerja di perusahaan yang tidak mengeruk dan merusak kekayaan alam indonesia, dan juga jangan sampai perusahaannya menyulitkan orang2 miskin, apalagi itu semua perusahaan milik asing. Hati kecilku tidak terima jika kartono kerja keras, tapi justru tidak memberi manfaat bagi negara dan masyarakat miskin.

Pak bejo:: terus, apa menjadi pendidik sekarang itu bisa banyak membantu? Dan kenapa kamu sedih?

Pak karyo::  menjadi pendidik dengan gaji kecil gak masalah, apalagi kartono juga merasa passionnya disana, tapi aku sedih saat kartono harus melamar pekerjaan untuk memenuhi keinginan itu ternyata sulit sekali. Perusahaan2 besar di indonesia ini ternyata milik asing, bahkan perusahaan2 yang dulu miliki konglomerat indonesia, akibat krisis 97 kemarin sudah di beli asing, artinya begini, ternyata kartono kesulitan mencari perusahaan milik pribumi. Kalau bekerja pada perusahaan asing, meski itu dibidang pendidikan, sama artinya kita ini menjadi kuli2 asing, bahkan di negeri sendiri.

Ternyata banyak teman2 kartono yang bekerja di perusahaan asing. Mereka lebih mudah mendapatkan pekerjaan disana karena senior2 mereka juga sudah disana. Bahkan sampai akhir karirnya dihabiskan disana.

Aku baru sadar, kenapa banyak anak bangsa ini memilih bekerja di perusahaan asing, apalagi yang cerdas dan terdidik mereka malah bangga karena dianggap prestis. Dan yang kurang terdidik atau yang biasa disebut TKI tetap saja mereka bekerja di perusahaan asing. Menurut kamu kenapa Jo?

Pak bejo tetap diam meski tangan kanannya yang memegang rokok bergerak ke arah bibir, dihisapnya rokok yang bercukai mahal itu dalam2. Sambil berkata:: entahlah kawanku....aku juga baru paham soal itu.

Sabtu, 29 Oktober 2016

Negara, kehadiran dan kemajuan TIK

30 tahun lalu sebagian orang masih merasakan perkembangan teknologi  informasi dan komunikasi (TIK) hanya sebatas otomatisasi administrasi  perkantoran. Dapat dilihat berjamurlah sistem informasi manejemen (SIM), seperti SIM kepegawaian, keuangan, pergudangan dan SIM lain2nya.

Tapi, sejak 15 tahun terakhir ini, banyak hal baru muncul karena penggunaan TIK dalam berbagai bidang bisnis, selain untuk administrasi perkantoran.

Awal tahun 2000, mulai berkembang perusahaan e-commerce. Tiba2 ada konglomerasi baru yang awalnya hanya jualan buku, terus berkembang dan berkembang jualan apa saja, yaitu amazon.com. Puluhan ribu pelaku bisnis di dunia meniru model bisnis amazon,com. Dari sisi pemerintah, tentu saja sangat berkepentingan dengan pajak badan usaha. Pajak badan usaha e-commerce ini belum selesai di atur oleh pemerintah, muncul model bisnis baru yang berbasis TIK.

Bagaimana mungkin dibalik mesin pencari google dengan tampilan yang sederhana, ternyata ada potensi bisnis iklan yang luar biasa besarnya. Sekali lagi, pemerintah masih tergagap2 untuk menarik pajak dari google.

Disusul oleh kehadiran facebook yang terinstall disebagian besar smartphone masyarakat indonesia, berarti adanya potensi pajak iklan yang besar disana.

Belum selesai juga masalah pajak terhadap google dan perusahaan TIK lainnya, telah muncul model bisnis baru, yaitu layanan sewa motor dan mobil berbasis aplikasi. Gojek telah menjadi buah bibir untuk start up bisnis indonesia, selain gojek juga ada uber, grab dll. Terlihat nyata sekali bagaimana menhub jonan (saat itu) kesulitan untuk menangani bisnis sewa kendaraan berbasis aplikasi. Bahkan sampai sekarang bisnis tersebut masih nenyisakan permasalahan, khususnya  saat beroperasi di bandara. Masalah tersebut karena regulasi yang ada belum mampu mengakomodir pengaturan atas dampak dari TIK.

Apakah TIK hanya mengubah relasi perusahaan dengan pemerintah? Bagaimana relasi perusahaan dan pegawai?

Ternyata relasi antara perusahaan dan pegawai berubah total, karena ternyata sebagian dari status pegawai berubah menjadi mitra, jadi mereka bukan pegawai tapi mitra.  Apa artinya? Tidak berlaku hukum tenaga kerja, tapi berlaku hukum perjanjian kerjasama.

Sejauh ini apakah relasi tersebut sejajar dan saling menguntungkan? Bisa jadi ya, tapi untuk kedepan pemerintah perlu mengatur perjanjian relasi mereka.

Saat ini, jika perusahaan mengubah aturan secara sepihak, apabila mitra merasa di rugikan, silahkan mitra untuk memutus kerjasama. Karena memang mitra juga bisa membuat relasi lebih dari satu perusahaan dalam waktu bersamaan.

Artinya relasi tersebut benar2 tidak ada yang saling memaksakan, terbentuknya relasi karena tidak ada paksaan, jadi wajar pula kalau putusnya relasi tersebut juga tanpa ada paksaan.

Isu kedepan terkait relasi tersebut adalah dimana peran negara? Apakah perlu diatur? Sangat perlu, karena dalam relasi, harus memiliki kekuatan yang sama didepan hukum, jika tidak sebanding maka negara perlu hadir, hadir untuk melindungi silemah, agar tidak ada yang tertindas. Sama halnya dengan kepemilikan minoritas yang dilindungi dalam UU 40/07 tentang perseroan terbatas.

Pemerintah harus dapat mengantisipasi dengan kemajuan TIK dalam berbagai kehidupan masyarakat.  Dari sisi politik, ekonomi, sosial dan budaya (poleksosbud).

Jika pemerintah terlambat hadir atau tidak  hadir, terus ikipiye??

Jumat, 28 Oktober 2016

Ingus dan ingusan

Hidup tidak selalu indah seperti yang diinginkan manusia. Begitu pula yang dipahami pak bejo, dengan pemahaman dan keyakinan kaweruh bejo nya, bisa menjadikan hidup lebih hidup.

Semasa kecil,  saat ingusan, pak bejo juga sering flu. Dan tanpa obat bermerk dijalaninya keseharian saat flu itu dengan ingus (lendir/cairan yang keluar dari hidung saat flu) yang terkadang hampir2 keluar sendiri.

Saat masih ingusan, saat ingus mau keluar, maka buru2 dibuangnya. Di tekannya satu lubang hidung untuk memberikan tekanan angin yang lebih kuat untuk hidung sebelahnya. Terus bergantian. Dipaksanya bila memungkinkan biar bisa keluar semua itu ingus dan lendir.

Dahulu, itu dilakukan dengan penuh harapan biar tidak ada lagi yang menyumbat di hidung dan tampak bersih. Dan itu bisa berlangsung selama seminggu, hingga flu itu benar2 sembuh.

Saat masih ingusan, tidak ada rasa yang timbul saat buang ingus itu. Hanya puas karena kotoran di hidung sudah keluar, dan pasti tidak mengganggu aktivitas.

Beranjak usia, bertambahnya pemahaman rasa cinta kepada penguasa alam semesta, semua kebiasaan buang ingus itu akhirnya bener2 bisa di nikmati, ternyata buang ingus itupun juga mengandung pelajaran yang luar biasa. Apalagi ketika tidak ada kata yang cukup mudah untuk menjelaskannya.

Saat pak bejo bertemu dengan budi teman sekampungnya di bandara soetta tanpa sengaja, setelah mereka basa basi bergantilah tema pembicaraan seputar ingus dan flu yang sekarang  dirasakan budi.

Bejo: apa yang kamu rasakan saat buang ingus itu?

Budi: gak ada, hanya ingin bersih dan tidak menganggu napas aja.

Persis seperti yang aku rasakan saat aku masih ingusan, batin pak bejo.
Bejo: pernahkan menjalankan ibadah dan merasakan ikhlas? Misalnya begini, saat sedekah kemudian merasakan ikhlas? Apa tanda nya telah ikhlas?

Budi: yang pasti niat sedekah itu karena Allah.

Bejo: ok, betul itu, tapi apa tandanya telah ikhlas?

Budi: gak tahu jo.

Bejo: beberapa hari terakhir ini buang ingus terus kan? Pernahkan merasakan menyesal telah buang ingus itu? Apalagi ingin sekali kembali itu ingus? Gak kan? Dan apa rasanya saat ingus itu keluar? Pasti terasa senang dan  tenang. Pernahkah saat mengeluarkan sedekah, bisa merasakan seperti saat mengeluarkan ingus? Jika bisa, dengan kadar tertentu, seperti itulah ihklas .  Dan itulah salah satu  pelajaran bagi kita saat flu...salah satu...masih banyak lainnya yang belum kita pahami.

Budi: bener juga jo, mudah di mengerti, jadi ngerti ikhlas aku.

Bagi Pak bejo, berbagi pengalaman hidup... berbagi ilmu kehidupan merupakan kebiasaan yang terus dijaga. Karena memang berbagi itulah dasar kebahagiaan.

Rabu, 12 Oktober 2016

Seandainya banyak orang menjadi menteri (Dahlan)

Apa jadinya jika banyak orang memiliki jabatan menteri dan juga punya keberanian seperti pak dahlan iskan, kemudian marah ke petugas tol di karang tengah. Pasti tiap hari akan ada petugas tol di marahin,  sehingga media masa dan medsos akan bosan memuat berita.

Apa tidak ada pengkajian dari lembaga konsumen, berapa lama yang dibutuhkan mobil untuk lolos dari mesin penghisap waktu gerbang pembayaran tol karang tengah tangerang yang di kelola oleh pt. Jasa marga.

Kemacetan yang sudah parah dan dalam kurun waktu yang lama akhirnya menjadi pembenaran terhadap manejemen pt. Jasa marga. Apakah tidak adanya perbaikan dan  perubahan yang signifikan terhadap model gerbang tol pembayaran karena pt. Jasa marga hanya mau berhemat? Agar untungnya besar? Sehingga tantiemnya juga besar? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.

Apakah perbaikan ini harus menunggu adanya pejabat jasa marga dan pengelola tol lainnya dalam keadaan sakit dan harus antri macet di gerbang pembayaran tol. Agar hatinya yang sudah mati itu bisa hidup lagi, bisa tumbuh empati.

Atau harus menunggu kejadian lain agar manejemnya pt. Jasa marga tahu rasanya menghabiakan waktu tiap hari, tiap bulan digerbang tol karang tengah. Khususnya dari arah jakarta ke tangerang.

(Ditulis sambil membunuh kebosanan di depan gerbang tol karang tengah, 12 oktbr, 2016, 17:19)

Sabtu, 08 Oktober 2016

Stop menjadi bangsa minder

Bung Karno dalam pledoi di pengadilan suka miskin bandung, yang berjudul, indonesia menggugat, beliau mengatakan kita telah lama di cekoki oleh belanda sehingga kita menjadi bangsa yang minder, rendah diri dan tanpa rasa percaya diri. Sepertinya apa yang beliau sampaikan hingga kini masih sangat relevan.

Meski sekarang ini sudah banyak putra putri indonesia yang mampu membuktikan diri sebagai manusia yang berbobot diantara rekan2 mereka saat kuliah di luar negeri, saat bekerja di perusahaan asing, tapi itu sebagian harus di lalui dan ditempuh dengan mengembalikan kesadaran bahwa kita ini memiliki DNA sebagai bangsa yang besar.

Beberapa hal berikut membuktikan bahwa nenek moyang kita merupakan bangsa yang besar, yaitu::

Dibidang pakaian. Bisa dicermati pakaian adat dan tradisional yang ada di daerah2,  dari sisi motif,  bahan, warnanya, apalagi dari kerumitannya, betapa hal itu menunjukkan kecerdasan nenek moyang bangsa indonesia. Kain ulos dari sumatera utara, songket dari palembang, kain batik dari yogya, solo dan sekitarnya, kain sasirangan kalimantqn dan juga kain tenun NTB, NTT semua itu bukti nyata majunya kebudayaan berbusana dijamannya.

Dibidang makanan. Tidak perlu diragukan lagi, dengan ribuan bahan dasar tumbuhan dan rempah2, menjadikan generasi terdahulu sangat mahir mengolah makanan. Jika di yogya ada nasi gudeg (kering) yang bisa disimpan berhari2 tanpa pengawet, sambal tempoyak yang mampu berminggu2, terasi sebagai perasa yang bisa bertahan berbulan2. Dari sisi bahan dasar makanan, bagaimana ikan di olah menjadi empek2 sehingga tidak ada sisa ikan yang tidak dapat di manfaatkan. Itu semua membuktikan kemajuan kebudayaan tata boga.

Dibidang papan. Di jawa, ciri khas rumah adalah adanya joglo yang besar, dengan maksud untuk menghormati tamu serta sentong (kamar) yang biasanya ada 3 sejajar, dan masing2 memiliki maksud dan tujuan. Biasanya didalam ada kendi berisi air minum, maksudnya jika ada yang haus bisa langsung minum. Di minang dan toraja memiliki ciri khas atap yang  unik, dan tentu saja itu membuktikan kebutuhan keahlian dalam membuat. Dan juga di bali, bagaimana konsep rumah dan lingkungan sudah tertata rapi.

Dibidang kesehatan dan kecantikan. Tumbuh2an dan obat2an apa yang tidak bisa dijadikan obat oleh orang2 tua kita? Kunyit sudah terbiasa digunakan untuk obat sakit perut, daun sirih sebagai obat anti septik, sehingga biasa nenek moyangvitu nyirih dengan adonan daun sirih, maka tidak mengherankan jika gigi orang tua terbukti sehat dan bersih. Bukankah di kraton sudah mengenal mandi lulur dengan perpaduan buah, rempah2 dan wewangian. Dan masih banyak lagi obat2an dan resep yang belum terwariskan, bahkan akhirnya telah dipatenkan oleh perusahaan2 multinasional.

Dibidang bahasa. Ratusan  bahasa dan tulisan adan di seluruh bangsa ini. Meski sekarang ini sebagian sudah mulai jarang digunakan, tetapi bukti2 itu masih bisa dirasakan. Lihatlah tulisan di prasasti2, atau di candi borobudur dan prambanan.

Dibidang karya sastra. Tidak banyak bangsa yang memiliki karya sastra yang luar biasa, bagaimana raja kediri memiliki tulisan jangka jayabaya, pararaton yang ditulis era majapahit, ronggo warsito dengan primbonnya.

Dibidang pemerintahan. Ketika tokoh bangsa pernah mewacanakan bentuk pemerintahan "serikat", seolah hal itu mencontek paman sam yang berbentuk  serikat. Kita lupa akan sejarah, bukankah majapahit saa itu juga berbentuk negara serikat?  Sama dengan paman sam sekarang, jadi kita mau contek paman sam atau paman sam mencontek majapahit?

Dibidang seni suara. Tidak banyak bangsa yang memiliki nada lagu sendiri, jika selama ini anak2 bangsa ini selalu dididik do re mi fa so la si do ......,  maka alat musik jawa ato gamelan sudah menggunakan pelok dan slendro.

Dibidang teknik mesin dan industri. Jika kuliah di teknik mesin, maka akan ada pelajaran ilmu bahan atau metalorgi, maka akan di jelaskan terdapat ratusan jenia baja. Jika jerman sekarang dikenal dengan teknologi bajanya, maka  para empu jaman dahulu sudah membuat keris dan senjata lainnya dengan kualitas baja yang luar biasa.
Siapa yang tidak mengenal sejarah ekspedisi cina, pelayaran columbus, maka leluhur yang tinggal di pesisir, mereka sudah mampu menjelajah sampai ke hawai, buktinya ada kemiripan cara berhitung di hawai dan bahasa jawa.

Masih banyak lagi data dan informasi dalam bidang2 lainnya yang bisa di cari  untuk menjadi bukti kecerdasan dan kehebatan nenek moyang bangsa indonesia. Dan itu biarlah menjadi kajian doktoral generasi sekarang dan nanti.

Jadi, STOP MENJADI BANGSA MINDER. JIKA KITA ANAK BURUNG GARUDA, JADILAH BURUNG GARUDA, BUKAN MENJADI BURUNG EMPRIT.

Mereka (ronggo warsito) hidup di jamannya

Jika ulama dan ahli2 sekarang ini, era tahun 2000an menulis karya mereka dengan bahasa indonesia wajar, karena sebagian umatnya paham berbahasanya juga bahasa indonesia.

Misal mantan rektor IAIN/UIN pak quraish shihab dengan buku lentera hati, tafsir al misbah, pak komarudin hidayat dalam karyanya Memahami Bahasa Agama (1996)
Masa Depan Agama (1995), Tragedi Raja Midas (1998), Tuhan Begitu Dekat (2000), Wahyu di Langit, Wahyu di Bumi (2002), Menafsirkan Kehendak Tuhan (2003), Psikologi Kematian (2005) kebanyakan dalam bahasa indonesia, meski beliau2 pasti mampu menulis dalam bajasa arab yang baik sekali.

Keseharian mereka bisa dilihat dari cara berdoa yang terkadang masih 100%  berbahasa indonesia, dan terkadang juga masih campur bahsa indonesia dan bahasa arab. Bahkan saat khatib membacakan ceramah jumatpun masih menggunakan bahasa indonesia, dapat dijumpai di beberapa daerah masih menggunakan bahasa daerah masing2.

Artinya, dalam keseharian beragama, masyarakat indonesia saat ini tidak semua menggunakan bahasa arab. Apalagi untuk bahasa keseharian.

Seandainya 300 tahun nanti, karena ada kejadian luar biasa, sehingga bahasa nasional dan bahasa keseharian masyarakat kita bukan bahasa indonesia, dan kita hidup di masa itu, apakah kita akan mengatakan islam masyarakat yang hidup tahun 2000an itu islam indonesia? Karena banyak doa, dan aktivitas keagamaan menggunakan bahasa indonesia?

Begitu pula pandangan orang sekarang, yang hidup di tahun 2000an setelah bahasa indonesia menjadi bahasa nasional dan keseharian. Ketika kita memandang ronggo warsito yang hidup di tahun 1800an, dengan karya2nya (tulisan) dalam bahasa jawa, kemudian dengan mudahnya banyak orang mengatakan ronggo warsito itu "kejawen".

Seperti diketahui, ronggo warsito atau dikenal sebagai Raden Ngabehi Rangga Warsita lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret 1802 meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun adalah pujangga besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa. Sewaktu muda ia dikirim kakeknya untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Artinya apa? Beliau juga sangat mengenal islam.

Apalagi namanya sangat jawa sekali "ronggo warsito", seandainya ronggo warsito mengubah namanya dalam bahasa arab, dan karyanya dalam bahasa arab, akankah banyak orang sekarang masih mengatakan ronggo warsito itu kejawen?

Janganlah menggunakan ukuran diri kita untuk orang lain. Apalagi sudah beda masanya, sudah beda jamannya, dan tentu saja sudah beda sosial budaya nya.

Dan lebih menyedihkan lagi, ketika apapun berbahasa arab, kebiasaan arab, selalu disamakan dengan islam.

Kamis, 06 Oktober 2016

Kelas sosial itu memang pasti ada

Dalam beberapa hari ini pak bejo terusik hatinya, setelah seminggu jalan2 ke jakarta.  Berangkat dan pulang dengan pesawat, sampai jakarta tentu jalan2,  terkadang naik taxi, bus transjakarta, bahkan ojek.

Dapat tiket pesawat promo, murah, pastilah menyenangkan, bisa berhemat.  Dengan riang gembira akhirnya jadi juga pergi ke jakarta naik pesawat, sekaligus pulangnya.

Sejak keberangkatan di bandara,  sudah mulai tidak nyaman, karena harus diminta melepas jaket, ikat pinggang, bahkan melepas jam tangan, batinnya orang2 berseragam biru angkasa ini sepertinya tidak percaya sekali, di kiranya penyelundup narkoba atau teroris kali. Tapi akhirnya merasa lega karena ternyata semua penumpang di berlakukan sama.

Saat mau check in ternyata harus antri, dan dengan agak heran melihat perempuan cantik dimeja sebelah yang juga tempat check in juga, tapi sepi gak ada antrian, setelah lihat diatasnya ada tulisan "business class". Sepertinya enak ya kalau menjadi orang kaya atau pejabat yang punya tiket kelas bisnis, diistimewakan, gak pake antri, inginnya.

Setelah selesai check in pak bejo menuju ruang tunggu, meski harus melewati pemeriksaan lebih ketat oleh petugas berseragam biru angkasa, tapi sudah bisa untuk memaafkan dirinya.  Sesampai di ruang tunggu, kursi penuh, karena beberapa orang menempatkan tasnya dikursi, bahkan ada yang tiduran dikursi panjang. Dengan tetap mencari2 kursi kosong, sambil menggerutu "dasar orang2 egois", batinnya. Akhirnya dapat juga kursi kosong meski dekat bak sampah.

Begitu ada panggilan untuk masuk pesawat, ternyata dengan tiket ekonomi itu harus antri lagi, dilihatnya beberapa orang bisa langsung masuk melalui jalur khusus yang telah disediakan. Harus sabar, bisiknya dalam hati.

Akhirnya duduklah dikursi pesawat, tentu saja dengan pandangan yang terbatas oleh sandaran kursi didepannya yang sangat dekat. Saat sicantik lewat bagi makanan, pak bejo merasa senang sekali.

Begitu sampai soetta jakarta, mengambil barang harus sabar lagi, antri lagi, dilihatnya di sebelah, kelas bussines gak perlu antri lama2 dan menunggu di ruang yang nyaman.

Dengan tas yang berat, pak bejo berusaha mencari taxi, dilihatnya harus antri pula, sambil melihat2 kanan kiri, dicermatinya ada taxi warna hitam, dan gak ada antrian oanjang, ternyata taxi itu dengan mobil mewah. Pantas, gumannya.

Karena pengin tahu jakarta, di cobanya naik transjakarta, katanya murah bisa putar2 jakarta, memang benar, tapi capek juga berdiri dengan berdesak2an.

Tak mau penasaran nantinya jika sudah di kampung, di coba nya taxi grab, gojek, serta bajaj yang memiliki suara yang khas.

Puas menikmati jantungnya indonesia, tiba saatnya utk pulang kampung. Bersama2 tetangga minum kopi sambil merokok dengan angkat kaki sebelah. Berceritalah pak bejo, intinya di jakarta itu warga negara ada beberapa jenis, yang kaya itu warga kelas satu, karena akan ada pelayanan istimewa bagi yang kaya. Yang kelas satu itu yang kaya.

Selebihnya, warga yang kurang memiliki uang....biasanya harus antri, lama, berdesak2an, dan panas udaranya.

Dan di akhir cerita, pak bejo mengatakan "tetap enak menjadi kaya". Apalagi di negara yang praktek ekonominya sudah menerapkan kapitalis.

Akhir cerita, pak bejo mempertanyakan apakah hanya di swasta yang paling banyak membuat perbedaan kelas sosial seperti itu?...bukankah di birokrasi juga begitu? Bukankah mereka manusia? Terus iki piye?

Senin, 03 Oktober 2016

Maaf, orang miskin tidak boleh di jakarta

Pak Bejo:: mas nur, apa sih tugas negara itu? Kenapa juga harus dibentuk pemerintah daerah?

Mas Nur:: negara dibentuk itu untuk melindungi warganya, melindungi dari ancaman negara lain dan menjaga harkat martabat warganya. Tugas daerah itu untuk melaksanakan sebagian tugas pemerintah pusat. Sebagian itu maksudnya karena harus berbagi dengan pemerintah pusat, dan di daerahpun juga seringkali berbagi antar provinsi dan dengan kabupaten kota.

Pak Bejo:: terus masyarakat itu siapa? Apa hanya orang kota dan orang kaya?

Mas Nur:: tentu saja tidak. Semua penduduk negara itu adalah warga, dan mereka memiliki kedudukan hukum yang sama. Jadi tidak akan dibedakan antara orang kota dan orang miskin.

Pak Bejo:: kalau begitu, boleh dong orang miskin seperti saya ke kota? Apalagi ke jakarta? Sebab orang2 seperti saya ini seringkali diusir dari jakarta. Dengan alasan kami2 ini menjadi sampah kota, maksudnya karena kami kebanyakan jualan di trotoar atau jualan naik sepeda.

Mas Nur:: memang setiap wilayah kota ada aturannya. Baik larangan atau peruntukkan. Misalnya ada perda larangan daerah merokok. Tentu saja larangan ini tujuannya baik. Begitu juga dengan larangan berjualan di trotoar....sebagian pejabat berpendapat bahwa berjualan di trotoar akan menjadikan kota tidak rapi, kotor dan menimbulkan kejahatan, yqng pasti mengurangi hak pejalan kaki yang menggunakan trotoar. Tapi itu semua pilihan bagi pengambil kebijakan. Contohnya di jalanan malioboro yogya justru lain. Trotoar di pakai jualan, pejalan kakinya justru menikmati hal tersebut.

Pak Bejo:: maksudnya gimana?

Mas Nur: di jalanan malioboro yogya, pedagang kaki lima, penjual makanan kaki lima tidak di larang. Tapi justru itu semua menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke yogya. Pedagang2 itu, bahkan becak dan andongpun menjadi daya tarik wisatawan dan bukan dianggap pengganggu kenyamanan kota.

Pak Bejo:: mengapa jakarta tidak bisa seperti diyogya? Biar orang2 miskin seperti kami2 bisa berjualan juga?

Mas Nur:: itu semua kembali ke pilihan kebijakan penguasanya. Kalau di yogya itu bisa karena dahulu HB IX berprinsip tahta itu untuk rakyat. Beda dengan jakarta, selalu ingin tampil bersih, teratur, megah dan glamour meski warganya bisa jadi mengalami kesulitan dan tidak nyaman bagi orang miskin.

Pak Bejo:: kenapa tidak meniru yogya?

Mas Nur:: tidak semudah itu...karena dari awal sudah di sadari bahwa jakarta sebagai ibu kota negara harus tampil seperti kota2 lainnya yang ada didunia. Maksudnya, indikator kemajuan kota berdasarkan standar internasional. Dan itu diperkuat dengan konsultan pembangunan jakarta yang di dominasi oleh teknokrasi dibandingkan dengan budayawan. Lihat pembatas jalur busway, seperti tanggul selokan ditengah jalan raya.

Pak Bejo:: kamikan jualan di trotoar, pinggir jalan, terus ada yang beli, dan itu rame. Artinyakan ada pembeli dari segmen bawah yang selama ini tidak di perhatikan pemerintah DKI. Silahkan datang ke jln veteran di jam 6-8, banyak pegawai pemerintah yang membutuhkan sarapan, dan kebanyakan kami2 yang menyediakan. Terus kami dilarang, apa pejabat DKI itu juga sudah sarapan di rumah? Yang gak sempat sarapan di rumah bagaimana? 

M. Nur:: Tepat yang disampaikan Bapak, desain gedung perkantoran itu tidak semua dirancang ada kantinnya, apalagi kantin kelas bawah.

Pak Bejo:: terus solusinya gmn?

M. Nur:: pertama, desain gedung harus menyediakan kantin untuk semua tingkatan segmen; kedua, diijinkan jualan di trotoar pada jam tertentu, misal jam 5-9, setelah itu harus dibersihkan; ketiga, orang2 miskin jangan masuk jakarta semua. Orang miskin yang bekerja di gedung2 perkantaron dan juga penjualnya. Dan kebijakan yang terakhir itulah yang dipilih, itupun hanya untuk penjual.  Terus siapa yang menyediakan makanan murah bagi pekerja di gedung2 itu? Padahal penghasilannya standar UMR, bahkan di bawah UMR. Jadi ketika ada permintaan, maka akan berlaku penawaran.

Pak Bejo:: jadi, orang seperti kami2 ini bagaimana? Diusir dari jakarta? Solusi kongkritnya bagaimana?

M. Nur:: pilihlah pemimpin yang mengerti orang miskin, dan dekat dengan orang miskin. Jika tidak, maaf, orang miskin dilarang datang ke jakarta. Bisa jadi akan ada tulisan seperti di mall,  parkir VIP atau vale parking, check ini untuk kelas bisnis saat akan naik pesawat, kelas executive di bus atau kereta dan tempat2 lainnya. Sehingga, sangat mungkin jika salah pilih pemimpin, suatu saat akan ada tulisan "Maaf, jakarta hanya menerima orang kaya dan kaya sekali".

Pak Bejo:: semoga masih ada pemimpin yang dekat dengan rakyat miskin, dan mencintai rakyat miskin, karena keberadaan rakyat miskin itu suatu "kebenaran" adanya.

Selasa, 20 September 2016

Parpol, kepala daerah dan Perseroan Terbatas

Pak Bejo:: saya ini bingung, kenapa parpol dan orang2 parpol itu sepertinya telah menjadi orang penting di negara ini? Apa mereka memang penting karena keberadaannya dibutuhkan orang banyak? Dibutuhkan masyarakat?

M. Nur:: parpol nya pasti organisasi paling penting di negara ini. Dan orang2nya tentu saja penting. Maksudnya, organisasi  parpol memang penting sekali, karena dari parpolah akan keluar kebijakan siapa saja yang akan menjadi calon anggota Presiden, DPR RI, DPRD, juga calon Gubernur bupati, walikota. Dan nantinya juga presiden bersama DPR RI akan menentukan siapa saja yang akan menjadi anggota komisi, seperti KPK, KPU, KPPU dan lainnya. Dan anggota BPK, BAWASLU, Kapolri dll.  Artinya pilihan presiden dan DPR RI secara tidak langsung merupakan pilihan parpol.

Apakah orang2 parpol juga orang penting? Pasti, karena ibarat mobil bagus, tapi sopirnya gak punya SIM, atau ngantuk, apalagi mabuk, pastinya akan membahayakan laju kendaraan. Begitu juga dengan orang2 parpol yang mengurus laju nya parpol.

Kendaraan yang baik, pengemudinya akan dapat dengan mudah digantikan oleh orang lain. Apalagi kalau itu kendaraan penting, harus selalu sudah disiapkan siapa penggantinya jika pengemudi utama lagi berhalangan. Artinya, sistem seperti itu harus sudah siap di parpol. Meski dalam prakteknya tetap sulit.

Pak Bejo:: terus apakah parpol juga sudah selalu siap menyediakan calon2 kepala daerah? Dan juga calon2 dewan yang terhormat? Apa boleh parpol mengajukan calon kepala daerah yang bukan kadernya? Tapi justru kader parpol lain?

Mas Nur:: seharusnya parpol harus selalu siap kalau kaitannya denga  calon pemimpin. Sebab yang namanya parpol itu tugas utamanya ya menyiapkan calon pemimpin. Kalau parpol mengajukan orang lain yang bukan kadernya menjadi calon kepala daerah atau calon dewan ya boleh2 aja. Tapi, secara tidak langsung, tugas parpol untuk mencetak pemimpin kurang berhasil.

Pak Bejo :: pantas orang2 parpol sering masuk tv, apalagi menjelang pemilukada. Mas, aku masih bingung, sebenarnya siapa yang memiliki parpol itu? Apakah keluarga tertentu, atau kelompok tertentu? Atau kami2 masyarakat miskin ini juga memiliki parpol? Terus apa bukti kepemilikan masyarakat terhadap parpol? Kalau di perseroan terbatas kan ada bukti ikut memiliki berupa saham.

Mas Nur:: dahulu hingga sekarang saya juga memikirkan hal itu Pak Bejo. Siapa sih sebenarnya pemilik parpol? Yang saya tahu, parpol itu kepengurusannya di atur dalam UU 2/2011 tentang partai politik. Maka disana ada pengaturan umum tentang pengelolaan parpol, yang selanjutnya pengaturannya akan diatur dalam AD parpol itu sendiri. Jadi, kepengurusan parpol harus memenuhi ketentuan UU 2/11 dan AD nya. Apakah masyarakat juga memiliki parpol? Secara tidak langsung masyarakat ikut memiliki parpol, karena kepengurusan parpol terbuka untuk umum, terbuka untuk semua lapisan masyarakat, disana akan terjadi mekanisme penyaringan dan pemilihan kepengurusan yang di rasa memiliki kemampuan dan integritas. Kalau yang dimaksud bukti kepemilikan seperti saham pada perseroan terbatas memang tidak ada. Kepemilikan masyarakat sudah terwakili dari pengurus parpol di tingkat kecamatan sampai pusat.

Pak Bejo:: mungkin gak ada seseorang tiba2 menjadi pengurus di pusat? Jadi tidak selalu dari kabupaten/kota, terus ke provinsi baru ke pusat? Atau justru aturannya harus selalu dari bawah?

Mas Nur:: tidak ada aturan khusus karier di parpol harus dari bawah atau dari atas langsung. Semua itu kesepakatan pengurus2 yang ada. Dan detailnya itu diatur dalam AD. Karena kalau kaku semua harus dari bawah, sangat sulit bagi parpol2 yang baru berdiri, atau parpol yang belum mampu mencetak kader2 yang bermutu dan berbobot, artinya, bagi mereka akan lebih mudah, murah dan cepat  jika mengambil kader dari luar, jika di bisnis biasanya disebut membajak pegawai.

Pak Bejo:: kalau semua diserahkan ke AD, sangat mungkin pengurus parpol yang sekarang akan menyusun AD untuk kepentingan keluarga dan golongannya saja dong?

Mas Nur:: begitulah...meski tidak semudah yang kita bayangkan....

Pak Bejo:: kalau begitu, beruntunglah orang2 yang dilahirkan sebagai pewaris parpol, karena mereka memiliki kesempatan beramal yang lebih besar dengan mensejahterakan rakyat, khususnya orang2 miskin seperti kami2 ini.

Mas Nur:: semoga...

Minggu, 11 September 2016

Manfaat IT dalam penerbangan dan fleksibilitasnya

Semua perusahaan multinasional era seperti sekarang ini tanpa IT, sepertnya tidak mungkin. Sehingga banyak perusahaan besar yang investasi di IT, dan masyarakat akhirnya mengakui manfaat dan kemudahan layanannya.

Perbankan, sepertinya termasuk kategori ini, mereka berlomba2 mengiklankan kemudahan layanan yang didukung IT real time.

Bagaimana dengan perusahaan penerbangan? Sepertinya hampir semua sudah.

Kalau "hanya" menggunakan IT sangat mungkin ya, tapi apakah semua IT nya juga memudahkan penumpang? Ternyata tidak juga.

Ketika garuda, batik air, air asia dan lainnya sudah bisa web check in, kita akan membayangkan kalau check in di ruang check in atau konter check in itu bisa 24 jam. Sangat mungkin ya. Apalagi kalau di soetta.

Ternyata tidak semua maskapai penerbangan sudah seperti itu.

Bagaimana akan membayangkan web check in atau city  check in, kalau check in lebih awal di konter bandara saja tidak bisa. Tapi itulah kenyataannya.

Jika anda menggunakan penerbangan dengan kode penerbangan SJ, dan ingin check in lebih awal dari 2 jam jadwal penerbangan, jangan harap bisa. Karena konter check in tidak akan melayani, alasannya belum buka, sesuai aturan. Dan itu terjadi di bandara internasional adi sujipto yogyakarta, bukan di luar jawa.

Lalu, apa manfaat IT untuk layanan check in? Apakah masih membayangkan  web check in, atau city  check in? Lebih baik tidak usah membayangkan, terima saja apa yang terjadi daripada kecewa.

Sekali lagi, sebagai pelanggan, tidak dapat merasakan manfaat IT yang hanya ingin check in lebih awal, sesuatu hal yang mengherankan, ketika dunia luar sudah bisa dan biasa dengan web check in atau city  check in.

Bagi perusahaan maskapai dan pengelola bandara mungkin kejadian ini hal biasa saja. Coba seandainya anda datang lebih awal,  akan check in tapi tidak bisa, dan tidak ada ruang tunggu, maka pilihannya silahkan duduk di lantai, atau keluar dari ruang keberangkatan dan duduk di restoran atau cafe. Dan tentu untuk duduk di restoran atau cafe tidak gratis.

Bagaiamana kalau penerbangannya yang terlambat? Biasanya hanya kata maaf karena alasan operasional, hanya snack, hanya nasi kotak, dan hanya uang ganti yang tidak seberapa.

Terus kalau penumpang yang terlambat, apa yang terjadi? Silahkan yang pernah punya pengalaman ketinggalan jam keberangkatan, tapi tidak ketinggalan pesawat, karena pesawatnya juga delay.

Tapi peristiwa lain baru saja terjadi beberapa saat lalu, berbeda dengan aturan mereka, belum tepat 2 jam sebelum jadwal penerbangan konter check in sudah dibuka dan bisa. Artinya apa? Suka2 pegawai perusahaan penerbangan yang berkode SJ. Mau buka konter check in 2 jam sebelum jadwal, atau 3 jam sebelum jadwal.

Apa ini bukti kemenangan kapitalis?  Konsumen kalah dengan perusahaan besar?

Sabtu, 20 Agustus 2016

Tampak luar, belum tentu sama dengan isi

Bukan hanya bungkusnya saja yang penting, tapi juga isinya; bukan hanya "bra" nya saja yang harus baik dan indah, tapi juga harus isinya (buah dadanya). Hal itu juga yang diinginkan oleh pengguna bandara.

Begitu masuk kawasan bandara hasanudin makasar, meski tertutup rimbunnya pohon2 akan tetap terlihat megahnya bangunan bandara, apalagi bagi yang pertama melihat bandara hasanudin dari pesawat sesaat setelah landing, apalagi disore hari, akan tampak megah sekali.

Kebesaran kawasan bandara memang terasa juga bila sudah didalam bandara. Tapi akan terasa betapa besarnya fisik bandara, ternyata suasananya lebih mirip mall.

Jika diukur kenyamanannya, dengan dibandingkan dengan bandara lain, misal dengan juanda, akan terasa sekali perbedaanya.

Beberapa hal yang menggangu kenyamanan, misalnya::
1. Masuk ruang bandara untuk pemeriksaan xtray sudah banyak tumpukan penumpang, semakin terasa tidak nyaman dengan tidak adanya budaya antri. Padahal sangat memungkinkan jikabada petugas yang mengatur antrian.
2. Hal sama terjadi di antrian check in counter penerbangan, yang mana minim sekali batas dan tanda2 antrian. Yang ada justru porter2 yang main salib ke dalam barisan antrian.
3. Bagitu sudah didalam ruang tunggu, kita akan dibuat kagum dengan mudahnya mencari kebutuhan dan hal2 yang diperlukan untuk oleh2 perjalanan. Banyak sekali warung, kedai, cafe atau toko, bahkan beberapa cafe begitu dekat dan menyatu dengan kursi tunggu. Kedekatan ini dapat di maklumi, karena memang adanya perbaikan dan renovasi.
4. Beberapa kali ke toilet sebelum pintu keluar kedatangan, terasa sekali tidak nyamannya. Mungkin karena saat malam atau menjelang pagi, sehingga kurang lagi di perhatikan kebersihanya.
5. Belum lagi fasilitas taxi, dari pengambilan nomer sampai masuk kendaraan harus menunggu beberapa lama.

Kalau sudah begitu,  apakah untuk merasakan kenyamanan bandara harus menunggu di beli/di kelola dulu oleh perusahaan asing,  baru bisa merasakan kenyamanan bandara di indonesia?

Hingga akhirnya, nasionalisme akan terusik, tapi bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan?. Sangat mungkin nantinya masyarakat akhirnya berpikir praktis, tidak perduli kucing hitam atau bukan, jika bisa memberikan layanan baik, silahkan saja. Apalagi perpres 38/2015 juga sudah memberikan ruang bagi siapapun untuk dapat memberikan pelayanan publik.

Minggu, 14 Agustus 2016

Kopi dan kasih sayang

Meski belum mengetahui sejarah kopi, jenis kopi, dan ciri2 kopi yang enak, tapi minum kopi hitam asli tumbukan ala kampung tetap terasa paling enak.

Tapi sayang sekali, belum semua pengusaha indonesia bangga dan bisa menghargai kopi hitam.

Setiap ke hotel2, fasilitas dikamar selalu tersaji kopi nescafe, dan di cafe2 juga demikian.
Pernah melihat film filosofi kopi, yang diangkat dari buku Filosofi Kopi karya Dewi Lestari yang akrab dipanggil dengan nama Dee. Sungguh pelajaran yang bernilai tinggi, ketika dikisahkan, bahwa kopi sebagai tumbuhan, harus diberlakukan dengan kasih sayang untuk menghasilkan rasa kopi yang bercitarasa tinggi.

Pelajaran dalam film filosofi kopi  tersebut, tentu terasa sulit di terima. Apalagi di era sekarang, makluk hidup (manusia dan hewan) saja diberlakukan seperti benda mati, apalagi  memperlakukan tumbuh2an seperti layaknya mahkluk hidup.

Untuk lebih memperkuat keyakinan pelajaran  dalam filosofi kopi, silahkan baca buku "The Miracle of Water" karya Masaru Emoto, dalam buku itu dimuat  foto2 kristal air yang sangat menakjubkan keindahannya,  yang merupakan hasil penelitian Masaru.

Singkatnya, air yang sama, disimpan dalam botol yang modelnya sama, kemudian diberi label tulisan "cinta/indah" dan "jelek", maka akan di hasilkan kristal2 yang sangat berbeda. Air yang diberi label "cinta/indah" menunjukkan hasil kristal yang sangat bagus sekali, dan sebaliknya bagi air yang diberi label "jelek".

Artinya apa? Air yang tampak kasat mata sebagai benda mati ternyata mengerti akan tulisan label yang ada di botol. Ini membuktikan air bersikap seperti mahkluk hidup.

Seandainya manusia indonesia memperlakukan manusia, hewan dan tumbuhan seperti menyayangi layaknya mahkluk hidup, pasti bangsa ini penuh berkah dan ampunan.

(Solo, bandara adi soemarmo, 14 agustus 2016)

Mencari Pemimpin

Apakah pemimpin itu dilahirkan? Atau di ciptakan?

Maksudnya, jika dilahirkan, pemimpin akan lahir dari keturunan pemimpin pula. Artinya, hanya anaknya raja yang bisa menjadi raja.

Pemimpin diciptakan maksudnya, bahwa siapapun bisa menjadi pemimpin jika dari awal sudah didesain, dididik untuk menjadi pemimpin. Tidak perduli latar belakangnya.

Apa kaitanya dengan demokrasi yang diimplementasikan dalam pemilukada?

Tentu saja, ini bukti bangsa ini sudah memilih dan meyakini bahwa pemimpin itu diciptakan. Buktinya, pemimpin tersebut harus didesain, dididik layaknya pemimpin yang ideal.

Sehingga masyarakat akan terpikat dengan tampilan dan performance pemimpin tersebut.

Pertanyaan selanjutnya, apakah pemimpin yang dihasilkan melalui pemilukada menghasilkan seperti yang diharapkan?

Hal ini tentu saja dipengaruhi banyak hal, diantaranya:
1. Kualitas pemilih. Bukankah selama ini masyarakat yang perpendidikan tinggi, yang memiliki integritas disamakan dengan yang sebaliknya?
2. Kualitas calon pemimpin. Bukankah garbage in garbage out, apakah betul masyakarakat memiliki banyak tawaran untuk memilih calon pemimpinnya?  Jangan2, yang ada adalah harus memilih yang terbaik diantara yang terjelek.
3. Penyelenggara pemilu. Seberapa kuat integritas penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tugasnya.
4. Para pemodal. Seringkali pemodal tidak masuk sebagai penentu dalam mencari pemimpin dengan model demokrasi, karena tertutupi oleh peran langsung masyarakat. Tapi sebenarnya peran pemodal, khususnya pemodal yang memiliki media informasi seperti tv, koran cetak/.net sangatlah besar.

Ketika pemimpin itu di ciptakan, maka yang paling memiliki kemampuan dan pengaruh akan hal tersebut adalah partai politik dan pemodal. Permasalahannya paket UU politik tidak memisahkan antara pemodal dan politisi dengan tegas.

Artinya, jangan heran, kalau ada orang baik, memiliki integritas, jika ingin menjadi pemimpin akhirnya akan menghadap dan tergantung oleh partai politik dan/atau pemilik modal.

Tidak ada makan siang yang gratis... begitu kata teman yang kuliah di sospol dan tentu saja akan berlaku juga hukum ekonomi, jika ada permintaan maka akan ada penawaran, kata teman yang kuliah jurisan manajemen.

(Solo, bandara adi soemarmo, 14 agustus 2016)

Membaca peraturan

Dapatkah suatu kata, kalimat, bahkan suatu buku untuk bisa menceritakan suatu benda? Apakah penjelasan itu bukanlah merupakan  tafsir penulis itu sendiri? Artinya, penulis yang lain akan memiliki tafsir yang berbeda pula.

Misalnya, adakah ada yang bisa menceritakan mangga itu seperti apa?
1. Mau di bilang manis, banyak buah juga manis, bahkan antar mangga manisnya juga beda.
2. Mau di bilang dagingnya berwarna kuming, apa semua kuning? Bukankah ada yang merah, bahkan yang masih muda warnanya putih kehijau2an.
3. Mau di bilang bentuknya seperti mangga "indramayu", ternyata ada juga mangga yang bentuknya sangat berbeda, yang cenderu bulat.
4. ....

Kalau untuk menjelaskan mangga saja sudah begitu rumit, bagaimana kita bisa mengatur dan menjelaskan  banyak hal dengan kata? Artinya, apakah penjelasan tersebut tidak akan multi tafsir?

Hal seperti ini sebenarnya sering terjadi, maka dalam beberapa kasus hukum, seringkali di didatangkan ahli bahasa, untuk menjelaskan maksud teks2 tersebut dari sisi semantik.

Hal ini tentu saja akan menjadi jauh lebih sulit ketika APH membaca peraturan cenderung ke teks, bukan konteks.

Konteks itu dapat diartikan sebagai keadaan saat berlaku. Misalnya,
Ada nasi goreng (nasgor) yang di buat oleh bu fathia (muslimah), yang mengolah dengan cara dan bahan yang halal.

apakah nasi tersebut halal atau haram? Tergantung uang nya darimana, apakah uang halal atau tidak untuk membeli bahannya, anggap saja halal.

Apakah yang makan nasgor itu bayi atau orang dewasa? Kalau anak kecil maka haram, karena memang belum boleh makan nasgor, kalau dewasa berarti halal.

Selanjutnya, apakah yang makan sedang puasa atau tidak? Anggap saja tidak sedang puasa, artinya halal untuk makan.

Artinya untuk memastikan bahwa nasgor itu halal atau tidak ternyata perlu melihat keadaan yang banyak sekali. Tidak hanya fisik zat nya nasgor semata. Artinya untuk bisa menyatakan hukum suatu zat, maka hukumnya "tak tentu".  Tak tentu tersebut tergantung dari konteks nya saat itu.

Dan disinilah dibutuhkan pemahaman dan kebijakan APH untuk melihat kejadian di pemerintah dan daerah, yang seringkali apabila dilihat secara sederhana tidak sesuai peraturan. Padahal situasi dan kondisi sangat berbeda dengan ketika peraturan itu saat dibuat.

Maka, dalam membaca peraturan, seharusnya untuk berusaha melihat dan memahami apa maksud penulis peraturan itu. Meski tentu saja sulit...

(Solo, bandara adi soemarmo, 14 agustus 2016)

Apalah arti suatu nama "bandara"

Bandara terminal 3 ultimate sudah dioperasionalkan. Wajar, sebagai warga negara akan merasa bangga, karena bangsa ini memiliki bandara yang modern dan canggih. Apalagi terminal 3 ultimate didesain untuk terkoneksi dengan kereta api yang sekarang masih dalam pengerjaan.

Menjadi membingunkan dan mengherankan, menggapa PT. Angkasa Pura (AP) persero sebagai pengelola bandara memberi nama "terminal 3 ultimate"? Mengapa harus menggunakan kata "terminal 3"? Bukankah di soetta sudah ada terminal 1, 2 dan 3?

Memang ada beda antara "terminal 3" dan "terminal 3 ultimate". Masalahnya, apakah dengan nama yang hampir mirip, tidak akan membingungkan bagi pengguna bandara?

Jika seseorang tidak begitu mengenal terminal bandara soetta, khususnya keberadaan terminal 3, maka akan menyampaikan ke rekan2nya, bahwa keberangkatan dan kedatangan dari terminal 3 (kebiasaan menyebut pendeknagar cepat), padahal yang dimaksud adalah terminal 3 ultimate. Hal ini tentu saja akan menyulitkan bagi:
1. yang akan melakukan  penjemputan. Karena sangat mungkin akan beda maksud, antara penumpang dan penjemput.
2. Penjemputpun akan bingung jika membaca rambu2 penunjuk jalan untuk menuju terminal 3 dan terminal 3 ultimate.
3. Penulisan di tiket harus jelas, penumpang di berangkatkan dari terminal berapa.

Mungkin bagi teman2 di PT. AP kemiripan penamaan terminal itu gak masalah, tapi sepertinya akan menjadi masalah bagi pengguna, khususnya pengguna yang belum familiar dengan bandara soetta.

Apa sulitnya jika nama terminal baru, yang sekarang disebut terminal 3 ultimate, misalnya diberi nama "terminal 4". Pasti lebih mudah membedakannya....
Apalah arti sebuah nama, pernyataan singkat William Shakespeare, ““What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.”
(Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi), tapi ternyata nama memang benar2 penting. Bahkan teramat penting.

Semoga PT. AP dan maskapai bisa memberikan keterangan yang jelas pada papan penunjuk arah, lembar tiket dan memberikan edukasi kepada pengguna, sehingga tidak akan membingungkan bagi para pengguna bandara.

(Solo, bandara adi soemarmo, 14 agustus 2016)

Kamis, 07 Juli 2016

Idul fitri itu mudik darat

Mudik, kata yang tiada habisnya di sebut dalam media. Khususnya terkait berita kemacetan, mudik sepertinya sudah menjadi bagian dalam merayakan idul fitri itu sendiri.

Bagi yang masih memiliki kampung halaman dan orang tua atau yang di tuakan dikampung, lebaran idul fitri terasa cemplang tanpa mudik. Seperti sambel tanpa pedasnya cabe.

Meski perkembangan teknologi transportasi telah berkembang, terutama pesawat terbang, tapi mudik jalur darat tetap menjadi paling favorit, dibandingkan dengan lewat transportasi udara, apalagi lewat jalur transportasi laut.

Banyak alasan mengapa mudik lewat jalur darat tetap menarik, mungkin:
1. Masyarakat negeri nusantara ini telah mengalami arus balik dari budaya maritim yang luar biasa. Sehingga laut dan kebudayaannya menjadi terasa sangat asing. Sehingga, meski sudah beberapa kali TNI AL menawarkan mudik gratis dengan kapal laut tetap saja tidak menarik. Lebih menarik tawaran mudik gratis menggunakan bus yang dibiaya oleh perusahaan swasta, BUMN atau oleh gubernur jawa timur, ataupun menggunakan kereta api yang di biayai oleh PDIP.

2. Bagi yang memiliki kendaraan roda 2 dan 4, mudik lewat jalur darat tetap lebih praktis saat lebaran di kampung. Sebab, kebutuhan kendaraan dikampung akan meningkat drastis dan urgent saat lebaran untuk berkeliling kesanak saudara dan famili.

3. Dengan membawa kendaraan, berarti bisa mengajak saudara untuk mudik lebih banyak dan membawa barang lebih banyak.

4. Tidak semua kampung halaman dekat dengan bandara dan pelabuhan. Apalagi di negara kita sudah terkenal semua menjadi serba mahal ketika di area bandara dan pelabuhan, misalnya rental kendaraan, apalagi penggunaan taxi.

5. Seringkali kendaraan yang dibawa dari jakarta digunakan untuk mencitrakan keberhasilan selama bekerja di jakarta. Hal ini tidak bisa dipungkiri, status sosial menurut pandangan masyarakat masih didominasi dari keberhasilan materi.

6. Lebih aman jika kendaraan itu dibawa pulang daripada ditinggal di jakarta. Seandainya dititippun juga akan memerlukan biaya.

7. Jika memiliki keluarga besar, tetap lebih hemat dengan membawa kendaraan.

Dengan alasan2 itu, sudah menjadi kewajaran jika pemerintah harus selalu siap sedia dalam ritual mudik, mudik itu jalur darat.

Senin, 04 Juli 2016

desain (kuno) gerbang pembayaran tol

Bagi pengguna kendaraan, lorong penghisap waktu itu bernama gerbang pembayaran tol. Hanya pindah tempat saja, klo hari2 biasa terjadi  di jakarta, tangerang (karang tengah dan cikupa), dan bekasi, tapi sekarang  berpindah ke pembayaran cipali dan brebes.

Tidak perlu menggunakan matematika yang rumit, jika gerbang pembayaran hanya 2-3 kali jumlah lajur jalan tol, pasti akan terjadi kemacetan. Dengan kecepatan mobil rata2 sekitar 80 km/jam, kemudian dalam waktu bersamaan kecepatan pelan, hingga berhenti beberapa detik untuk transaksi pembayaran, tidak heran jika pasti terjadi kemacetan di gerbang tol.

Apakah dengan transaksi etoll card dapat mengurangi secara significan kemacetan di gerbang pembayaran toll? Sepertinya tidak banyak berpengaruh. Hal ini bisa dilihat, dalam transaksi etoll card masih perlu beberapa detik, bahkan mesin baca kartu di gerbang tol cikupa respon time nya lebih lama, mungkin masih perlu 2-3 detik setelah kartu benar2 di tempelkan. Berbeda dengan mesin kartu pembaca seperti yang di toll arah bandara, kartu belum menempel saja sudah mampu merespon.

Cara yang efektif mungkin harus dengan memperbanyak gerbang pembayaran.  Entah gerbang itu dengan sistem manual atau etoll card.

Jika dilihat desain pembayaran toll brebes, desainnya masih benar2 seperti desain 30 tahun yang lalu. Jumlah gerbang tol lebih banyak sedikit dibandingkang dengan jalur jalan tol yang ada.

Perlu dilakukan desain ulang, bagaimana efektifnya gerbang tol, apakah seperti gerbang di bogor dan cikupa (arah jakarta) atau arah bandara soetta.

Jangan hanya karena operator tol mau menghemat investasi karena tidak mau mendesain ulang gerbang tol dan sekaligus membangunnya, tapi justru terjadi pemboroson dari sisi pengguna tol.

Atau yang diperlukan gaya koboy seperti menteri BUMN dahlan iskan? Sehingga menjadi perhatian semua masyarakat? Atau diperlukan kejadian luar biasa lainnya, seperti presiden atau menteri yang terjebak dalam kemacetan saat mudik. Sehingga mereka bisa berempati dengan masyarakat biasa.

Kalau sampai tiap tahun terjadi macet di gerbang tol pembayara tol saat mudik, apakah iti sudah dianggap ritual atau budaya saat mudik?

Kalau sudah begini, sebagai masyarakat pembayar tol terus piye?

Sabtu, 02 Juli 2016

Macet mudik bukti sentralisasi pembangunan

Empat hari terakhir ini baca media darling terasa membosankan, bahkan petandingan jerman dengam itali masih kalah ngetrend dengan berita kemacetan mudik.

Mengapa macet sebagian besar hanya terjadi dari jakarta menuju keluar jakarta, arah ke sumatera kemacetan di merak, arah bandung dan arah ke jateng, yogya dan jatim kemacetan di cipali dan cirebon.

Mengapa efek mudik terbesar ada di jakarta? Mengapa tidak terjadi di bandung, surabaya, semarang, yogya. Atau diluar jawa sekalipun makasar, palembang, pekanbaru, medan, banjarmasin dan kota lainnya. Yang menarik adalah bali, saat lebaran ternyata pelabuhan gilimanuk terjadi kemacetan yang luar biasa (minggu, 4 juli 2016) sempat mencapai 6 km.

Mengapa kemacetan bersumber dari jakarta? Dan juga berasal dari denpasar?

Perlu dilakukan kajian dari  sisi ekonomi, politik, sosial, budaya, mengapa hal itu bisa terjadi.

Dari sisi ekonomi, jakarta tetap sentral pertumbuhan ekonomi, tetap menjadi pusat barometer ekonomi. Dan itu harus diakui, betapa uang APBD terbesar ada di DKI sebesar 72 T. Bandingkan dengan provinsi atau kabupaten/kota yang masih dibawah 10 T. Bisa jadi jika dihimpun APBD 3 provinsi terbesar lainnya, tetap lebih besar APBD DKI.

Belum lagi jika dilihat dari himpunan anggarannya kementerian/lembaga (k/l) yang sebagian besar di jakarta. Hanya beberapa k/l yang memiliki semacam kantor cabang di daerah. Diantaranya kemenkeu, kemendag, MA, TNI, Polri, kejaksaan dll. Artinya, belanja mereka sebagian ada di daerah, tidak hanya di kantor pusat (jakarta).

Artinya apa? Dengan belanja APBD yang besar, belanja k/l yang sebagian besar di jakarta, maka tidak heran jika banyak orang akan datang ke jakarta. Ada gula ada semut, begitu kata peribahasa. Jadi tidak heran jika banyak uang beredar di jakarta, maka masyarakat akan berbondong2 menuju jakarta.

Bagaimana dengan denpasar? Di denpasar memang banyak pendatang, apalagi yang berasal dari jawa timur.

Dari sisi politik, lebih sentralistik, bahwa semua parpol berpusat di jakarta, dan keputusan politik berpusat di jakarta. Maka dampak dari ini, akan banyak orang pergi ke jakarta untuk meniti karir sebagai politisi.

Bisa di lihat sukses story pak jokowi dari walikota surakarta, menjadi gubernur DKI, akhirnya menjadi presiden. Begitu juga dengan ahok, dari bupati belitung timur, selajutnya berusaha untuk menjadi gubernur bangka belitung, sumatera utara, sampai akhirnya terpilih menjadi DPR RI. Selanjutnya loncat menjadi wakil gubernur DKI, hingga menjadi gubernur DKI. Dan hampir semua politisi akhirnya berhijrah ke jakarta seiring meningkatnya karir politiknya.

Dilihat dari sisi ekonomi politik saja sudah terasa, bagaimana jakarta akan menjadi tujuan yang menarik. Belum lagi untuk bidang sosial budaya.

Jadi tidak heran, selama jakarta masih menjadi pusat perhatian semua orang, maka tradisi mudik dengan segala kemacetan akan selalu terjadi, kemacetan yang akan selalu menjadi pekerjaan rutin tahunan pemerintah, akan selalu menjadi berita headlines media.....kalau begitu, terus piye?

Syariat Islam, budaya arab dan budaya nusantara

Selalu menjadi perdebatan, apakah sesuatu itu termasuk aturan/syariat islam, apakah termasuk budaya arab (termasuk budaya non arab yang masuk ke arab), apakah termasuk budaya asli nusantara ini.

Ketika lebaran, di bumi nusantara ini ada namanya halal bi halal. Apakah satu kalimat ini ada di arab saudi? Tidak ada. Klo hanya kata "halal" memang ada, tapi kalau satu kalimat "halal bi halal" tidak ada. Tapi apakah kalau tidak ada di arab saudi, tempat lahirnya islam, terus apa melanggar syariat islam? Esensi dari halal bi halal itu saling memaafkan, yang secara fisik biasanya diikuti dengan bersalam2an.

Ketika lebaran, mungkin hanya di indonesia yang ada tradisi "mudik". Suatu kebiasaan  pulang ke kampung, ke tempat orang tua, atau ke orang yang kita tuakan. Esensi dari mudik adalah bersilaturahmi kesanak family dan teman2. Apakah mudik ini anjuran islam? Budaya arab? Atau hanya sebatas budaya lokal? Apakah ini melanggar syariat islam?

Saat lebaran, banyak daerah memiliki tradisi membuat ketupat, bahkan ada yang menyebut lebaran ketupat.  Bukankah ketupat itu hanya makanan yang terbuat dari beras dengan bungkus janur (daun muda pohon kelapa), jika selanjutnya menjadi kebiasaan masyarakat yang cerdas memanfaatkan alam sekitar untuk di buat makanan, apakah itu menyalahi aturan?

Perlu diingat kenapa orang tua dahulu mengajarkan dan membiasakan membuat ketupat? Diantaranya karena ketupat itu bisa tahan lama dibandingkan dengan makanan nasi biasa. Sama halnya, di padang, saat lebaran, banyak masyarakat akan membuat rendang, karena rendang makanan yang tahan lama. Artinya, ketika lebaran, ketika banyak saudara berkunjung, jangan sampai tuan rumah dalam menyajikan makanan kelihatan  repot dan sibuk, karena tentu saja akan membuat tamu tidak enak.

Bukankah jika sudah membuat ketupat dan rendang, maka dalam 2-3 hari lebaran tidak perlu repot masak ketika ada saudara kerabat yang berkunjung. Apakah membuat ketupat ini budaya arab? Apakah hal ini melanggar syariat islam?

Tetapi jika sekarang, banyak masyarakat ketika menyambut tamu lebaran dengan membuat kue kering, bahkan selalu pesan/membeli makanan beratyang cepat saji, seperti pizza (yang asli paman sam), KFC, burger, apa itu juga menyalahi aturan? Jadi apa esensi dari penyediaan makanan ketika menyambut sanak saudara kerabat ketika lebaran? Memuliakan tamu. Apakah esensi itu menyalahi syariat islam?.

Sarung, siapa tidak mengenal sarung, bahkan dalam bahasa inggris, sarung tetap sarung. Karena memang sarung itu khas indonesia. Banyak hal kelebihan kain yang berbentuk sarung di bandingkan dengan yang lain. Termasuk jika dibandingkan dengan celana panjang. Apakah ketika umat islam indonesia sholat menggunakan sarung itu tidak sesuai syariat islam? Apalagi sarung bukan budaya orang2 arab, yang pasti nabi muhammad tidak pernah mengenakan sarung, tapi mengenakan jubah. Karena budaya pakaian arab itu menggunakan jubah. Memang betul nabi muhammad menggunakan jubah, tetapi bukankah abu jahal dan abu lahab juga menggunakan jubah? Apa beda jubah mereka dengan junjungan nabi muhammad? Sementara sebagian muslim indonesia sudah mulai membiasakan diri dengan mengenakan jubah, apalagi kalau baru seminggua pulang haji atau sepulang umroh.

Kalau sebagian muslim indonesia, sudah mulai mengarabkan budaya indonesia, seolah2 kalau sudah membiasakan budaya arab, sudah melaksanakan syariat islam. Terus apa syariat islam itu sama dengan budaya arab? Kalau budaya nusantara tidak sesuai dengan budaya arab, apakah pasti bertentangan dengan syariat islam?

Jika sudah mulai tumbuh kelompok2 tertentu, sering menyalahkan orang muslim lain karena tidak sesuai dan tidak ada di arab sana, terus iki piye?

Jumat, 01 Juli 2016

Pilih membangun darat (lagi) atau laut

Dengan nyata tampak pembangunan nusantara ini bertumpu di daratan, dibandingkan dengan di lautan. Padahal luas laut indonesia 2/3 dari total wilayah indonesia.

Daerah2 yang maju pasti bertumpu dengan daratan, bukan lautan. Bagaimana DKI, dan kota2 besar lainnya memiliki pendapatan asli daerah (PAD) besar, sumber utamanya bersumber dari darat. PKB & BBNKB, pajak hotel dan restoran, pajak rokok dan beberapa retribusi lainnya yg juga bersumber dari daratan.

Akhirnya, kebijakan pembangunan daerah akan berfokus juga peningkatan PAD yang bersumber daratan tersebut. Artinya, daerah mendapat PAD besar dari daratan, maka kebijakan selanjutnya membangun daratan, karena berdampak PAD nya akan lebih meningkat lagi.

Hingga akhirnya, daerah kurang memperhatikan kebijakan kemaritiman. Hal ini dengan mudah terjadi, sebab upaya daerah untuk membangun laut dan maritimnya, belum tentu mampu mendongkrak PAD.

Selanjutnya, tanpa disadari, seiring waktu kebijakan struktur pemerintah daerah yang cenderung ke daratan, telah menjauhkan budaya maritim masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.

Berapa kilometer (KM) jarak jakarta dengan laut?  Bahkan ketika warga tanjung priuk ditanya tentang kesehariannya, apakah mendekati ke arah maritim atau daratan? Pasti daratan. Cara berpikir dan berperilaku daratan. Mereka lebih dekat dengan budaya darat daripada budaya laut. Hal yang sama juga akan  terjadi jika ditanyakan kepada warga pesisir di demak, tegal, tuban, gresik, makasar, dan daerah2 pesisir lainnya.

Masyarakat pesisir akhirnya lebih merasa dekat dengan budaya darat, daripada budaya laut. Lebih jelasnya, semakin lama, semakin berkurang jumlah nelayan, seiring waktu semakin kecil ukuran kapal2 nelayan, semakin berkurang industri rumah tangga yang berbahan dasar hasil sumber daya laut,   dan aktivitas lain yang berkaitan dengan laut.

Mungkinkah kebijakan pemerintah pusat dan daerah bersinergi memberikan penekanan kepada kebudayaan maritim? Meski pemerintah jokowi tidak berhasrat lagi untuk mempunggungi laut, bahkan juga sudah membuktikan dengan membangun tol laut. Tapi apakah daerah pesisir juga sudah melakukan hal yang sama? Jangan2 masih fokus dan sibuk dengan daratan.

Memang tidak bisa hanya pemerintah pusat yang membangun maritim, tapi juga harus daerah,  harus dilihat satu kesatuan kebijakan politik, ekonomi dan sosial budaya.

Bulan2 musrenbang dalam menyusun RKP dan RKPD sudah selesai, tapi sudahkah kebijakan pusat dan daerah dalam membangun maritim sudah terakomodir? Perlu penelitian yang lebih dalam, agar tidak menjadi wacana saja, atau kepincangan kebijakan pusat daerah.

Untuk membangun negeri maritim:
1. perlu mewujudkan dalam kebijakan politik didaerah, dan ini harus mengubah pola pikir politisi daerah;
2. perlu mewujudkan kebijakan ekonomi, dan ini harus dengan memberi keyakinan kemajuan kesejahteraan bagi masyarakat;
3. perlu mewujudkan dalam kebijakan sosial, dan ini harus dengan meyakinkan masa depan kebudayaan kemaritiman kepada masyarakat.
4. perlu mewujudkan dalam kebijakan kebudayaan, dan tentu saja perlu waktu yang lama sekali.

Jika di pusat, presiden sudah mebuat kebijakan politik, dan di kabinet sudah ada bu susi yang menggerakan ekonomi kemaritiman, tapi bagaimana dengan sosial budaya?

Bagaimana dengan di daerah? Berapa kepala daerah dan DPRD yang sudah mendukung kebijakan maritim? Bagaimana dengan kebijakan ekonomi, sosial politik di daerah?

Kalau pemerintah tidak bisa melakukan perubahan ritme gerak arus balik ke arah maritim, maka akan menghabiskan waktu dan energi.

Untuk bisa mewujudkan itu, terus piye?

(Terinspirasi oleh pidato kebudayaan 2014 oleh Hilman Farid)

Kamis, 30 Juni 2016

Nawacita, natuna dan pertahanan negara

Sejak orde baru berkuasa, penekanan kekuatan pertahanan negara bergeser ke daratan, padahal sebelumnya era presiden sukarno lebih pada pertahanan laut. Hal itu bisa dilihat bagaimana kekuatan angkatan laut saat itu yang sudah memiliki kapal perang dan beberapa kapal selam. Yang hingga sekarang ini sebagian masih digunakan oleh TNI AL.

Pak Harto memang memberi ruang yang besar kepada TNI AD saat itu,  hal itu bisa dilihat dari jabatan Menteri dan setingkat menteri, gubernur dan bupati walikota, ketua Golkar yang di dominasi oleh TNI AD. Dapat dilihat juga, bagaimana saat itu dari sisi sosial, banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi TNI AD, atau memiliki menantu TNI AD, dibandingkan yang lain.

Ketika era TNI AD mendominasi, banyak sekali program pemerintah yang berfokus di daratan. Hal ini bisa dilihat kemajuan daerah daratan di bandingkan dengan daerah kepulauan. Pemerintah masih berfokus mengekaplorasi kekayaan alam yang didaratan. Sehinga kemajuan daerah yang didaratan, dengan modal sumber daya alamnya bisa dipastikan akan lebih maju dibandingkan dengan daerah kepulauan.

Apalagi, variabel penghitungan dana perimbangan atau transfer dari pemerintah pusat menggunakan variabel yang ada didaratan.  Misalnya, penghitungan DAU pada UU 25/99 jo. UU 33/04 masih menggunakan luas daratan. Tentu saja ini akan merugikan daerah kepulauan seperti keppri, maluku utara, babel dan NTT. Meskipun, setelah terbitnya UU 23/14 ttg pemerintahan daerah, daerah kepulauan sudah mendapatkan perhatian yang lebih.

Ketika reformasi 98, secara perlahan keterlibatan TNI dipolitik harus dikurangi, hingga banyak sekali jabatan2 penting dan strategis diisi dari sipil, hingga akhirnya terlena dalam pertahanan negara.

Bagaimana riau daratan lebih maju dibandingkan dengan kepulauan riau, padahal sejarah mencatat, kerajaan2 besar lahir dan besar di keppri.

Maluku utara dalam sejarahnya adalah kerajaan besar, dahulu kebesaran ternate dan tidore diakui oleh kerajaan nusantara.

Hal yang sama juga terjadi di aceh, banten, demak, tuban, gresik dan banyuwangi, serta daerah pesisir lainnya, merupakan kerajaan besar di jamannya. Tapi sekarang ini, mereka jauh tertinggal dengan daerah daratan.

Ketika pembangunan daerah pesisir tertinggal, dengan sendirinya, pulau terpencil juga kurang mendapat perhatian. Hingga masyarakat indonesia terkaget2 ketika era preaiden SBY pulau sipadan dan ligitan berhasil di rebut malasyia.

Ketika sekarang ini,  perairan natuna dan sekitarnya sering dimasuki oleh nelayan cina/tiongkok, dan kita heran ketika mereka menyanggah mencuri dari perairan indonesia, mereka bersikukuh ada diperaian cina. Baru terbuka mata kita, bahwa perairan natuna telah menjadi incaran pemerintah tiongkok. Sampai presiden jokowi unjuk gigi dengan rapat diatas kapal perang di perairan natuna.

Lebih strategis lagi, jika pemerintah mau membangun pangkalan perang di pulau2 terluar. Jangan sebaliknya, seperti pulau terluar justru tenggelam karena pasirnya di jual ke singapura, dan singapura justru melakukan reklamasi pantai mengarah ke perairan indonesia.

Jika pertahanan negara berfokus di daerah perbatasan, maka bisa dipastikan daerah yang ditengah juga aman. Hal ini yang dilakukan negara paman sam, mereka tidak hanya berfokus dipinggiran, tapi sudah membuat pangkalan militer diluar negara mereka. Artinya, ketika terjadi perang dengan negara lain, maka medan perangnya tidak di wilayah paman sam. Sehingga rakyatnya obama tetap aman.

Seperti kata pepatah, lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali. Apabila pemerintah jokowi dengan nawacita nomor 3,  berfokus membangun dari pinggir. Artinya pinggiran perbatasan, sehingga wilayah pinggiran tidak lepas atau diakui negara lain, dan juga terjadi pemerataan pembangunan.

Dan yang paling prioritas dan mendesak sekarang ini adalah dengan membangun pangkalan militer di natuna. Jika tidak, maka tiongkok akan semakin agresif untuk mengakui perairan natuna.

Akhirnya ada gulingnya juga

Meski tidak sering dan rutin nginap di hotel, tapi akhirnya menemukan juga hotel yang menyediakan "guling". Sebuah benda yang terbuat dari bahan yang sama dengan bantal, berbentuk bulat panjang seperti sosis.

Bagi yang sudah terbiasa tidur dengan guling, pasti refleks kakinya akan sulit menyesuaikan jika tidak ada guling. Bisa jadi guling adalah hal sederhana sebagai pelengkap tidur, tapi, sebenarnya sangat mempengaruhi kenyaman saat menjelang tidur. Apalagi jika tidur sendiri.

Hotel yang melengkapi kamarnya dengan guling tersebut adalag hotel ibis style jemursari di surabaya. Artinya, pengelola hotel berani keluar dari pakem dan standar hotel internasional yang selama ini menjadi standar hotel2 di indonesia.

Dan akan menjadi lebih sesuai lagi, jika di kamar selalu disediakan sajadah, bukan hanya penunjuk arah kiblat. Sebab pasti banyak pengunjung hotel yang muslim.

Guling, tradisi tidur masyarakat indonesia....

Mudik dan kembali menemukan kemanusiaan

Mudik, tradisi pulang kampung saat hari raya idul fitri, merupakan budaya khas bangsa indonesia. Tidak banyak di negara2 lain yang memiliki budaya kumpul keluarga dalam hari2 besar tertentu. Kalau di paman man mungkin hampir sama dengan thanks giving. Di malaysia, meski penduduknya juga banyak yang muslim, tetapi tidak semeriah idul fitri di indonesia. Bahkan di arab saudi yang tempat islam itu lahir, kebiasaan idul fitri tidak seperti di indonesia, kebiasaan berkumpul dan bersilaturahmi dengan  saudara, kerabat dan teman.

Banyak hal kebiasaan sehari2 yang berubah total ketika ada mudik.

Jakarta yang biasanya rame, jalanan padat, tiba2 tampak sepi. Perilaku pengendarapun ikut berubah, aparat dalam menjaga lalu lintas juga berubah, bahkan cara membaca rambu2 lalu lintaspun ikut berubah.

Di jakarta di dalam jalan kecil dan gang atau di samping gedung2 tinggi biasanya akan padat warung kecil yang berhimpitan, tiba2 sepi,  bahkan tidak ada aktivitas sama sekali.

Dan anehnya, selalu diikuti berita kebakaran rumah warga di kawasan kampung2 kumuh jakarta. Dan biasanya aliran listrik serta kompor meledak yang selalu jadi kambing hitamnya. Paling mudah dijadikan alasan karena memang tidak akan ada yang protes.

Media televisi yang biasanya kurang memberi perhatian kepada jalanan dan tol, gerbang tol luar kota, stasiun, bandara, terminal dan pelabuhan, tiba2 menjadi tempat liputan live yang paling sering. Meski tetap kalah update dan kuantitasnya dengan berita bola.

Di kampung, yang biasanya sepi, tiba2 menjadi rame. Rumah2 warga akan tampak mobil parkir dengan plat B (betawi). Setiap warga ketemu akan tampak saling bersalam2an.

Meski lebaran di kampung tidak lama, tapi tetap diusahakan untuk bisa ketemu dengan saudara dan kerabat dan teman. Sehingga disela2 waktu yang sempit, capek, biasanya mereka masih tetap semangat bersilaturahmi.

Saat mereka bertemu saudara, kerabat dan teman2 lama...mereka seakan telah menanggalkan egoisme diri yang selama ini melekat di keseharian saat di jakarta. Sifat loe2, gue2 yang identik dengan individualisme warga jakarta.

Kemanusiaan mereka menyala kembali saat kampung halamannya menunjukkan sifat kekeluargaan, keramahan dan kepedulian yang selama ini terkikis di kerasnya kehidupan jakarta.

Kampung halaman dengan segala budaya kemanusiaan yang memanusiakan telah mampu melakukan cas/isi ulang benih2 kemanusiaan yang hampir padam. Disadari atau tidak, kemanusiaan itu akan mampengaruhi keseharian selanjutnya saat kembali ke hutan rimba beton, kampungnya si pitung, jakarta.

Mudik, obat tumbuh kembang kemanusiaan dari budaya leluhur.

Selamat bermudik....selamat menemukan kembali kemanusian....selamat merayakan idul fitri. Barakallohu.....

Sabtu, 25 Juni 2016

Suporter bola, sisi lain cermin manusia indonesia?

Ntah sudah yang ke berapa kalinya, suporter bola ribut. Baik dengan suporter rival tanding, atau dengan masyarakat setempat,  dengan warga yang hanya sekedar lewat, bahkan dengan aparat penjaga.

Suporter klub bola mana yang belum pernah ribut?  Sepertinya hampir semua sudah pernah.

Mengapa suporter itu seringkali buat ulah, kasihan masyarakat biasa yang benar2 ingin menikmati bola, akhirnya menjadi was-was. Bahkan masyarakat yang berada disekitar jalur yang dilewati kendaraan suporter saja juga kwatir.

Mengapa suporter ini  belum terbiasa dengan sikap simpatik, baik ketika timnya kalah ataupun menang. Perlu dilakukan penelitian khusus. Apakah sikap mereka ini memang karena kecintaannya kepada klub idolanya, atau karena sebab lainnya. Misalnya, masalah sosial  lainnya tapi pelampiasannya pada saat nonton bola.

Jangan2 sikap suporter bola itu sudah bisa menjadi cermin manusia indonesia....meski hanya sebagian kecil (sekali) dari masyarakat bola indonesia. Bisa jadi sportivitas bola di indonesia ini rusak karena ulah sedikit (sekali) pecinta bola dan diamnya pecinta bola yang baik. Sehingga seolah2 pecinta bola yang buat ulah ini banyak dan di setujui.

Harus dilakukan langkah2 yang berbudaya, sehingga semua bisa menikmati bola. Misalnya::
1. Setiap penonton harus mengajak anak dan istrinya. Ketika mereka akan buat ulah, mereka akan berpikir keluarganya yang juga sebagai penonton akan kena dampak. Sehingga mereka akan berhati2 ketika akan membuat ulah.
2. Setiap suporter harus di edukasi, bahwa menonton bola itu penting, tapi memanusiakan manusia itu jauh lebih penting.
3. Harus ada tindakan tegas terhadap suporter yang buat ulah, jangan selalu dilindungi.
4. Sediakan arena tanding karate/pencak/ tinju atau lainnya di sekitar tempat pertandingan, sediakan arena profesional. Biar bakat suporter itu tersalurkan. Jangan hanya berani main keroyokan saja.

Jika sekarang ini sudah disediakan arena untuk menonton bola, tapi bikin ulah, ribut dan berkelahi. Apakah kalau disediakan arena karate/pencak/gaya bebas mereka juga punya nyali untuk tanding? Atau bisa menang di arena profesional? Jika tidak, terus piye mau nya?

Jumat, 24 Juni 2016

Gagal fokus, citra KDH dan pembangunan daerah

Sekarang ini bulan2 nyusun KUA dan PPAS bagi pemerintah daerah, artinya bulan bagi DPRD untuk ikut membahas dan selanjutnya menetapkan.

Permasalahan dalam pembahasan KUA dan PPAS diantaranya adalah sulitnya menentukan prioritas pemda. Pada prinsipnya tugas pemda saat di bentuk adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan tersebut pada dasarnya banyak, terdapat sekitar 32 pelayanan (urusan pemda).

Dari 32 urusan tersebut pada prinsipnya hanya pemda yang tahu apa saja yang prioritas. Dan biasanya prioritas ini diperoleh dari visi misi calon kepala daerah, musrenbang ataupun dan pokok2 pikiran DPRD serta nawacita presiden jokowi.

Ternyata, banyak pemda yang belum bisa menentukan apa yang menjadi prioritas. Artinya urusan yang harus dilaksanakan pemda seringkali di anggap memiliki prioritas yang sama.

Jika dilihat sekilas hampir semua urusan pemda adalah prioritas. Tapi, mengapa pemda tidak bisa menentukan mana yang paling2 prioritas?

Misalnya, ketika pak untung  saat itu menjabat bupati sragen membuat prioritas terkait pelayanan publik harus cepat, mudah dan murah, dan hal itu dilaksanakan dengan penuh kesungguhan, maka saat itu sragen menjadi contoh yang baik dalam pemberian pelayanan publik.

Hal yang sama, ketika bupati jembrana fokus di pelayanan dasar kesehatan, bahwa setiapa warga jembrana gratis berobat, bahkan sampai ke rumah sakit diluar kota. Maka jembrana menjadi best practise penyediaan layanan kesehatan gratis.

Begitu pula dengan ibu risma walikota surabaya, beliau fokus menjaga kebersihan kota surabaya, selain itu juga beliau fokus untuk memberikan pelayanan secara personal untuk kejadian yang bersifat khusus atau komplain masyarakat.

Dan terakhir, bupati batang, beliau fokus dengan melakukan transparansi pengelolaan APBD.

Memang betul, yang dilakukan bukan hanya hal2 tersebut, masih banyak hal penting lainnya yang belum terungkap. Tetapi paling tidak, ketika kepala daerah tersebut fokus melakukan sesuatu untuk daerah, dan berhasil, maka akan mendapat apresiasi yang luar biasa dari masyarakat.

Belajar dari kejadian diatas, sudah saatnya setiap daerah membuat program unggulan atau prioritas. Dan semua stakeholder, khususnya kepala daerah dan DPRD harus memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan.

Mau membangun daerah? Tentukan dahulu yang menjadi FOKUS, FOKUS DAN FOKUS daerah. Selanjutnya baru KERJA, KERJA dan KERJA.

Senin, 20 Juni 2016

Rapor dan nilai kejujuran

Berani Jujur Hebat. Sebuah kata yang masih sering terbaca pada gambar/spanduk yang menutupi sebagian gedung KPK di media elektronik.

Sedikit pendidikan formal sekarang ini yang memberikan penilaian dan reward atas kejujuran siswa. Hal ini bisa dilihat dari penilaian pada rapor yang didominasi oleh bidang studi mata pelajaran, bukan perilaku jujur. Bahkan penerimaan siswa baru pun tidak terlihat adanya test atau penilaian kejujuran.

Apapun alasannya, pendidikan formal telah disibukkan dengan penilaian yang bersifat kuantitatif, dan terkadang ujian yang bersifat sementara yang hanya beberapa hari saja.

Begitu pula di tempat kerja, khususnya di birokrasi, audit BPK masih menekankan pada audit dokumen. Audit yang mencocokan kesesuaian dokumen perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan serta pertanggungjawaban,  khususnya dari sisi akuntansi. Pengaturan audit sepertinya kurang begitu memberikan ruang kejujuran bagi yang diperiksa.

Kejujuran bukanlah seperti pelajaran matematika, begitu diajarkan, dipahami, diberi beberapa contoh, kemudian siswa mampu mengerjakan soal ujian.

Pelajaran kejujuran penekanannya lebih ke olah rasa. Rasa yang ada di dalam jiwa. Sehingga dalam mempelajari, melaksanakan dan memberikan penilaian, tidak bisa hanya sekali. Tapi harus dilakukan berulang kali, terus diulang dan perlu latihan yang kontinyu.

Bulan puasa merupakan arena latihan kejujuran yang ideal, dimana saat berpuasa ketika tidak ada  yang mengawasi (orang tua, guru, pimpinan, polisi, jaksa dan KPK, BPK, dll) tetap melaksanakan puasa, tidak berbohong pada diri sendiri dan orang lain meski ada kesempatan dan kemudahan.

Sulitnya berlaku jujur, tidak terlepas dari pengaruh hawa nafsu yang cenderung untuk memenuhi keinginan diri manusia. Saat ini, yang diperlukan oleh siswa dan warga masyarakat adalah kesempatan dan ruang untuk berlaku jujur. Jangan sampai bagi mereka yang sudah berani jujur, justru hancur,  padahal berlaku jujur itu memerlukan usaha yang luar biasa.

Seandainya, umat Nabi Muhammad dalam keseharian mampu berlaku jujur layaknya menunaikan puasa ramadhan, pastilah negeri ini akan penuh berkah dan ampunan.

Selasa, 14 Juni 2016

Gus Mus, islam dan kemanusiaan

Tak banyak ulama yang memiliki multi talenta dan kemampuan seperti Gus Mus (Mustofa Bisri Rembang).

Ketika duduk bersama ulama terlihat jelas ketawadhu'annya dalam beragama.

Ketika membacakan puisinya terdengar jeritan hati atas keprihatinan terhadap bangsa ini.

Ketika melukis tergores kuat keresahan dan kedukaannya karena bencana moral kemanusiaan

Tulisannya sederhana dan selalu menyajikan kejujuran masyarakat.

Dakwahnya selalu dengan guyonan dan candaan karena mencontoh nabinya. Tapi justru  itu terlihat yang sebenarnya, islam  sebagai agama kemanusiaan, islam yang penuh kedamaian.

Jika ingin melihat islam yang menyejukkan dan menentramkan, lihat dan dengarlah Gus Mus.

Minggu, 12 Juni 2016

Hukum puasa bersama smartphone

Puasa itu prinsipnya menahan nafsu. Nafsu yang ada dalam diri manusia, yang disalurkan melalui 9 rongga badan dan  anggota badan.

Era dimana hampir setiap orang pegang handphone/hp (smartphone) sekarang ini, dapatkah penggunaan hp hukumnya sudah bukan lagi sekedar wajib atau sunah, tapi justru menjadi haram.

Misalnya, saat sholat jumat beberapa jamaah meskipun tidak ngobrol (bicara) tapi justru main hp.

Sama dengan ketika puasa apakah pegang hp sudah bisa di kategorikan mubah, makruh atau sudah menjadi haram. Bagaimanapun juga, pegang hp terkadang sudah tidak karena kebutuhan lagi (tlp, sms, ngetik, ngenet dll) tapi sudah menjadi mesin pembunuh waktu atau pelarian dari kebosanan. Berselancar dan ngegame dengan hp sudah hampir sama dengan ngabuburit secara fisik.

Maksudnya, apakah ketika bosan atau malas, kemudian berselancar dan mainin game di hp berjam2 menjadi haram? Bisa jadi maksudnya sengaja melupakan lapar saat puasa.

Tidak mudah menjawab ini, seperti kata teman madura, kalau di tanya fiqh terhadap apapun jawabnya selalu "tidak tentu". Misal, hukum makan? Tidak tentu, tergantung apakah makanan halal atau haram, seandainya makanan halal, juga masih tidak tentu, sebab apakah uang untuk membeli makanan itu juga halal? Anggap saja halal, hukumnya tetap tidak tentu, yang makan lagi puasa atau tidak? Begitu seterusnya......hukum makan selalu tak tentu.

Bagaimana dengan hukum pegang hp disaat puasa ramadhan? Apakah termasuk halal, mubah, makruh, atau haram? Kata teman dari madura pasti "tidak tentu".

Sabtu, 11 Juni 2016

Pemerintah vs pengusaha dalam ritual lebaran

Menjelang idul fitri, sudah menjadi kebiasaan, bahkan menjadi ritual tersendiri bagi keluarga muslim untuk menyambut datangnya hari yang penuh berkah. Dari mulai menyiapkan baju baru, perlengkapan sholat baru, hidangan makanan dan minuman untuk sanak saudara,  hingga menyiapkan uang pecahan.

Ternyata, pemerintah juga memiliki ritual sendiri menjelang hari kemenangan tersebut, misalnya menjaga ketersediaan sembako, bbm, menjaga arus lalu lintas khusunya bagi yang mudik dengan motor,  listrik dan ngebut perbaikan jalan, khususnya pantura, apalagi sebelum beroperasinya tol cipali.

Aneh bin ajaib terjadi dengan daging sapi,  disaat yang sama, berulang tiap tahun, pemerintah selalu kesulitan mengendalikan kenaikan harga daging sapi.

Bukankah daging sapi itu sesuatu yang nampak? Jumlah rumah potong hewanpun juga sudah terdaftar, apalagi importir daging sapi pasti terdaftar di kementan. Dan masih ada penjagaan pelabuhan dan bandara untuk barang2 yang akan masuk indonesia.

Dimana sulitnya? Apakah karena indonesia yang luas? Apa karena database rumah potong dan importir itu kurang valid? Atau di balik mereka itu semua ada tangan2 yang tidak terlihat yang ikut menikmati atas kenaikan harga daging sapi tersebut?

Terkadang sebagai rakyat biasa, sulit dimengerti mengapa pemerintah (bahkan negara) kalah dengan pengusaha?  Mengapa pemerintah seolah tidak berdaya menghadapi kenaikan harga daging sapi. 

Sepertinya, setiap kebijakan yang akan dan telah diambil pejabat selalu sudah di ketahui oleh pengusaha, bahkan bisa jadi sudah dikendalikan, meski pejabatnya mungkin merasa tidak dikendalikan.

Apa perlu bantuan intelijen negara untuk membantu membuat kebijakan daging sapi? Bila perlu untuk pembuatan kebijakan impor lainnya, seperti impor garam, impor kedelai, impor beras, minyak goreng dan lainnya.

Atau setidaknya, perlu dilakukan pelatihan untuk perbaikan pengelolaan database di kementerian, khususnya terkait dengan kerahasian data2 yang penting dan strategis. Seperti Densus 88 yang telah mendapatkan (bantuan) banyak pelatihan.

Dan pastinya, TNI dan polri lah yang paling menguasai dibidang itu.

Atau harus menunggu keadaan darurat ??

Waktu musibah


Pertama, Minggu, 26 Desember 2004, pukul 7.59 waktu Aceh, gempa berkekuatan 9,1 sampai 9,3 skala Richter mengguncang dasar laut di barat daya Sumatera, sekitar 20 sampai 25 kilometer lepas pantai. Hanya dalam beberapa jam saja, gelombang tsunami dari gempa itu mencapai daratan Afrika.

Kedua, Sabtu pagi pukul 05.53 WIB. Tanggal 27 Mei 2006. Di Kota Pelajar, Yogyakarta, terjadi gempa bumi berkekuatan 6,3 SR. Gempa tersebut telah meluluhlantakkan daerah-daerah di wilayah Provinsi DIY dan sebagian Provinsi Jawa Tengah.

Ketiga, Siang menjelang sore itu, pada tanggal 11 Maret 2011, sekitar pukul 14.46 waktu tohoku jepang, gempa berkekuatan dahsyat 9 skala Richter mengguncang kawasan Tohoku di lepas pantai Samudera Pasifik, tepatnya wilayah timur Sendai, Honshu, Jepang.

Mengapa bencana alam itu saat ada matahari? Bahkan setelah matahari terbit? Adakah kaitannya dengan waktu malam yang sebagian umat manusia bermunajat?

Singa Sang Pengendali

Ketika cerdik pandai bangsa dan lembaga negara, pemerintah & BUMN masih sibuk mengartikan pasal 33 UUD NRI tentang maksud arti kata "dikuasai", apakah dikuasai itu harus dimiliki atau menguasai dalam mengontrol? Ternyata singapura berlahan namun pasti "sudah hampir" mengendalikan ekonomi bangsa ini.

Sumberdaya apa yang tidak dimiliki singapura, tapi dimiliki indonesia dan indonesia belum mampu mengelola keseluruhan atau sebagian, yang akhirnya sumberdaya itu di kelola singapura?

Misal, pertama kilang minyak, kenapa juga dahulu mendirikan anak perusahaan petral di singapura? Apapun alasannya, pasti sangat merugikan, minimal dalam perdagangan minyak yang besar harus mengikuti aturan singapura, dan tentu saja aturan itu dibuat untuk menguntungkan negeri singa tersebut. Khususnya petral harus bayar pajak badan usaha dan pajak jual beli. Suatu prestasi yang luar biasa, dan tentu memerlukan keberanian bagi pemerintahan jokowi untuk membubarkan petral.

Sekarang ini begitu mudah kita nemuin DBS bank milik singapura di jakarta atau kota besar lainnya, tapi betapa sulitnya mencari bank bumn indonesia di singapura. Bukan berarti bank bumn tidak mampu mendirikan kantor cabang disana, tapi lebih kepada sulitnya ijin dari pemerintah sana.

Sebenarnya bukan hanya bank singapura yang banyak di indonesia, tapi juga bank2 milik asing lainnya. Sejak reformasi 1998 indonesia sudah membuka liberalisasi  perbankan. Sehingga mereka sudah melebarkan sayapnya ke indonesia. Belum lagi jika diperhatikan, bank swasta indonesia yang di beli singapura seperti bank danamon dan lembaga keuangan adira finance. Tapi tidak sebaliknya.

Garuda indonesia boleh bangga menjadi maskapai yang terus tumbuh dan menjadi anggota skytrex. Tapi, pernahkan garuda atau kementerian BUMN mempublikasikan berapa jumlah penerbangan garuda ke changi singapura? Dan bandingkan dengan jumlah penerbangan maskapai SIA (bumn singapura) ke seluruh bandara2 yang di indonesia? Pasti timpang sekali. Mengapa? Karena antar penguasa bandara di indonesia tidak kompak antar mereka dan juga dengan garuda. Meskipun mereka sama2 bumn indonesia.

Berapa banyak apartemen yang dibangun dari pemodal singapura. Sehingga sulit dimengerti, mengapa bangsa indonesia sibuk ngurusin perumahan untuk orang2 tidak mampu, tapi untuk perumahan elite diserahkan ke swasta asing.

Belum lagi pemerintah harus menggusur warga miskin dengan seribu alasan yang bisa dibuat, begitu lahan kosong ternyata langsung berdiri mall dan apartemen milik swasta.

Secara ekonomi, bagi singapura, indonesia mungkin dianggapnya seperti kantor cabang perusahaan singapura. Kantor cabang yang bertugas mensuplay barang mentah dan menyalurkan barang dagangan dari singapura.

Ada 2 hal prinsip yang dilakukan singapura untuk itu, pertama dengan mendirikan atau membeli saham2 perusahaan yang ada di indonesia. Hal ini bisa dengan mudah, karena hingga saat ini tidak bisa terlihat dengan jelas hubungan pemilik saham yang sebenarnya dengan yang hanya pinjam nama. Apalagi dengan kepemilikan saham yang beranak pinak ke cucu hingga cicit dan canggah.

Kedua, dengan melakukan kerjasama operasi dengan perusahaan indonesia. Sehingga perusahaan tersebut untuk jangka panjang dikelola singapura. Dan biasanya ini pilhan terakhir bagi mereka.

Mengapa singapura bisa melakukan itu semua? Karena negara singapura lebih kuat dibandingkan dengan masyarakatnya, dan koordinasi pengelolaan antar bumn singapura yang sangat baik, sentralistik, sehingga implementasinya menjadi mudah dan cepat.

Bandingkan dengan koordinasi antar bumn indonesia. Bagaimana kemarin kereta api untuk bisa masuk ke pelabuhan priuk saja kesulitan karena pelindo lebih memilih moda transportasi truk kontainer yang milik swasta.

Bagaimana mungkin bisa terjadi, bumn transportasi laut pt. Djakarta Llyod bisa bangkrut, padahal luas laut indonesia 2/3 daratan, ditambah dengan penuhnya kapal asing dilaut indonesia.

Sayang sekali belum banyak dipublikasikan, hasil penelitian pemerintah, LIPI, UI, UGM dll terkait penguasaan singapura atas sumberdaya indonesia. Biar bangsa ini tahu siapa sebenarnya ancaman pertahanan negara.

Apakah harus menunggu Badan Intelijen Pertahanan yang baru di bentuk Kemenhan untuk bisa mensinergiskan semua kekuatan dalam menghadapi ancaman militer, politik, ekonomi dan sosial.

Sehingga terwujud  nawacita ke 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Bukankah bangsa indonesia sendiri sudah mengalami pergantian rezim pemerintahan karena ada krisis politik dan ekonomi secara bersamaan di era presiden sukarno dan presiden suharto. Apa jadinya jika singapura tiba2 menarik investasinya di indonesia dengan mendadak?

Jika nawacita ke 7 tidak terwujud, jangan heran jika bangsa yang besar ini secara ekonomi akan dikendalikan oleh singapura yang besarnya hanya seper sekian ribu luas indonesia.